Selasa, 14 Juni 2011

Karya Tulis Sofyeni, Penilik PLS Kota Padang Panjang Tahun 2011

DESAIN PENGENDALIAN MUTU
PROGRAM PENDIDIKAN KEAKSARAAN

Oleh: Sofyeni,S.Pd

BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Menyadari arti penting pemberantasan buta aksara di Indonesia, semenjak awal kemerdekaan telah berbagai upaya dilakukan membuat masyarakat melek huruf. Pengembangan program ini dilandasi oleh kesadaran bahwa setiap warga negara mempunyai hak yang sama atas pendidikan dan pengajaran.
Upaya tersebut sekarang ini, terus berlanjut dan ditingkatkan dengan dasar Instruksi Presiden No 5 Tahun 2006 tentang Gerakan Nasional Pendidikan Dasar Sembilan Tahun dan Pemberantasan Buta Aksara (GNP-PWB/PBA). Gerakan nasional pemberantasan buta aksara menginstruksikan untuk menurunkan persentase penduduk buta aksara usia 15 tahun ke atas, sekurang-kurangnya menjadi 5% pada akhir tahun 2009.
Dengan landasan hukum ini, pemerintah telah menetapkan kebijakan penuntasan buta aksara sebagai salah satu prioritas pembangunan pendidikan, yaitu mempercepat peningkatan angka melek aksara penduduk 15 tahun ke atas yang berdasarkan proyensi Dikmas kemdiknas penduduk buta aksara 15 tahun ke atas tahun 2009 masih 5,30% dari jumlah penduduk atau sekitar 8.7 juta jiwa.
Perlu juga diketahui bahwa Indek Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Developmen Indekx (HDI) Indonesia pada tahun 2010 berada diperingkat 108 dari 169 negara. Dilandasi oleh pertimbangan bahwa angka buta aksara merupakan salah satu komponen IPM, maka upaya penyelenggaraan pendidikan keaksaraan perlu dilakukan secara intensif.
Berpijak dari pencapaian target dan kenyataan tersebut di atas, perlu adanya upaya pengendalian mutu pendidikan keaksaraan yang bertujuan untuk memastikan bahwa program yang dilaksanakan telah sesuai dengan standar yang telah ditetapkan yaitu ”membelajarkan warga masyarakat buta aksara supaya mampu membaca, menulis dan berhitung serta mampu berbahasa indonesia, memiliki kemampuan dasar yang dapat meningkatkan mutu dan taraf hidupnya” (BP-PLSP, 2006: 5). Lebih dari yang diungkapkan diatas, pendidikan keaksaraan juga bertujuan meningkatkan kualitas mereka yang sudah melek aksara untuk dapat meningkatkan taraf hidup dan kehidupannya.
Permasalahan mendasar yang masih ditemui, hasil belajar yang diperoleh oleh warga belajar pendidikan keaksaraan baru sebatas pada kemampuan membaca, tulis, dan hitung semata, belum sepenuhnya memberikan makna terhadap kehidupannya atau kurang fungsional (Sihombing, 2001: 79). Hal ini sejalan dengan Merfield (Wahid, 2006:2) berpendapat, ”melalui berbagai upaya dilakukan untuk memelekhurufkan warga masyarakat, ternyata melek huruf saja tidak berarti banyak bagi warga masyarakat, bahkan tidak sedikit di antara mereka yang kembali buta huruf karena tidak ada kepastian kesinambungan program yang dapat melanggengkan dan pemeliharaan tingkat keaksaraan warga belajar yang memiliki kebermaknaan pada dampak dari pengunaan aksara yang mengarah kepada perbaikan taraf hidup masyarakat”
Selanjutnya, Sihombing (2001:79) menjelaskan; banyak kejadian yang menghambat kinerja program, antara lain adalah: (1) Kesalahan regruimen warga belajar, sebagian warga belajar program keaksaraan bukan berasal dari buta huruf murni. Pengelola di lapangan sering melakukan kesalahan, yakni meregrut siapa yang mau menjadi warga belajar, bukan meregrur siapa yang harus menjadi warga belajar. (2) Proses/program pembelajaran belum menggunakan pola interaktif, kenyataan dilapangan tidak jarang terjadi tutor, nara sumber teknis atau sumber belajar ”mengajar” dalam arti mengurui warga belajar tanpa mempertimbangkan bahwa warga belajar dewasa sarat dengan pengalaman dan ilmu kehidupan yang tentu tidak dimiliki oleh tutor yang lebih muda. (3) Hasil belajar yang diperoleh warga belajar baru terbatas pada kemampuan baca, tulis, hitung semata (itupun sangat terbatas), tetapi belum sepenuhnya dapat memberikan makna terhadap kehidupannya.
Seiring dengan itu, BP-PLSP (2006:6) menjelaskan permasalahan pendidikan keaksaraan, ialah: (1) Warga belajar yang dinyatakan bebas buta aksara sebenarnya belum mencapai standar kompetensi keaksaraan yang diharapkan. (2) Warga belajar belum mampu memanfaatkan keaksaraannya setelah program pembelajaran selesai, sehingga ada kecendrungan mereka menjadi buta aksara kembali. (3) Pemeliharaan tingkat keaksaraan warga belajar belum optimal dilaksanakan karena keterbatasan dana, sarana, dan prasarana.
Berdasarkan laporan monitoring penilik PLS Kota Padang Panjang terhadap program keaksaraan, permasalahan yang telah dikemukakan pada uraian tersebut di atas memang terbukti, dimana penyelenggaran pendidikan keaksaraan yang dilaksanakan secara konvensional, belum memberikan hasil maksimal dan belum dapat mencapai visi dan misi pendidikan keaksaraan. Kendala-kendala yang muncul dalam pelaksanaan program pemberantasan buta aksara tersebut perlu segera diatasi. Jika tidak, dikhawatirkan program keaksaraan tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan dan pada akhirnya target penduduk Indonesia bebas buta aksara tidak dapat dicapai.
Fenomena di atas, menantang untuk menyelenggarakan pendidikan keaksaraan yang dapat mengakomodasi serta melayani seluruh masyarakat, yang masih buta aksara dengan segala keterbatasan. Sehingga memberi dampak kebermaknaan terhadap kehidupan dengan peningkatan mutu dan taraf hidupnya. Untuk itu, upaya Pengendalian mutu yang merupakan suatu kegiatan untuk menjaga agar mutu atau kualitas program yang diselenggarakan berjalan sesuai dengan perencanaan yang telah ditentukan mutlak harus dilaksanakan sesegera mungkin sehingga penjaminan mutu pendidikan keaksaraan dapat tercapai sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, Pasal 91 ayat (1) menyatakan, ”Setiap satuan pendidikan pada jalur formal dan nonformal wajib melakukan penjaminan mutu pendidikan”. Selanjutnya, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 63 tahun 2009 tentang Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan pada pasal 13 ayat (1) menjelaskan, ”Standar Nasional Pendidikan bagi satuan atau program pendidikan nonformal dirumuskan sedemikian rupa sehingga tidak menghilangkan atau mengurangi keluwesan dan kelenturan pendidikan nonformal dalam melayani pembelajaran peserta didik sesuai dengan kebutuhan, kondisi, problematika yang dihadapi masing-masing peserta didik”.
Dalam rangka pencapaian tujuan pendidikan keaksaraan tersebut dibutuhkan adanya pendidik dan tenaga kependidikan yang bergerak di bidang pendidikan nonformal, salah satu tenaga kependidikan yang bergerak di bidang pendidikan nonformal adalah Penilik pendidikan nonformal yang berdasarkan tugasnya terdiri dari penilik PAUD, Penilik pendidikan kesetaraan dan keaksaraan, serta Penilik Kursus.
Berdasarkan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi nomor 14 tahun 2010 tentang jabatan Fungsional Penilik dan Angka kreditnya, dijelaskan bahwa penilik memiliki tugas utama melakukan kegiatan pengendalian mutu dan evaluasi dampak program pendidikan anak usia dini (PAUD), pendidikan kesetaraan dan keaksaraan, serta kursus pada jalur Pendidikan Nonformal dan Informal (PNFI). Berdasarkan ketentuan tersebut tugas penilik harus mampu memotret mutu satuan pendidikan nonformal dan informal dan bahkan mampu melakukan pengendalian mutu yang dilakukan dengan cara (1) perencanaan program pengendalian mutu PNFI; (2) pelaksanaan pemantauan program PNFI; (3) pelaksanaan penilaian program PNFI; (4) pelaksanaan pembimbingan dan pembinaan kepada pendidik dan tenaga kependidikan pada satuan PNFI; dan (5) penyusunan laporan hasil pengendalian mutu PNFI. Tugas-tugas tersebut menuntut kompetensi penilik sebagai seorang evaluator sekaligus supervisor.
Untuk melaksanakan Tugas dan tangung jawab tersebut tantangan yang utama bagi Penilik sekarang ini adalah bagaimana menunjukkan kinerja dalam melakukan kepenilikan satuan pendidikan nonformal, salah satunya pengendalian mutu pendidikan keaksaraan
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, rumusan permasalahan dalam karya tulis ini adalah:
Bagaimanakah menyusun desain pengendalian mutu untuk pendidikan keaksaraan yang mengacu pada delapan standar pendidikan nasional?

3. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah, tujuan penulisan karya tulis ini adalah untuk menghasilkan sebuah desain pengendalian mutu pendidikan keaksaraan yang mengacu pada delapan standar pendidikan nasional.
4. Manfaat
Manfaat penulisan karya tulis ini, diharapkan dapat memberi informasi tentang pengendalian mutu pendidikan keaksaraan kepada pihak-pihak sebagai berikut:
1. Bagi Penyelengara, Tutor, Pencipta model PNF, Penilik dan Dinas/Instansi terkait
Semoga gagasan/ide tentang desain program pengendalian mutu pendidikan keaksaraan dapat dijadikan acuan, rujukan dan pemecahan masalah dilapangan.
2. Bagi penulis
Berguna untuk mengembangkan kemampuan penalaran ilmiah, meningkatkan pengetahuan, keterampilan serta pengalaman dalam penulisan karya tulis

BAB II
KAJIAN TEORI
A. Pentingnya Pengendalian Mutu Pendidikan Keaksaraan
Pembahasan tentang pengendalian mutu pendidikan keaksaraan sebagai salah satu program pada pendidikan nonformal tidak terlepas dari pengendalian dalam bidang bisnis, hal ini disebabkan pengendalian mutu banyak dikembangkan dan banyak diterapkan dalam bidang bisnis sampai batas tertentu. Ada beberapa persamaan antara pendidikan termasuk pendidikan keaksaraan dengan industri.
Suatu industri memproduksi suatu barang, sedangkan pendidikan memproduksi lulusan. Jenis dan kualitas barang yang diproduksi industri harus memenuhi standar mutu agar diterima dan mampu bersaing dipasaran, demikian juga dengan pendidikan, macam dan kualitas lulusan harus sesuai dan memenuhi tuntutan penguna.
Industri mengunakan karyawan sebagai operator untuk menjalankan mesin-mesin produksi yang bekerja secara mekanistis, tetapi pendidikan tidak memperlakukan pendidik/tutor sebagai operator, melainkan sebagai perencana, pendorong, motivator serta nara sumber dalam memberikan didikan, bimbingan, asuhan, pengajaran dan pelatihan yang bersifat dinamis.
Dengan kata lain pengendalian mutu program pendidikan keaksaraan merupakan suatu keharusan yang harus dipahami oleh semua pihak, karena pengendalian mutu akan berkaitan dengan kepuasan dari pengguna. Agar proses pendidikan keaksaraan dapat berjalan dengan efektif dan efesien, maka diperlukan manajemen. Tidak semua konsep dan prinsip manajemen yang berlaku di dunia industri dapat langsung diterapkan dalam bidang pendidikan, tetapi membutuhkan seleksi dan penyesuaian. Salah satu fungsi manajemen adalah pengendalian atau control. Lantas timbul pertanyaan apa sebenarnya yang dinamakan pengendalian mutu pendidikan keaksaraan, untuk menjawab pertanyaan tersebut, ada tiga kata yang perlu dipahami bersama.
1. Pengendalian
Pengendalian merupakan bagian integral dari suatu proses manajemen, yang dilakukan untuk memonitor secara teratur hasil dari bandingan rencana. Proses pengendalian harus diarahkan agar menemukan penyimpangan sedini mungkin dan penyesuaian dapat dilakukan tepat waktu hingga efektif yang dapat digambarkan sebagai berikut:




Konsep pengendalian adalah salah satu “pemilikan status quo”: menjaga proses terencana pada keadaan yang terencana sehingga tetap dapat memenuhi tujuan operasi. Suatu proses yang dirancang untuk memenuhi tujuan operasi tidak selalu berada dalam keadaan demikian. Berbagai peristiwa dapat menghalangi sehingga merusak kemampuan proses itu untuk memenuhi tujuan. Juran (1995:165
Pendapat ahli manajemen lain yang dikutip oleh Hasibuan (2009:241) pengendalian (controlling) didefinisikan sebagai berikut. Earl.P.Strong “Controlling is the process of regulating the various factors in an enterprise according to the requirement of its plans” artinya pengendalian adalah proses pengaturan berbagai faktor dalam suatu perusahaan, agar pelaksanaan sesuai dengan ketetapan-ketetapan dalam rencana. Harold Koontz ”Control is the measurement ang correction of the performance of subordinates in order to make sure that enterprise objectives and the plans devised to attain then are accomplished”. Artinya pengedalian adalah pengukuran dan perbaikan terhadap pelaksanaan kerja bawahan, agar rencana-rencana yang telah dibuat untuk mencapai tujuan-tujuan perusahaan dapat terselenggara. G.R.Terry “ Controlling can be defined as the process of determining what is to be accomplished, that is the standard; what is being accomplished, that is the performance, evaluating the performance and if necessary applying corrective measure so that performance takes place according to plans, that is, in conformity with the standard” artinya pengendalian dapat didefinisikan sebagai proses penentuan, apa yang harus dicapai yaitu standar, apa yang sedang dilakukan yaitu pelaksanaan, menilai pelaksanaan dan apabila perlu melakukan perbaikan-perbaikan, sehingga pelaksanaan sesuai.
Dari beberapa pendapat ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa pengendalian adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara berkala dan berkelanjutan untuk memastikan suatu program/kegiatan yang dilakukan memenuhi standar/ ketentuan yang telah ditetapkan.
Penilik sebagai pengendali mutu program pendidikan nonformal, salah satunya pendidikan keaksaraan harus dapat melakukan pengendalian mutu secara berkala dan berkelanjutan sesuai dengan karakteristik dan tujuan program.
2. Konsep Mutu
Sallis (2010:51-57) Menjelaskan Konsep mutu dalam manajemen mutu atau quality dapat ditinjau dari dua perspektif konsep, yaitu mutu yang bersifat absolut atau mutlak dan konsep yang bersifat relatif. Dalam konsep absolut mutu menunjukkan kepada sifat yang menggambarkan derajat “baik” nya suatu barang dan jasa yang diproduksi atau dipasok oleh suatu lembaga tertentu, sebagai lawan dari konsep absolut adalah konsep mutu yang bersifat relatif. Dalam konsep mutu absolut derajat baiknya produk, barang dan jasa, mencerminkan tingginya harga barang dan jasa itu, dan tingginya standar atau tingginya penilaian lembaga yang memproduksi atau pemasok terhadap barang tersebut. Sedangkan dalam konsep mutu yang bersifat relatif derajat mutu itu bergantung kepada penilaian pelangan atau yang memanfaatkan barang atau jasa tersebut. Pandangan tentang mutu yang bersifat absolut membawa implikasi bahwa dalam memproduksi barang dan jasa digunakan kriteria untuk menilai mutu dan kinerja itu ditentukan oleh produsen atau pemasok barang. Atas dasar kriteria itu produsen menentukan mutu barang atau jasa yang diproduksinya. Oleh karena itu dalam manajemen produksi agar dihasilkan produk yang bermutu di lembaga yang bersangkutan biasanya ada yang menjalankan fungsi pengendalian mutu yaitu suatu divisi, bidang atau staff yang bertugas melakukan penilaian berdasarkan kriteria terhadap barang yang diproduksi sebelum dilempar ke pasar, apakah termasuk kategori tidak bermutu, bermutu atau bermutu tinggi. Lantas bagaimana dengan pendidikan?. Konsep mutu yang bersifat absolute dewasa ini sudah berubah, yang semula pada produsen bergeser pada pelanggang. Mutu suatu produk bukan semata-mata ditentukan oleh produsen melainkan juga ditentukan oleh pelanggan. Keterlibatan pelanggan dalam menentukan mutu suatu produk, baik barang maupun jasa adalah dengan cara produsen mempertimbangkan harapan dan kebutuhan pelanggan terhadap produk-produk yang diasilkan, apakah memuaskan atau memenuhi kebutuhan mereka. Mutu suatu produk itu sendiri adalah paduan sifat-sifat produk yang menyamai atau melebihi kebutuhan dan harapan pelanggannya, baik yang tersirat maupun yang tersurat.
Selanjutnya Uraian berikut akan membahas tentang definisi dalam perspektif produk yang dihasilkan oleh suatu perusahaan. Dalam mendefinisikan mutu produk ada lima pakar utama manajemen mutu terpadu yang saling berbeda pendapat tetapi maksudnya sama. Pendapat kelima pakar tersebut tentang kualitas atau mutu dalam Hadis dan Nurhayati (2010:84-86) ialah sebagai berikut:
Menurut Juran (1993), mutu produk ialah kecocokan pengguna produk (fitness for use) untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan pelanggan. Kecocokan pengguna produk tersebut didasarkan atas lima cirri utama, yaitu (1) teknologi;yaitu kekuatan; (2) psikologis, yaitu cita rasa atau status; (3) waktu, yaitu kehandalan; (4) kontraktual, yaitu ada jaminan; (5) etika, yaitu sopan santun (Juran, 1993).
Kecocokan penggunaan produk tersebut memiliki dua aspek utama, yaitu ciri-ciri produknya memenuhi tuntutan kostumer dan tidak memiliki kelemahan. Adapun ciri-ciri produk yang memenuhi tuntutan pelanggan menurut Juran (1993), yaitu produk tersebut bermutu tinggi dan memiliki ciri khusus yang berbeda dari produk pesaing serta dapat memenuhi harapan sehingga dapat memuaskan pelanggan. Dengan mutu yang lebih tinggi memungkinkan perusahan meningkatkan kepuasan pelanggan, membuat produk laku terjual, dapat bersaing dengan pesaing, meningkatkan pangsa pasar, omset penjualan dan dapat di jual dengan harga yang lebih tinggi.
Dengan mutu produk perusahaan yang tinggi menyebabkan perusahaan dapat mengurangi tinggat kesalahan, mengurangi pengerjaan kembali dan pemborosan, mengurangi pembayaran biaya garansi, mengurangi ketidakpuasan pelanggan, mengurangi pengujian, meningkatkan hasil, dan meningkatkan pemanfaatan kapasitas produksi serta memperbaiki kinerja penyampaian produk atau jasa (sallis 2010). Jika hal ini telah dimiliki oeh perusahaan dan institusi pendidikan, kedua lembaga tersebut akan eksis dan solid dalam era global yang syarat dengan muatan kompetisi.
Menurut Crosby (1979:58) mutu ialah conformance to requirement, yaitu sesuai dengan yang di syaratkan atau di standarkan. Suatu produk memiliki mutu apabila sesuai dengan standar atau kriteria mutu yang telah di tentukan.
Menurut Deming (1982:176) mutu ialah kesesuaian dengan kebutuhan pasar dengan konsumen. Perusahaan yang bermutu ialah perusahaan yang menguasai pangsa pasar karena hasil produksinya sesuai dengan kebutuhan konsumen sehingga menimbulkan kepuasan bagi konsumen. Jika konsumen merasa puas, maka mereka akan setia membeli produk persahaan tersebut baik berua barang maupun jasa.
Menurut Feigenbaum (1986:7) mutu adalah kepuasan pelanggan sepenuhnya. Suata produk di anggap bermutu apabila data memberikan kepuasan sepenuhnya kepada konsumen yaitu sesuai dengan harapan konsumen atas produk yang dihasilkan oleh perusahaan.
Garvin dan Davis (1994) menyatakan bahwa mutu ialah suatu kondisi dinamik yang berhubungan dengan produk, tenaga kerja, proses, dan tugas serta lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan pelanggan. Dengan perubahan mutu produk tersebut, diperlukan peningkatan atau perubahan keterampilan tenaga kerja, proses produksi, dan tugas, serta perubahan lingkungan perusahaan agar produk dapat memenuhi dan melebihi harapan konsumen.
Berdasarkan pendapat beberapa ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa mutu adalah terpenuhinya kebutuhan pelanggan sehingga pelanggan merasa puas sesuai dengan yang di syaratkan atau di standarkan
3. Keaksaraan Fungsional
Untuk memahami program keaksaraan fungsional secara utuh. Depdiknas (2005) menjelaskan pengertian yang sangat terkait dengan program keaksaraan fungsional, yaitu : (1) Buta aksara murni adalah penduduk yang sama sekali tidak dapat membaca, menulis dan berhitung dengan sistem aksara apapun juga. (2) Buta aksara untuk konteks Indonesia didefinisikan sebagai buta aksara latin dan angka arab, buta bahasa Indonesia, dan buta pengetahuan dasar. Atau dengan kata lain, buta aksara adalah penduduk yang belum memiliki kemampuan-kemampuan tersebut dan belum memfungsikannya dalam kehidupan sehari-hari. (3) Melek aksara ditafsirkan sebagai melek aksara latin dan angka arab, melek bahasa Indonesia dan pengetahuan dasar. Dengan demikian melek aksara adalah penduduk yang memiliki kemampuan-kemampuan tersebut sehingga dapat meningkatkan mutu dan taraf hidupnya.
Kusnadi(2005) menjelaskan keaksaraan fungsional yang terdiri dari dua konsep yaitu ”keaksaraan” dan ”fungsional”. Keaksaraan (literacy) secara sederhana diartikan sebagai ”kemampuan untuk membaca dan menulis”. Keaksaraan didefinisikan secara luas sebagai pengetahuan dasar dan keterampilan yang diperlukan bagi semua warga negara dan salah satu fondasi bagi penguasaan kecakapan-kecakapan hidup yang lain. Sedangkan terminologi (istilah) fungsional dalam keaksaraan, berkaitan erat dengan fungsi dan/atau tujuan dilakukannya pembelajaran di dalam program pendidikan keaksaraan, serta adanya jaminan bahwa hasil belajarnya benar-benar ”bermakna/bermanfaat/berfungsi” atau fungsional bagi ”peningkatan mutu dan taraf hidup” warga belajar dan masyarakatnya. Umberto Sihombing (1999) menyatakan, keaksaraan fungsional adalah pengembangan dari program pemberantasan buta huruf yang bertujuan meningkatkan keaksaraan dasar warga masyarakat buta aksara (warga belajar) sesuai dengan minat dan kebutuhan hidupnya.
Depdiknas (2005) menjelaskan tujuan program keaksaraan fungsional adalah dalam rangka memenuhi amanat konstitusi agar semua warga negara buta aksara memiliki kemampuan dasar baca-tulis-hitung, sehingga mampu: a. Membuka wawasan untuk mencari sumber-sumber kehidupannya, b. Melaksanakan kehidupan sehari-hari secara efektif dan efisien. c. mengunjungi dan belajar pada lembaga yang diperlukan. d. memecahkan masalah keaksaraan dalam kehidupannya sehari-hari. e. Menggali, mempelajari pengetahuan, keterampilan dan sikap pembaharuan untuk meningkatkan mutu dan taraf hidupnya serta ikut berpartisipasi dalam pembangunan.
Jadi dari pengertian dan tujuan program keaksaraan fungsional dapat disimpulkan bahwa program keaksaraan fungsional adalah salah satu bentuk layanan Pendidikan Luar Sekolah yang ditujukan kepada seluruh warga masyarakat/negara penyandang buta aksara agar memiliki kemampuan dasar diantaranya membaca, menulis, berhitung, kemampuan berbahasa Indonesia dengan baik dan benar yang berorientasi pada kehidupan sehari-hari dengan memanfaatkan potensi yang ada dilingkungan sekitarnya untuk peningkatan mutu dan taraf hidupnya yang pada akhirnya memiliki beberapa kemampuan yang mengarah kepada kemandirian dan penerapan pendidikan sepanjang hayat.
Konsep baru keaksaraan menurut Kusnadi dkk. (2005) mengemukakan bahwa pemerintah Indonesia telah berusaha untuk menerapkan berbagai inisiatif, proses-proses, dan hasil-hasil kajian tentang program pemberantasan buta aksara secara lebih proporsional dengan memperhatikan kelemahan dan keberhasilannya, namun angka buta aksara tidak kunjung tuntas sampai milenium ketiga ini. Ada beberapa hal penyebab masalah tersebut. Pertama, adanya perbedaan ukuran tentang kebutaaksaraan. Dulu, seseorang dapat dikatakan bebas dari buta aksara apabila yang bersangkutan telah dapat membaca dan menulis nama dan alamatnya sendiri. Sekarang orientasi tersebut bergeser ke arah yang lebih luas, yakni tidak hanya sekitar mampu membaca dan menulis dan alamat sendiri, tapi lebih luas dari kedua kemampuan tersebut, yakni bebas buta aksara dan angka, bebas buta bahasa Indonesia, bebas buta pengetahuan dan pendidikan dasar. Dalam perkembangan selanjutnya, definisi dan tujuan keaksaraan adalah dalam rangka mengembangkan kemampuan seseorang untuk menguasai dan menggunakan keterampilan baca-tulis-hitung, kemampuan berfikir, kemampuan mengamati dan menganalisis untuk mecahkan berbagai permasalahan kehidupan dengan mendayagunakan potensi yang ada disekitarnya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa seseorang dapat dikatakan bebas buta aksara bila yang bersangkutan sudah dapat memfungsikan keaksaraan yang dikuasainya untuk kemaslahatan hidup sehari-hari bukan hanya sekedar pandai membaca dan menulis.
Kedua, adanya perbedaan paradigma tentang istilah keaksaraan dengan program pemberantasan buta aksara. Dewasa ini, keaksaraan diartikan secara luas sebagai pengetahuan dasar dan keterampilan dasar dan keterampilan yang diperlukan oleh semua orang, yakni merupakan sesuatu yang pondasional bagi keterampilan hidup lainnya. Sementara pengertian pemberantasan buta aksara menurut Depdiknas (2005) adalah program layanan PLS untuk mendidik penduduk buta aksara dengan prioritas usia 10-44 tahun, agar dapat membaca aksara dan angka latin serta bahasa Indonesia sederhana yang dapat dijadikan bekal dalam pergaulan sehari-hari, dan melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi bagi yang memenuhi syarat.
Ketiga, adanya perbedaan antara tataran konsep dengan tataran operasional. Konsep pemberantasan buta huruf fungsional pada tahun 1972 sebenarnya cukup bagus, tapi jika dilihat dari tujuannya belajar, selain hanya bisa baca tulis hitung ditambah dengan salah satu keterampilan kejuruan yang cenderung diintegrasikan dengan pendidikan dasar mata pencaharian. Begitu pula dengan Program Paket A, program ini konsepnya sangat bagus dan fungsional yakni belajar dari yang terdekat/nyata menuju yang jauh/abstrak. Hanya saja dalam pelaksanaan kegiatan tersebut, warga belajar dianggap homogen, sama dengan siswa di sekolah formal. Sedangkan dalam program keaksaraan fungsional seyogyanya kemampuan, potensi, ide, pengalaman, keterampilan, dan informasi yang dimiliki warga belajar sangat dihargai.
Untuk menghindari permasalahan tersebut diatas, pendekatan keaksaraan fungsional diatas haruslah a) Menekankan pada menulis dari pada membaca pasif dari teks yang sudah ada, b) Menekankan pada keterlibatan warga belajar secara aktif dan kreatif, c) Membangun pengetahuan, pengalaman dan memperhatikan tradisi lisan warga belajar dan keaksaraan lainnya, d) Memusatkan pada bahan belajar yang dihasilkan warga belajar sendiri, bukan hanya sekedar buku paket, e) Menjamin bahwa proses belajar responsive dan relevan dengan konteks sosial, dan f) tempat belajar akan lebih baik jika dilingkungan warga belajar dari pada di dalam kelas.
Oleh karena istilah fungsional dalam keaksaraan berkaitan dengan minat dan kebutuhan belajar warga belajar, fungsi dan tujuan dilakukannya pembelajaran keaksaraan fungsional, serta adanya jaminan bahwa hasil belajar benar-benar bermakna/bermanfaat (fungsional) bagi peningkatan mutu dan taraf hidup warga belajar dan masyarakatnya, maka warga belajar sebagai sasaran didik perlu memiliki kesempatan dalam kelompok untuk menganalsis dan memecahkan masalah yang dihadapinya. Untuk itu, sumber belajar perlu membantu warga belajar dalam mengembangkan kemampuannya guna dapat memanfaat keaksaraan (hasil belajarnya) dalam kehidupanya sehari-hari.
Untuk menjamin agar pengetahuan yang diajarkan dalam kegiatan pembelajaran benar-benar fungsional sesuai dengan kebutuhan warga belajar, perlu diperhatikan kriteria berikut: a) kesadaran warga belajar, baik perorangan maupun kelompok akan keadaan tempat mereka hidup dan bekerja. Mereka perlu dimotivasi untuk membuat suatu analisis tentang faktor-faktor yang berperan pada masalah yang mereka hadapi, didorong untuk memikirkan cara-cara yang mungkin digunakan untuk mengubah hidup mereka kearah yang lebih baik. 2. Fungsionalitas program hendaklah berkaitan secara praktis dengan lingkungan hidup, pekerjaan dan situasi warga belajar. b) fleksibelitas program keaksaraan hendaklah memungkinkan untuk dimodifikasi, ditambah dan dikurangi sehingga menjadi responsif terhadap kebutuhan warga belajar dan persyaratan lingkungan hidup. c) keanekaragaman, hendaknya program keaksaraan cukup beragam untuk dapat menampung minat dan kebutuhan kelompok tertentu, seperti: petani, buruh, pedagang dan lain-lain. d) ketetapan hubungan belajar, pengalaman, kemampuan, potensi, minat, dan kebutuhan warga belajar hendaklah mempengaruhi hubungan tutor dan warga belajar yang dibangun pada hal-hal yang telah diketahui dan dapat dilakukan oleh warga belajar. e) berorientasi pada tindakan, program keaksaraan hendaklah bertujuan untuk memobilitas warga belajar melakukan tindakan untuk memperbaiki kualitas kehidupan mereka.
Berdasarkan uraian terdahulu, dapat disimpulkan bahwa konsep baru keaksaraan bukan sekedar membebaskan masyarakat dari buta baca, tulis, hitung belaka. Bukan sekedar mengintegrasikannya dengan salah satu mata pencaharian. Lebih dari itu, warga masyarakat dengan kemampuan baca, tulis, hitung dapat memanfaatkannya dalam menghadapi berbagai masalah kehidupan yang bermuara pada peningkatan kualitas hidup. Intinya, bagaimana kemampuan baca, tulis, hitung berfungsi bagi peningkatan kualitas hidup yang bersangkutan.
4. Pengendalian Mutu Pendidikan Keaksaraan
Berdasarkan pada pengertian dari ketiga hal di atas maka pengendalian mutu pendidikan keaksaraan merupakan suatu kegiatan untuk menjaga agar mutu atau kualitas program yang diselenggarakan berjalan sesuai dengan perencanaan yang telah ditentukan, atau proses memonitor melalui penilaian dan perbaikan agar hasilnya melebihi harapan dan memuaskan kebutuhan peserta didik.
Kegiatan ini sangat penting dan harus dilaksanakan oleh penilik dengan tujuan agar program-program yang dilakukan oleh lembaga pendidikan nonformal khususnya pendidikan keaksaraan sesuai dengan standar pendidikan nasional pendidikan.

B. Tujuan dan Manfaat Pengendalian Mutu
Juran (1995:166) menjelaskan tujuan utama pengendalian adalah meminimalkan kerusakan ini, dengan tindakan cepat untuk memulihkan status quo atau, lebih baik lagi, mencegah kerusakan sebelum terjadi. Selanjutnya Hasibuan (2009:242) menjelaskan tiga tujuan pengendalian. Pertama, supaya proses pelaksanaan dilakukan sesuai dengan ketentuan-ketentuan dari rencana. Kedua, melakukan tindakan perbaikan (corrective), jika terdapat penyimpangan-penyimpangan (deviasi). Ketiga, supaya tujuan yang dihasilkan sesuai dengan rencana.
Depdikbud (1997:8) mengemukakan pengendalian mutu diperlukan untuk memantau kemajuan dan memperbaiki kesalahan. Memantau perubahan lingkungan dan dampaknya pada kemajuan organisasi. Menanggulangi perubahan (perubahan standar mutu, perubahan kebijakan/peraturan) yang mempengaruhi program. Memantau mutu program, proses pelaksanaan program, dan tanggapan masyarakat terhadap program yang sedang dilaksanakan. Menambah/meningkatkan mutu program. Menyatukan gerak langkah pelaksanaan program yang berlatar belakang pendidikan berbeda.Memudahkan pendelegasian wewenang dan kerja tim.
Selanjutnya, Umar (2009:142-143) melengkapi dengan fungsi pokok pengendalian, diantaranya: (1) mencegah terjadinya penyimpangan-penyimpangan atau kesalahan dengan melakukan pengendalian secara rutin disertai adanya ketegasan-ketegasan dalam pengawasan, yakni dengan pemberian sanksi yang semestinya terhadap penyimpangan yang terjadi. (2)Memperbaiki berbagai penyimpangan yang terjadi. Jika penyimpangan telah terjadi, hendaknya pengawasan/pengendalian dapat mengusahakan cara-cara perbaikan. (3) Mendinamisasikan organisasi. Dengan adanya pengawasan diharapkan sedin mungkin dapat dicegah terjadinya penyimpangan-penyimpangan, sehingga setiap unit organisasi selalu dalam keadaan bekerja secara efektif dan efisien. (4) Mempertebal rasa tanggung jawab. Dengan adanya pengendalian/pengawasan yang rutin, setiap unit organisasi berikut karyawannya dapat selalu megerjakan semua tugas yang diberikan dengan benar sehingga, kesalahan dalam pelaksanaan tugas akan kecil kemungkinannya akan muncul. Jika tindakan yang salah tidak dapat di hindari, laporan tertulis mengenai penyimpanan itu wajib diberikan. Dengan cara-cara seperti ini, diharapkan tanggung jawab terhadap pekerjaan makin lama main tebal.
Selanjutnya Umar (2009) menjelaskan agar fungsi pengendalian dapat berjalan dengan baik, perlu diperhatikan prinsip- prinsipnya yang di antaranya adalah sebagai berikut: (1) Pengendalian hendaknya direncanakan dengan baik agar paling tidak dapat mengukur apakah proses pengendalian yang dlakukan berhasil atau tidak. (2) Dapat merefleksikan sifat pengawasan yang unik dari bidang-bidang yang diawasi.(3) Pelaporan penyimpangan dilakukan dengan segera.(4) Pengawasan harus bersifat fleksibel, diamis, dan ekonomis. (5) Dapat merefleksikan pola kerja unit organisasi, misalnya mengenai standar biaya. Jika suatu kegiatan telah menghabiskan biaya melebihi biaya standar maka pola kerja unit ini sudah tidak wajar.(6) Dapat menjamin diperlakukannya tindakan korektif, yaitu segera diketahui apa yang salah, dimana terjadinya kesalahan itu, dan siapa yang bertanggung jawab.
Dengan demikian dapat dijelaskan tujuan pengendalian mutu pendidikan keaksaraan adalah:
1. Mempertahankan dan meningkatkan mutu pendidikan keaksaraan dengan menggunakan cara pengendalian mutu yang teratur untuk mendeteksi keadaan yang tidak wajar, bagaimana menangani situasi yang menyimpang, bagaimana menciptakan standar, kriteria dan peraturan dan bagaimana memutukan butir-butir pengendalian.
2. Memperbaiki mutu pendidikan keaksaraan dengan usaha memperbaiki kekurangan dan kelemahan yang ditemukan dalam suatu program kegiatan, sehingga mutu program tersebut dapat sesuai dengan standar mutu yang diinginkan/ditetapkan.
3. Mengembangkan mutu pendidikan keaksaraan secara bertahap sehingga pengendalian mutu akan mendorong menigkatkan serta menjaga program agar lebih bermutu.
Jadi pengendalian bukan hanya untuk mencari kesalahan-kesalahan, tetapi berusaha untuk menghindari terjadinya kesalahan-kesalahan serta memperbaikinya jika terdapat kesalahan-kesalahan. Jadi pengendalian dilakukan sebelum, saat proses, dan setelah proses, yakni hingga hasil akhir diketahui.
Berdasarkan paparan tentang tujuan dari pengendalian mutu , dapat dilihat dari manfaatnya pengendalian mutu pendidikan keaksaraan sangat banyak, sebagaimana telah diuraikan dalam paparan sebelumnya, dapat disimpulkan pengendalian mutu pendidikan keaksaraan bermanfaat untuk mencegah terjadinya kesalahan dalam melaksanakan program dengan cara mengusahakan setiap langkah yang dilaksanakan, setiap sumber daya yang digunakan dan setiap aspek yang terlibat dalam proses pembelajaran dievaluasi secara terus-menerus untuk mencegah terjadinya kesalahan dan juga memperbaiki kesalahan dan kekeliruan.
C. Jenis-Jenis Metode Pengendalian Mutu
Depdikbud (1997:9) menjelaskan empat jenis metode pengendalian, diantaranya (1) Pengendalian Pra Tindakan (Pre Action Control) adalah pengendalian yang dilakukan terhadap sumber daya manusia, alat/bahan belajar dan dana belajar sebelum proses pelaksanaan program dilaksanakan.(2) Pengendalian Kemudi (Steering Control) adalah pengendalian yang dirancang untuk mendeteksi penyimpangan dari standar yang ditetapkan dan memungkinkan tindakan perbaikan diambil sebelum suatu urutan kegiatan tertentu diselesaikan.(3) Pengendalian Penyimpangan atau ya/tidak adalah suatu proses penyaringan aspek dari suatu prosedur yang harus disetujui sebelum kegiatan dapat dilanjutkan.(4) Pengendalian Purna Tindakan (post action control) adalah mengukur hasil-hasil dari suatu tindakan/kegiatan yang telah diselesaikan.
Selanjutnya Hasibuan (2009:242) menjelaskan enam sifat dan waktu pengendalian yang dapat dibedakan atas: (a) Preventive control, adalah pengendalian yang dilakukan sebelum kegiatan dilakukan untuk menghindari terjadinya penyimpangan-penyimpangan dalam pelaksanaannya.(b) Repressive control, adalah pengendalian yang dilakukan setelah terjadi kesalahan dalam pelaksanaannya, dengan maksud agar tidak terjadi pengulangan kesalahan, sehingga hasilnya sesuai dengan yang diinginkan.(c) Pengendalian saat proses dilaksanakan, jika terjadi kesalahan segera diperbaiki. (d) Pengendalian berkala, adalah pengendalian yang dilakukan secara berkala, misalnya perbulan, per semester, dan lain-lain. (e) Pengendalian mendadak (sidak), adalah pengawasan yang dilakukan secara mendadak untuk mengetahui apa pelaksanaan atau peraturan-peraturan yang ada dilaksanakan atau tidak dilaksanakan dengan baik. Pengendaaliaan mendadak ini ini sekali-sekali perlu dilakukan, supaya kedisiplinan karyaawan tetap terjaga baik. (f) Pengamatan melekat (waskat) adalah pengawasan/pengendalian yang dilakukan secara integrative mulai dari sebelum, pada saat, dan sesudah kegiatan dilakukan.
D. Prosedur Pengendalian Mutu
Ada empat langkah proses pengendalian menurut Sukmadinata (2006:45-46), meliputi:(1) Perencanaan, yaitu menyusun tujuan dan standar-standar performansi. Tujuan kegiatan dirumuskan dalam bentuk performansi yang mengandung standar pengukuran untuk menentukan sampai sejauh mana performasi dapat dicapai.(2) Pengukuran performansi nyata. Tugas yang harus dilakukan disini adalah mengukur secara akurat performan nyata yang dicapai. Pengukuran ini harus akurat sehingga dapat diketahui perbedaan antara apa yang akan dicapai dan apa yang diharapkan dapat dicapai atau ideal.(3) Membandingkan performansi hasil pengukuran dengan performansi standar sehingga diperoleh persamaan pengendalian yaitu: kebutuhan akan perbaikan = performansi ideal – performansi actual.(4) Perbaikan, yaitu memperbaiki performansi dan situasi yang dihadap. Ada dua macam situasi yang dihadapi, yaitu situasi problematik karena performansi yang diharapkan berada dibawah yang diinginkan. Situasi kedua adalah situasi oportuniti, yaitu performansi yang dicapai melebihi atau berada diatas standar. Tindakan yang harus diambil adalah mencari penyebab terjadinya situasi yang demikian. Situasi oportuniti berupa tindakanan menjaga atau memelihara agar situasi demikian dapat dipertahankan pada masa yang akan datang.
Selanjutnya Hasibuan (2006:245) menjelaskan proses pengendalian dilakukan secara bertahap melalui langkah-langkah sebagai berikut:(a) Menentukan standar-standar yang akan digunakan sebagai dasar pengendalian.(b) Mengukur pelaksanaan atau hasil yang telah dicapai.(c) Membandingkan pelaksanaan atau hasil dengan standar dan menentukan penyimpangan yang ada.(d) Melakukan tindakan perbaikan, jika terdapat penyimpangan agar pelaksanaan dan tujuan sesuai dengan rencana. Rencana juga perlu dinilai ulang dan dianalisis kembali, apakah sudah benar-benar realistik atau tidak. Jika belum benar atau realistik maka rencana itu harus diperbaiki.
Selanjutnya Hasibuan (2006:245) menjelaskan cara-cara pengendalian dapat dilakukan sebagai berikut:(a) Pengawasan langsung (b) Pengawasan tidak langsung. (c) Pengawasan berdasarkan kekecualian
Depdikbud (1997:10-17) menyempurnakan langkah-langkah pengendalian dengan urutan: (a) Persiapan, dengan membentuk dan melatih gugus kendali mutu (b) Pelaksanaan yang meliputi anggota gugus kendali mutu mempelajari standar mutu program yang ditetapkan secara nasional, membuat dan menguasai standar mutu untuk masing-masing program disesuaikan dengan kondisi wilayah kemampuan dana dan sumber daya manusia. Standar ini merupakan standar mutu yang harus dicapai dalam waktu tertentu, mempelajari dan menguasai prosedur pembuatan percontohan, mengidentifikasi kelemahan yang terdapat pada setiap aspek dalam kegiatan yang sedang berjalan,melaksanakan tindakan pengendalian.(c) Tindak Lanjut, yang meliputi menilai hasil pengendalian, menilai proses pengendalian, mencegah timbulnya kesalahan baru, meningkatkan kemampuan gugus kendali mutu.

E. Efektifitas Pengendalian Mutu
Agar pengendalian mutu pendidikan keaksaraan dapat efektif, maka strategi yang harus digunakan sistem pengendalian yang dapat diandalkan dan efektif mempunyai karakteristik tertentu yang sifatnya relatif. Akan tetapi, sebagian besar dari sistem pengendalian diperkuat oleh ciri-ciri seperti berikut: Pertama, teliti (accurate), informasi yang dihasilkan system pengendalian harus benar. Kedua, berkala (timely), informasi harus diperoleh secara berkala sehingga usaha perbaikan dapat diberikan secara berkala pula. Ketiga, objektif dan komprehensif (objective and comprehensible), sistem pengendalian harus dapat dipahami oleh semua orang yang terlibat dalam sistem ini. Keempat, terfokus pada titik-titik pengendalian yang strategis (focused on strategic control paints), system pengendalian harus difokuskan pada titik-titik sehingga penyimpangan dari standar dapat segera diketahui. Kelima, realistik (economically and organizationally realistic), sistem pengendalian mudah dilakukan sehingga biaya rendah. Keenam, fleksibel (flexible), sistem pengendalian cukup lentur dalam menghadapi hal-hal yang tidak biasa atau menghadapi peristiwa yang tidak diharapkan/diduga. Ketujuh, Preskriptif dan operasional (prescriptive and operational), apabila standar performansi tidak ditemukan, sistem pengendalian akan menunjukkan tindakan apa yang harus dilakukan. Kedelapan, diterima oleh anggota organisasi (acceptable to organizational members), sistem pengendalian harus dapat diterima oleh seluruh staf organisasi. Umar (2009:144-145) dan sukmadinata (2006:45-46)
Sejalan dengan pendapat di atas Depdikdud (1997:4-7) mengemukakan prinsip-prinsip pengendalian, diantaranya. (a) Berkesinambungan yaitu pelaksanaan program berjalan secara berkesinambungan, proses pelaksanaan program dilakukan bertahap, pengendalian mutu tahap pertama menjadi bahan acun untuk tahap berikutnya. (b) Menyeluruh yaitu bagian pengendalian mutu secara menyeluruh, yaitu seluruh program diklusepora meliputi program dikmas, binmud dan keolahragaan, pelaksanaan program tersebut dikaitkan dengan indikator yang ada pada 10 patokan diklusepora.(c) Terpadu yaitu kegiatan pengendalian mutu menjadi tanggungjawab bersama kepala SKB, Pamong Belajar dan kaur Tata Usaha atau unsur lain yang terlibat, kegiatan pengendalian mutu merupakan kegiatan kelompok yang tidak dilakukan oleh perseorangan, keberhasilan pengendalian mutu harus terlihat ada kerjasama dari semua pelaksana yang terlibat, dalam pengendalian mutu prinsip manajemen perlu diterapkan dan harus siap menerima saran dan kritik dari orang lain untuk perbaikan. (d) Memperbaiki dan mengembangkan yaitu bila hasil temuan pengendalian mutu pada tahap persiapan, pelaksanaan dan tindak lanjut, tidak mencapai target maka perlu diperbaikinya sampai tindak lanjut, bila pelaksanaan kegiatan pengendalian mutu pada tahun yang sedang berjalan belum selesai, tetapi dianggap perlu untuk dikembangkan, maka diprogramkan pelaksanaannya pada tahun berikut.(e) Kesesuaian dengan kebutuhan yaitu dalam pengendalian mutu perlu diperhatikan kesesuaian program dengan kebutuhnan warga belajar.
F. Standar Nasional Pendidikan
Pengendalian mutu bertujuan untuk menyakinkan bahwa pelaksanaan program keaksaraan telah memiliki kualitas yang memenuhi/melebihi standar minimal yang telah ditentukan. Untuk melaksanakannya berpedoman kepada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
Selanjutnya Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 63 tahun 2009 Tentang Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan pada pasal 13 ayat (1) menjelaskan bahwa Standar Nasional Pendidikan bagi satuan atau program pendidikan nonformal dirumuskan sedemikian rupa sehingga tidak menghilangkan atau mengurangi keluwesan dan kelenturan pendidikan nonformal dalam melayani pembelajaran peserta didik sesuai dengan kebutuhan, kondisi, problematika yang dihadapi masing-masing peserta didik. Dan peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 49 Tahun 2007 Tentang Standar Pengelolaan Pendidikan Oleh Satuan Pendidikan Nonformal. Oleh sebab itu disamping 8 (delapan) standar minimum yang ditetapkan pemerintah melalui PP. No.19 Tahun 2005, maka untuk pendidikan keaksaraan penulis menambahkan 1 (satu) standar tambahan yang dapat diuraikan sebagai berikut:
(1) Standar isi
Standar isi pendidikan keaksaraan adalah ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi yang dituangkan dalam kriteria tentang kompetensi tamatan, kompetensi bahan kajian, kompetensi mata pelajaran, dan satuan kompetensi keaksaraan yang harus dipenuhi yang harus dipenuhi atau dikuasai oleh peserta didik.
2) Standar Proses
Standar proses pendidikan keaksaraan adalah yang berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran pada kelompok belajar untuk pencapaian standar kompetensi tamatan (proses interaksi peserta didik dengan pendidik)
3) Standar Kompetensi Lulusan
Standar kompetensi lulusan pendidikan keaksaraan adalah kualifikasi kemampuan lulusan pendidikan keaksaraan yang mencakup sikap, pengetahuan dan keterampilan.
4) Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan
Standar pendidik pendidikan keaksaraan adalah kriteria orang yang akan membelajarkan atau orang yang akan memfasilitasi proses belajar serta orang yang akan mengelola/menyelenggarakan kelompok belajar.
5) Standar Sarana dan Prasarana
Standar Sarana dan Prasarana pendidikan keaksaraan adalah standar yang berkaitan dengan fasilitas fisik yang diperlukan untuk penyelenggaraan layanan proses pembelajaran dalam kelompok belajar.
6) Standar Pengelolaan
Standar pengelolaan pendidikan keaksaraan adalah yang berkaitan dengan sistem pengelolaan dan penyelenggaraan pada tingkat satuan kelompok belajar, kabupaten/kota, provinsi, atau nasional yang berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan agar tercapai efisiensi dan efektifitas penyelenggaraan pendidikan.
7) Standar Pembiayaan
Standar pembiayaan pendidikan keaksaraan adalah standar yang mengatur komponen dan besarnya biaya operasi satuan pendidikan yang berlaku selama enam bulan.
8) Standar Penilaian
Standar penilaian pendidikan keaksaraan adalah standar yang berkaitan dengan mekanisme, prosedur, instrumen penilaian, dan hasil belajar peserta didik.
9) Standar Peserta Didik/Warga Belajar
Standar peserta didik pendidikan keaksaraan adalah standar yang berkaitan dengan kriteria calon peserta didik atau sasaran program.










BAB III
PEMBAHASAN
A. Persiapan
Pengendalian mutu pendidikan keaksaraan merupakan suatu kegiatan untuk menjaga agar mutu atau kualitas program pendidikan keaksaraan yang diselenggarakan berjalan sesuai dengan perencanaan yang telah ditentukan. Kegiatan ini sangat penting dan harus dilaksanakan oleh setiap pengelola suatu program kegiatan pelayanan masyarakat yang didalamnya melibatkan unsur-unsur manajemen dengan tujuan untuk peningkatan hasil atau produk.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penyelenggaraan suatu program dimana pengelolaannya secara team work yang terstruktur dalam suatu organisasi, maka mutu atau kualitas yang dihasilkan setiap orang akan menjadi hasil dari kelompok atau organisasi, sehingga adanya kerja kelompok yang melibatkan semua orang dengan tugas dan fungsi masing-masing untuk menciptakan sadar mutu dan hasil yang bermutu menjadi tanggung jawab seluruh anggota yang berada dalam organisasi tersebut.
Berdasarkan hal tersebut di atas, penilik yang diberi tugas sebagai pengendali mutu yang bertanggung jawab mempertahankan mutu, memberikan peringatan seawal mungkin bila terjadi penyimpangan, memperbaiki kekurangan-kekurangan/kesalahan-kesalahan, dan mengembangkan mutu program pendidikan keaksaraan tidak akan dapat berjalan sendiri dan sangat dibutuhkan team work yang dapat bekerja sama sehingga pengendalian mutu yang dilakukan dapat dilakukan dengan hasil yang maksimal. Jadi sebelum pengendalian mutu dilaksanakan kegiatan yang harus dilakukan adalah:


Pertama Pembentukan tim pengendali mutu terpadu yang terdiri dari kepala dinas pendidikan, kepala bidang PLS, Penilik, Kepala UPTD SKB, kepala seksi PLS, TLD/FDI dan Staf bidang PLS yang wajib menyelenggarakan pertemuan koordinasi setiap satu bulan sekali. Tanpa adanya dukungan akan pengendalian mutu dari unsur pimpinan maka akan sulit mewujudkan kondisi sadar mutu pada personil program yang ada di lapangan.
Kedua Melatih penilik tentang kendali mutu dengan cara mengunjungi instansi-instansi yang sudah melaksanakan kegiatan kendali mutu untuk membuka wawasan, menghadiri pertemuan-pertemuan yang membicarakan masalah pengendalian mutu, mempelajari standar nasional pendidikan, mengikuti pelatihan-pelatihan tentang pengendalian mutu, agar terampil melaksanakan tugas yang menjadi tanggung jawabnya
B. Perencanaan Pengendalian Mutu
Perencanaan pengendalian mutu diawali dengan menyusun standar yang berpatokan pada kebijakan pemerintah standar nasional pendidikan dengan mempertimbangkan kondisi masyarakat setempat yang bertujuan untuk memudahkan pengukuran, sehingga kegiatan ini nantinya dapat lebih terarah, teratur dan serta menjadi tujuan yang ditetapkan yaitu menentukan sampai sejauh mana standar dapat dicapai. Contoh sebagaimana yang diuraikan dalam matrik berikut:







1. Standar isi
Standar isi pendidikan keaksaraan adalah ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi yang dituangkan dalam kriteria tentang kompetensi bahan kajian pendidikan keaksaraan yang harus dipenuhi dan dikuasai oleh peserta didik
Tabel 1

RANCANGAN STANDAR ISI
PENGENDALIAN MUTU PENDIDIKAN KEAKSARAAN

No Variabel Indikator Bukti

1.










2.








3.

Kurikulum










Jadwal Belajar








Program
1. Mempedomani Standar Kompetensi Keaksaraan/SKK (tingkat dasar, lanjut dan mandiri
2. Dilakukan pengembangan kurikulum dengan melibatkan peserta didik berdasarkan kebutuhan dan minat peserta didik
3. Bahan belajar berdasarkan konteks lokal
4. Pembelajaran dengan desain lokal
5. Penyusunan kurikulum fungsionalisasi hasil belajar berdasarkan kebutuhan peserta didik

1. Jadwal belajar disusun berdasarkan kesepakatan peserta didik
2. Tatap muka minimal 6 (enam) jam perminggu
3. 1 (satu) jam 60 (enam puluh) menit
4. Frekuwensi pertemuan tatap muka minimal 2 (dua) kali seminggu
5. Memiliki kalender pendidikan yang disosialisasikan

1. Kompetensi membaca berdasarkan kebutuhan dan kemampuan peserta didik
2. Kompetensi menulis berdasarkan kebutuhan dan kemampuan peserta didik
3. Kompetensi berhitung berdasarkan kebutuhan dan kemampuan peserta didik
4. Kompetensi komunikasi bahasa indonesia berdasarkan kebutuhan dan kemampuan peserta didik
5. Standar kompetensi terintegrasi dengan fungsionalisasi hasil belajar

1. Adanya SKK untuk tiga tingkatan
2. Ada hasil pengembangan kurilkulun yang dilengkapi dengan tanda tangan peserta didik
3. Ada materi dengan kontek lokal
4. Ada rancangan pembelajaran
5. Ada kurikulum fungsionalisasi yang
di tanda tangani peserta didik



1. Ada jadwal yang ditanda tangani
Peserta didik
2. Ada daftar hadir peserta didik
3. Ada daftar hadir tutor
4. Ada daftar hadir penyelenggara
5. Ada kalender pendidikan selama
Satu tahap program.


1. Ada hasil penilaian kemampuan membaca dan yang ditanda tangani oleh peserta didik
2. Ada hasil penilaian kemampuan membaca dan yang ditanda tangani oleh peserta didik
3. Ada hasil penilaian kemampuan membaca dan yang ditanda tangani oleh peserta didik
4. Ada hasil penilaian kemampuan membaca dan yang ditanda tangani oleh peserta didik
5. Ada rancangan pembelajaran berdasarkan hasil analisis kemampuan peserta didik yang terintegrasi dengan fungsionalisasi hasil belajar.


2. Standar Proses
Standar proses pendidikan keaksaraan adalah yang berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran pada kelompok belajar untuk pencapaian standar kompetensi tamatan (proses interaksi peserta didik dengan pendidik)
Tabel 2

RANCANGAN STANDAR PROSES
PENGENDALIAN MUTU PENDIDIKAN KEAKSARAAN

No Variabel Indikator Bukti
1.







2.












3.







4.


5. Perencanaan
Pembelajaran






Pelaksanaan
Pembelajaran











3. Penilaian







Pengawasan


Pelaporan
1. Melaksanakan pengalian minat dan kebutuhan peserta didik
2. Melibatkan peserta didik dalam penyusunan rencana
3. Menjelaskan strategi pembelajaran
4. Kesepakatan pembelajaran
5. Penyusunan rencana secara bersama-sama

1. Penataan ruang belajar yang
menyenangkan
2. Diskusi awal untuk membuka pikiran
Peserta didik
3 Pembelajaran menulis berkelompok
4. Pembelajaran membaca
5. Pembelajaran berhitung
6. Pembelajaran berkomunikasi bahasa
Indonesia
7. Pembelajaran terintegrasi
Keterampilan fungsional
8. Mengikuti kaidah-kaidah andragogi

1. Melaksanakan penilaian awal kemampuan membaca
2. Melaksanakan penilaian awal kemampuan menulis
3. Melaksanakan penilaian awal kemampuan berhitung
4. Melaksanakan penilaian proses kemajuan belajar
5. Melaksanakan penilaian akhir

1. Melakukan supervisi
2. Melakukan pengawasan

1. Laporan pelaksanaan pembelajaran
2. Laporan akhir pembelajaran
3. Laporan pelaksanaan program
4. Laporan akhir pelaksanaanprogram
5. Laporan supervisi dan evaluasi
1. Ada daftar minat peserta didik yang
Telah ditandatangani
2. Ada daftar hadir penyusunan rencana pembelajaran
3. Ada surat peryataan kesepakatan
Belajar oleh peserta didik


1. Adanya ruangan yang tertata
2. Ada hasil diskusi
3. Ada pembagian kelompok
4. Ada data hasil menulis
5. Ada data hasil membaca
6. Ada data hasil berhitung
7. Ada panduan berbahasa dan hasil
8. Ada hasil pengintegrasian





1. Ada instrumen dan hasil penilaian awal membaca, menulis, berhitung dan berbahasa
2. Ada instrumen dan hasil penilaian proses
3. Ada instrumen dan hasil penilaian akhir

4. Ada jadwal supervisi suvervisi
Bukti suverpisi
5. Ada Jadwal dan hasil pengawasan
6. Ada laporan proses pembelajaran
7. Ada laporan akhir pembelajaran
8. Ada laporan pelaksanaan program
9. Ada laporan akhir program
10. Ada laporan suvervisi dan pengawasan


3. Standar Kompetensi Lulusan
Standar kompetensi lulusan pendidikan keaksaraan adalah kualifikasi kemampuan lulusan pendidikan keaksaraan yang mencakup sikap, pengetahuan dan keterampilan.

Tabel 3

RANCANGAN STANDAR KOMPETENSI LULUSAN
PENGENDALIAN MUTU PENDIDIKAN KEAKSARAAN

No Variabel Indikator Bukti
1.





2. Dasar





Fungsional 1. Kemampuan membaca
2. Kemampuan menulis
3. Kemampuan berhitung
4. kemampuan berbahasa indonesia


1.Kemampuan Aktualisasi diri
2. kemampuan bersosialisasi
3.Kemampuan peningkatan kualitas diri
4. Kewirausahaan
1. Ada dokumen kriteria ketuntasan
2. Ada laporan realisasi rencana belajar
3. Ada data minimal 80% peserta didik dinyatakan bebas buta aksara

2. Ada data minimal 75% peserta didik memiliki keterampilan usaha
3. Ada data minimal 25% peserta didik berusaha mandiri atau kelompok.














4. Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan
Standar pendidik pendidikan keaksaraan adalah kriteria orang yang akan membelajarkan atau orang yang akan memfasilitasi proses belajar serta orang yang akan mengelola/menyelenggarakan kelompok belajar.

Tabel 4

RANCANGAN STANDAR PENDIDIK DAN KEPENDIDIKAN
PENGENDALIAN MUTU PENDIDIKAN KEAKSARAAN

No Variabel Indikator Bukti
1.














2.

a.










b. Pendidik














Tenaga
Kependidikan
Perorangan










Lembaga 1. Sehat jasmani dan rohani
2. Minimal kualifikasi SMA
3. Minimal kualifikasi SMA + keguruan
4. Non sekolah formal +keahlian
istimewa
5. Dekat dengan lokasi kejar
6. Mampu melaksanakan tutorial
7. Mampu mengelola proses
8. Mampu menerapkan metode
Partisipatif
9. Mampu menjalin kemitraan
10. Memiliki komitmen terhadap tugas
11. Telah mengikuti pelatihan tutor
12. Jumlah 1 orang



1. Pendidikan minimal SLTA
2. Pengalaman minimal 2 tahun
3. Aktif di LSM/organisassi masyarakat
4. Mampu dalam pengadministrasian
5. Mampu menyediakan sarpras
6. Tidak terlibat tindakan kriminal
7. Mampu mengelola kelompok dengan
jumlah minimal 10 orang
8. Jumlah 1 orang
9. memiliki jaringan kerja dan kemitraan

1. Memiliki akte/badan hukum/AD-
ART
2. Pengalaman minimal 3 tahun
3. Memiliki data sasaran
4. Memiliki sarana dan prasarana
5. Memiliki tenaga tutor dan
administrasi
6. Memilliki jaringan kerja/kemitraan
7. Mampu mengelola secara kelompok
Dengan jumlah minimal 10 orang 1. Dapat menunjukkan sikap yang
wajar/normal
2. Ada dokumen tentang pendidikan (ijazah) dan sertifikat pendukung.
3. Mendapat pengakuan kemampuan memiliki kemampuan khusus dari lingkungan.
4. Ada foto copi ktp
5. Ada jadwal tutorial
6. Ada perencanaan pembelajaran
7. Ada rancangan metode partisipatif
8. daftar hadir lengkap
8. Memiliki SK keaktifan di LSM
9. Ada data lembaga kerja sama
10. Ada sertifikat pelatihan tutor


1. Ada dokumen tentang pendidikan
Berupa ijazah dan sertifikat
2. Laporan sukses strory
3. Memiliki peta sasaran program dan
Lokasi belajar
4. Ada sarana dan prasarana
5. Ada kelengkapan Administrasi
6. Buku induk terisi lengkap
7. Ada laporan program yang meliputi
8. standar nasional pendidikan

1. Dapat menunjukkan Akte notaris,
Dan ad-art
2. Ada laporan sukses story
3. Ada peta dan data sasaran
4. Tersedia saspras
5. Ada daftar hadir tutor dan admnya
6. Ada akad kerja sama dengan mitra
7. Ada buku induk



5. Standar Sarana dan Prasarana
Standar Sarana dan Prasarana pendidikan keaksaraan adalah standar yang berkaitan dengan fasilitas fisik yang diperlukan untuk penyelenggaraan layanan proses pembelajaran dalam kelompok belajar.
Tabel 5

RANCANGAN STANDAR SARANA DAN PRASARANA
PENGENDALIAN MUTU PENDIDIKAN KEAKSARAAN

No Indikator Bukti Bukti
1.


2.

3.



4.



5.


Tempat


Alat dan
Kelengkapan


Administrasi



bahan
1. Lokasi mudah dijangkau
2. Ruangan belajar sesuai kebutuhan

1. Tersedia papan tulis
2. Tersedia alat tulis
3. Tersedia papan nama kelompok
4. Meja kursi lengkap

5. Kelengkapan administrasi peserta didik
2. Kelengkapan administrasi tutor
3. Kelengkapan administrasi kelompok

1. Ratio modul 1:1
2. Minimal ada 2 jenis bahan belajar
Yang dibuat oleh peserta didik
3. Minimal ada satu set alat
keterampilan 1. Ada peta lokasi
2. Ada alamat lengkap
3. Ada ruang belajar
4. Ada daftar peralatan, mobiler dan
Kelengkapannya.



5. Ada buku administrasi lengkap
6. Ada buku panduan tutor



7. terpenuhi kebutuhan modul
8. Ada bahan pelengkap
9. Ada alat praktek keterampilan











6. Standar Pengelolaan
Standar pengelolaan pendidikan keaksaraan adalah yang berkaitan dengan sistem pengelolaan dan penyelenggaraan pada tingkat satuan kelompok belajar, kabupaten/kota, provinsi, atau nasional yang berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan agar tercapai efisiensi dan efektifitas penyelenggaraan pendidikan.

Tabel 6

RANCANGAN STANDAR PENGELOLAAN
PENGENDALIAN MUTU PENDIDIKAN KEAKSARAAN

No Variabel Indikator Bukti
1.






2.











3.


4. Perencanaan






Pelaksanaan
rencana kerja










Kepemimpinan


Sistem informasi
Dan manajemen 1. adanya visi dan misi yang mudah
dipahami dan disosialisasikan
2. adanya tujuan yang mudah dipahami
dan disosialisasikan.
3. Memiliki rencana kerja


1. Memiliki pedoman yang mengatur
Pengelolaan
2. Melaksanakan kegiatan sesuai
Perencanaan
3. melaksanakan pendayagunaan pendidik
4. Mengelola sarana dan prasarana
5. Menciptakan suasana yang kondusif
6. Melibatkan masyarakat dan kemitraan
7. Memiliki program pengawasan
8. Melakukan evaluasi diri
9. Melakukan evaluasi kinerja

1. ada kriteria untuk jadi pengelola
2. Ada struktur organisasi dan
pembagian tugas yang jelas

1. Memililiki sistem informasi
2. Memiliki alat pendukung administrasi 1. Ada dokumen tertulis visi, misi, tujian dan rencana kerja

2. Dipampang jelas dan mudah dibaca



3. Adanya pedoman pengelolaam yang meliputi SKK, kalender akademik, stuktur organisasi, pendayaagunaan pendidik, peraturan akademik, tata tertib, kode etik, biaya operasionaal.
4. Adanya bagan struktur organisasi
5. Ada dokumen laporan evaluasi
Diri lembaga dan kinerja pendidik




5. Ada persyaratan pengelola
6. Ada bagan organisasi yaang dipampangkan dengan jelas

7. Ada layanan informasi
8. Ada perangkaat komputer





7. Standar Pembiayaan
Standar pembiayaan pendidikan keaksaraan adalah standar yang mengatur komponen dan besarnya biaya operasi satuan pendidikan yang berlaku selama enam bulan.

Tabel 7

RANCANGAN STANDAR PEMBIAYAAN
PENGENDALIAN MUTU PENDIDIKAN KEAKSARAAN

No Variabel Indikator Bukti
1.

2.


3.



4. Rencana

Sumber
Penerimaan

akuntabilitas



Pertanggung
jawaban Memiliki RAB untuk satu kegiatan

Mengoptimalkan sumber penerimaan


1. Memilki dokumen pembukuan lengkap
2. Mengelola keuangan berdasarkan
Ketentuan

Setiap transaksi dapat dipertanggung
jawabkan 1. Ada RAB yang dipedomani
2. Ada data tetang sumber dana
3. Ada pembukuan keuangan
4. Ada data rincian pengunaan dana
5. Ada data penerimaan tutor
6. Ada kwitansi pembayaran
7. Ada laporan keuangan















8. Standar Penilaian
Standar penilaian pendidikan keaksaraan adalah standar yang berkaitan dengan mekanisme, prosedur, instrumen penilaian, dan hasil belajar peserta didik.

Tabel 8

RANCANGAN STANDAR PENILAIAN
PENGENDALIAN MUTU PENDIDIKAN KEAKSARAAN

No Variabel Indikator Bukti
1.


2.


3.




4.




5. Rancangan


Jadwal penilaian

Metode




Laporan Penilaian



Penghargaan

Disusun dengan melibatkan peserta
Didik

Penilaian dilakukan dari awal sampai
Akhir

1. Fariasi metode penilaian
2. Penilaian untuk perbaikan
3. Penilaian dilakukan secara menyelu-
Ruh, objektif dan berkelanjutan.

1. Ada laporan penilaiaan
2. Pemberikan SUKMA kepada peserta
Yang telah memenuhi standar
kompetensi

1. Penghargaan bagi yang berprestasi
2. Mengikuti ajang kompetisi
1. Ada rancangan penilaian yang ditanda tangani peserta didik
2. Ada jadwal penilaian



3. Ada hasil penilaian
4. Ada jadwal remedial



1. Ada laporan penilaian
2. Ada tanda terima SUKMA



1. Ada data peserta didik yang berprestasi
2. Ada sertifikat mengikuti lomba











9. Standar Peserta Didik/Warga Belajar
Standar peserta didik pendidikan keaksaraan adalah standar yang berkaitan dengan kriteria calon peserta didik atau sasaran program.

Tabel 9

RANCANGAN STANDAR PESERTA DIDIK
PENGENDALIAN MUTU PENDIDIKAN KEAKSARAAN

No Variabel Indikator Bukti
1.



2.


3.


Usia



Pendidikan


Regrutmen



1. Usia 15 -24 tahun prioritas 1
2. Usia 25-44 tahun prioritas II
3. Usia > 45 tahun keatas prioritas III

1. Buta huruf murni minimal 70%
2.D.O. SD kelas I.II dan III

Penerimaan peserta didik dilakukan secara objektif, transparan, tanpa diskriminasiGender, agama, etnis, status sosial, kemampuan ekonomi. 1. Ada dokumen data/daftar warga belajar lengkap dengan biodata diri, ada foto, alamat dan foto copy ktp
2. Ada surat pernyataan kesediaan mengikuti program yang ditanda tangaani atau cap jari.











C. Pelaksanaan Pengendalian Mutu Pendidikan Keaksaraan
1. Pengendalian sebelum pelaksanaan program
Sebelum dilaksanakan program pendidikan keaksaraan, sangat dibutuhkan pengendalian yang dilakukan sebelum kegiatan dilakukan untuk menghindari terjadinya penyimpangan-penyimpangan dalam pelaksanaannya. Berdasarkan hasil analisis terhadap program pendidikan keaksaraan selama ini, pendidikan keaksaraan berpotensi terjadi penyimpangan sebelum program dilaksanakan, yaitu sulitnya mendapatkan data buta aksara yang akurat sehingga akan member peluang bagi penyelenggara untuk meakukan kesalahan regruitmen peserta didik, kesalahan persepsi tujuan pendidikan keaksaraan dan permasalahan kultur lokal masyarakat.
Berbagai pertimbangan mengenai respon masyarakat kita terhadap pendidikan keaksaraan, peran serta masyarakat merupakan pendukung utama dalam penyelenggaraan pendidikan keaksaraan. Hal ini mengandung pengertian upaya terus mengoptimalkan peran serta masyarakat dalam mengembangkan segala potensi yang dimilki oleh masyarakat yang didukung keterlibatan penuh masyarakat dalam pengambilan keputusan.
Masalah pengerakan peran serta masyarakat sebenarnya bukan merupakan masalah yang mudah, apalagi ditunjang dengan tingkat kesadaran sebagian masyarakat akan pentingnya kemelekaksaraan masih rendah. Peningkatan pengerakan peran serta masyarakat harus dilakukan dengan tepat melalui sosialisasi yang tepat pula.
Untuk itu, kiranya dapat dipahami bahwa pemerintah (dinas pendidikan) harus menjadi penendang bola pertama dalam program pemberantasan buta aksara. Tindakan pertama adalah mengkodisikan pendidikan keaksaraan dengan kegiatan yang sederhana namun efektif, kedua adalah mengubah sikap masyarakat terhadap pendidikan keaksaraan yang kurang menguntungkan. Ketiga adalah mengugah kesadaran masyarakat, dari kekurangtahuan dan kekurangpedulian terhadap pemberantasan buta aksara melalui pendidikan keaksaraan menjadi pemahaman tentang seluk beluk, penyelenggaraan dan tindaklanjutnya; kesadaran tentang dampak buta aksara yang perlu dituntaskan, serta kepedulian bahwa pemberantasan buta aksara adalah suatu masalah yang memerlukan tanggung jawab dan tindakan bersama. Prakondisi ini harus terlebih dahulu diciptakan sebelum terwujud kondisi dimana masyarakat ikut terlibat aktif dalam kegiatan pendidikan keaksaraan.
Upaya penggerakan peran serta masyarakat perlu diawali dengan penggalangan komitmen bersama tentang pemberantasan buta aksara sebagai masalah bersama antara pemerintah dan lembaga-lembaga yang ada di masyarakat serta tokoh-tokoh masyarakat, mulai dari pimpinan kelurahan/nagari, KAN. MUI, PKK, Bundo kanduang, tokoh-tokoh agama, pemuka masyarakat, intelektual, pemilik media massa/pengelola akses informasi, pekerja sosial, pengusaha, atau tokoh-tokoh masyarakat lain yang dapat diharapkan keterlibatannya sebagai inti pengerakan peran serta masyarakat.
Di dalam sistem pendidikan nasional tegas dinyatakan bahwa masyarakat berkewajiban memberikan dukungan sumber daya dalam penyelenggaraan pendidikan. Sementara masyarakat disini dapat berperan sebagai referensi mengenai komunitas-komunitas tertutup yang kadang-kadang tidak diketahui oleh pemerintah. Untuk itu pilihan strategi yang dapat dilakukan, diantaranya:
a. ”Pembanjiran” Informasi Seluas-Luasnya Kepada Seluruh Masyarakat dalam rangka perluasan jangkauan kemitraan.
Kita menyadari bahwa salah satu titik lemah pendidikan keaksaraan adalah kurangnya informasi yang diterima oleh masyarakat. Karena itu penyebaran informasi mengenai pendidikan keaksaraan seluas-luasnya dan seefektif mungkin untuk mengubah persepsi dan perilaku masyarakat merupakan hal pertama yang harus dikerjakan. Seluruh kutup informasi harus dibuka lebar kepada masyarakat, baik melalui penyuluhan khusus atau ditumpangkan pada penyuluhan lainnya dan media cetak maupun elektronik. Tentu saja perlu dipikirkan metode dan strategi komunikasi massa yang efektif agar ’social marketing” mengenai pemberantasan buta aksara ini dapat menembus semua strata sosial.
Informasi yang diberikan kepada masyarakat dapat disesuaikan dengan ”selera” masyarakat setempat, tidak kaku, transparan serta menggunakan bahasa masyarakat tersebut. Informasi penting tentang pendidikan keaksaraan yang perlu diketahui masyarakat adalah:
1) Program pendidikan keaksaraan dalam upaya penuntasan buta aksara merupakan tanggung jawab bersama
2) Pengertian pendidikan keaksaraan itu sendiri, sasaran, tujuan dan tindak lanjutnya.
Fokus informasi pendidikan keaksaraan dapat dipusatkan pada informasi tentang sasaran pendidikan keaksaraan, dimana sulitnya mendapatkan data yang akurat tentang masyarakat buta aksara dan sulitnya melakukan pendataan terhadap masyarakat buta aksara.
Masih ada anggapan di kalangan sebagian masyarakat kita, terutama pada strata sosial ekonomi menegah ke bawah, bahwa buta aksara bukan suatu penyakit atau beban bagi pribadi dan keluarga serta lingkungan, merasa malu mengakui buta huruf, dan tidak siap di cap ”bodoh” oleh lingkungan.
”Pembanjiran” informasi pendidikan keaksaraan ini harus dilakukan secara periodik, sampai kita yakin bahwa mata masyarakat sudah terbuka lebar.
b. Keluarga Sebagai Inti Penggerakan Peran Serta Masyarakat
Taktik ”pembanjiran” informasi masyarakat dengan informasi pendidikan keaksaraan ini diharapkan dapat menciptakan pra kondisi masyarakat yang sadar akan pentingnya arti keaksaraan. Tahap berikutnya, kita dapat menjadikan setiap keluarga menjadi tulang punggung dalam upaya penggerakan peran serta masyarakat terutama dalam upaya pemunculan sasaran yang berasal dari masing-masing keluarga yang dapat dijadikan basis pendataan dan pemotivasian sasaran dapat lahir dengan sendirinya di tengah masyarakat.
Selanjutnya memberikan dukungan kepada keluarga yang memiliki sasaran anggota buta aksara dengan cara mengunjungi rumah mereka, kemudian memberikan informasi kepada anggota keluarga yang melak aksara melalui institusi masyarakat, menggunakan jalur media massa maupun media alternatif lainnya untuk mengkomuikasikan pentingnya pemberantasan buta aksara.
c. Sosialisasi standar pendidikan keaksaraan untuk menbuat komitmen bersama
Sosialisasi standar dilakukan untuk membantu penyelenggara, pendidik dan peserta didik memahami dan menyesuaikan diri serta mengetahui tanggungjawab dan peran mereka masing-masing dalam kelompok sekaligus untuk menekankan keikutsertaan masing-masingnya dalam proses pembelajaran.
Proses sosialisasi ini disadari atau tidak akan memberi manfaat besar dalam proses belajar bersama dalam kelompok. Apabila hal ini tidak dilakukan maka yang akan terjadi adalah keragu-raguan dalam bertindak dan kurangnya kerjasama dan partisipasi aktif terutama dari peserta didik.
Sosialisasi ini juga diberikan kepada masyarakat dan keluarga sasaran, karena pencapaian standar juga perlu dukungan masyarakat dan keluarga sehingga program pendidikan keaksaraan diharapkan dapat menjadi sebuah kebutuhan esensial, yang akhirnya dapat menjadi sebuah gerakan masyarakat yang bersifat nasional. Dan yang terpenting adalah menjaga keberlangsungan program pendidikan keaksaraan, sehingga tidak hanya menjadi ”pilot Project” atau sekedar program selesai dapat selesai tepat waktu program. Ini merupakan tantangan bagi masyarakat dan pemerintah setempat.
3. Pengendalian Pelaksanaan Program
a. Mengidentifikasi dan mengukur kelemahan yang terdapat pada setiap aspek dalam kegiatan yang sedang berjalan.
Kegiatan ini dilakukan dengan memonitor dan mencatat semua variabel dari aspek pendidikan keaksaraan dan selanjutnya membandingkan kondisi variabel-variabel yang ada sekarang dengan standar mutu yang telah dibuat sendiri oleh tim kendali mutu dengan cara menggunakan format sebagai berikut:
Petunjuk pengisian:
1. Kolom 1 diisi dengan nomor urutan
2. Kolom 2 diisi dengan standar yang telah ditetapkan
3. Kolom 3 diisi dengan hasil temuan nyata di lapangan
4. Kolom 4 diisi dengan tanda cek (V) jika hasil pengendalian ada kesesuaian dengan standar kegiatan tersebut
5. Kolom 5 diisi dengan tanda cek (V) jika hasil pengendalian tidak ada kesesuaian dengan standar kegiatan tersebut.
6. Kolom 6 Penilaian kesesuaian : Bubuhkanlah tanda silang pada kolom nilai 1,2,3, 4 dan 5 sesuai dengan keadaan kelompok belajar yang sedang dimonitoring, ketentuan nilai adalah sebagai berikut :
Nilai 1 = Sangat kurang
Nilai 2 = Kurang
Nilai 3 = Cukup
Nilai 4 = Baik
Nilai 5 = Sangat baik


Tabel 10

IDENTIFIKASI PENYIMPANGAN STANDAR ISI
PENDIDIKAN KEAKSARAAN

No Standar
Kondisi Sekarang
Kesesuaian Penilaian kesesuaian
Ya Tidak KS K C B BS
1 2 3 4 5 6
1. Kurikulum mencakup lingkup materi yang mengacu kepada Standar Kompetensi keaksaraan (SKK) dan dikembangkan berdasarkan tingkat keaksaraan dasar, lanjut dan mandiri 1 2 3 4 5
2. Pengembangan kurikulum melibatkan peserta didik sesuai dengan kebutuhan yang dialikasikan dalam membuat rencana belajar berdasarkan minat peserta didik 1 2 3 4 5
3. Konteks lokal, mengembangkan program pembelajaran yang bermutu dan relevan dengan mengali bahan belajar dari konteks lokal yang bermanfaat bagi kehidupan peserta didik sehari-hari. 1 2 3 4 5
4. Desain lokal, unsur-unsur pokok penyajian pembelajaran dirancang sesuai dengan situasi, kondisi, dan potensi lokal 1 2 3 4 5
5. Penyusunan kurikulum fungsionalisasi hasil belajar, 1 2 3 4 5
6. Merancang jadwal pertemuan secara berdiversifikasi. 1 2 3 4 5
7. Melaksanakan pertemuan Tatap muka minimal 6(enam) jam perminggu
1 2 3 4 5
8. Alokasi waktu 1 (satu) jam tatap muka 60 menit 1 2 3 4 5
9. Memiliki kalender pendidikan selama 6 bulan yang disosialisasikan kepada semua peserta didik 1 2 3 4 5
10. Melaksanakan pertemuan tatap muka minimal 2 (dua) kali seminggu 1 2 3 4 5
11. Standar kompetensi membaca ditetapkan berdasarkan pertimbangan kebutuhan peserta didik dan taraf hidupnya. 1 2 3 4 5
12. Standar kompetensi menulis ditetapkan berdasarkan pertimbangan kebutuhan peserta didik. 1 2 3 4 5
13. Standar kompetensi berhitung ditetapkan berdasarkan pertimbangan kebutuhan peserta didik 1 2 3 4 5
14. Standar kompetensi berkomunikasi mengunakan bahasa indonesia ditetapkan berdasarkan pertimbangan kebutuhan warga belajar 1 2 3 4 5
15. Aplikasi fungsionalisasi hasil belajar pada setiap standar kompetensi 1 2 3 4 5




Nilai Total
Jumlah rata-rata standar isi : _________________________ =
Jumlah komponen yang dinilai




Tabel 11

IDENTIFIKASI PENYIMPANGAN STANDAR PROSES
PENDIDIKAN KEAKSARAAN



No Standar Kondisi
sekarang Kesesuaian Penilaian Kesesuaian
Ya Tidak KS K C B BS
1 2 3 4 5 6
A. Penyusunan rencana pembelajaran 1 2 3 4 5
1. Sebelum membuat rencana pembelajaran, tutor mengali minat dan kebutuhan peserta didik. 1 2 3 4 5
2. Membantu peserta didik untuk menyusun rencana pembelajaran 1 2 3 4 5
3. Menjelaskan strategi kegiatan pembelajaran 1 2 3 4 5
4. Membuat kesepakatan pembelajaran 1 2 3 4 5
5. Menyusun rencana pembelajaran dengan lengkap secara bersama-sama 1 2 3 4 5
6. Pelaksanaan kegiatan pembelajaran 1 2 3 4 5
7. Pendidik melakukan penataan ruang belajar 1 2 3 4 5
8. Kegiatan diskusi untuk membuka pikiran 1 2 3 4 5
9. Pembelajaran menulis dengan pembentukan kelompok menulis 1 2 3 4 5
10. Pembelajaran membaca kepada peserta didik disesuaikan dengan tingkat kemampuan 1 2 3 4 5
11. Pembelajaran berhitung dengan mengamati kegiatan berhitung yang ada dan digunakan oleh masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. 1 2 3 4 5
12. Setiap pembelajaran disamping pengunaan bahasa ibu dilengkapi dengan kemampuan pengunaan bahasa indonesia 1 2 3 4 5
13. Pembelajaran keterampilan fungsional diarahkan pada pemberian keterampilan yang bersifat ekonomi produktif dan keterampilan sosial. 1 2 3 4 5
14. Mengikuti kaidah-kaidah pendidikan orang dewasa
a. Pembelajaran harus berorientasi pada pemecahan masalah lingkungan
b. Pembelajaran harus berbasis pada pengalaman pribadi warga belajar
c. Pembelajaran harus memberikan pengalaman yang bermakna bagi warga relajar agar lebih diminati
d. Metode pembelajaran perlu mempertimbangkan mental dan karakteristik fisik warga belajar.
e. Penguatan harus bersifat positif dan meningkatkan motivasi relajar bagi warga relajar
f. Warga belajar harus mendapat umpan balik terhadap dirinya tentang pencapaian hasil relajar masing-masing individu.
g. Tujuan pembelajaran harus ditetapkan dan disetujui oleh warga belajar melalui kontrak belajar.
h. Proses pembelajaran harus memperhatikan latar belakang pendidikan, keragaman, dan perbedaan karakter dari tiap-tiap warga belajar. 1 2 3 4 5
B Penilaian 1 2 3 4 5
1. Penilaian kemampuan awal menulis 1 2 3 4 5
2. Penilaian kemampuan awal membaca 1 2 3 4 5
3. Penilaian kemampuan awal berhitung 1 2 3 4 5
4. Menilai proses kemajuan belajar 1 2 3 4 5
5. Penilaian akhir 1 2 3 4 5
6. Pengawasan 1 2 3 4 5
7. Pihak terkait melakukan supervisi 1 2 3 4 5
8. Pihak terkait melakukan evaluasi 1 2 3 4 5
9. Laporan 1 2 3 4 5
10. Tutor memberikan laporan pelaksanaan kegiatan pembelajaran 1 2 3 4 5
11. Tutor memberikan laporan akhir kegiatan pembelajaran 1 2 3 4 5
12. Penyelenggara memberikan laporan pelaksanaan program kepada pihak terkait. 1 2 3 4 5
13. Penyelenggara memberikan laporan akhir pelaksanaan program kepada pihak terkait. 1 2 3 4 5
14. Ada jadwal supervisi
Ada hasil evaluasi 1 2 3 4 5




Nilai Total
Jumlah rata-rata standar proses : _________________________ =
Jumlah komponen yang dinilai




















Tabel 12

IDENTIFIKASI PENYIMPANGAN STANDAR KOMPETENSI LULUSAN
PENDIDIKAN KEAKSARAAN

Indikator Kondisi
sekarang Kesesuaian Penilaian Kesesuaian
Ya Tidak KS K C B BS
1 2 3 4 5 6
1. Memiliki kemampuan baca-tulis-hitung dan berbahasa indonesia dan mengembangkan kemampuan fungsional yang dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari. 1 2 3 4 5
2. Kemampuan fungsional untuk membantu anak-anaknya 1 2 3 4 5
3. Kemampuan fungsional untuk aktualisasi diri seperti membaca buku hiburan sederhana (jenis: petualangan, misteri, roman, sejarah, buku-buku tentang masyarakat), membaca buku-buku untuk mendapatkan informasi (kisah nyata, pekerjaan, anak-anak, kesehatan, agama, hobby, hiburan, dan lain-lain), dan menulis untuk keperluan diri sendiri (catatan harian, pengalaman diri, nasehat, pendapat, laporan, riwayat hidup, cerita, sajak, syair lagu, dan lain-lain)
1 2 3 4 5
4. Kemampuan fungsional berkaitan dengan pekerjaan warga belajar seperti memanfaatkan bahan bacaan untuk menemukan pekerjaan yang diminati, memanfaatkan bahan bacaan untuk meningkatkan pekerjaannya, atau untuk membuka usaha, membaca dan menulis catatan-catatan atau surat dari dan atau kerelasi kerja secara sederhana dan membaca atau menulis hal-hal tentang pekerjaannya. 1 2 3 4 5
5. Kemampuan fungsional berkaitan dengan sosial kemasyarakatan seperti membuat permohonan KTP, membaca persetujuan/kontrak, permohonan kartu perpustakaan, ikut serta dalam pertemuan masyarakat/pertemuan agama, ikut serta dalam kelompok untuk memecahkan masalah, membuat pengumuman/undangan/selebaran, mengikuti pemilu. 1 2 3 4 5
6. Kemampuan fungsional berkaitan dengan pendidikan seperti menghadiri penyuluhan, menghadiri pertemuan guna mempelajari sesuatu yang baru (hobby, peningkatan diri), dan mengikuti pertemuan sehubungan dengan pekerjaan. 1 2 3 4 5
7. Kemampuan fungsional berkaitan dengan pengelolaan kelompok belajar seperti membuat rencana dan kesepakatan belajar, menulis catatan harian tentang kegiatan yang dilakukan, membuat pembukuan dan mengelola dana belajar, membaca bahan bacaan lain yang diperlukan, menulis laporan sederhana, membuat rencana dan melaksanakan kegiatan belajar bersama, mengikuti program KBU/Life skill, membaca buku-buku yang tersedia di TBM, menulis usulan sederhana untuk memperoleh dana, bahan atau sumber dari instansi, menulis berbagai formulir sederhana seperti membuka rekening dibank, mengirim uang melalui kantor pos dan melaksanakan kegiatan-kegiatan usaha sederhana. 1 2 3 4 5
8. Kemampuan berhitung minimal yang harus dikuasai seperti menghitung pengeluaran sehari-hari, mengenal symbol tanda hitung (+, - , : , dan x), menghitung dengan simbol (+, -), mengenal dan mengunakan symbol (x, :), mengenal ukuran berat dan panjang. 1 2 3 4 5
9. Kemampuan berhitung fungsional berkaitan dengan kehidupan sehari-hari seperti mengisi kuitansi, membuat daftar belanja, membuat daftar harga, menghitung keuntungan, membuat pembukuan sederhana, mengukur takaran minyak, beras dan sebagainya, mengukur panjang kayu, meja, lebar pintu dan sebagainya, menimbang barang dagangan, membuat pembukuan kegiatan kelompok, membuat pembukuan usahanya sendiri dan menghitung bunga bank. 1 2 3 4 5
10. Kemampuan kewirausahaan 1 2 3 4 5





Nilai Total
Jumlah rata-rata standar kompetensi lulusan : _________________________ =
Jumlah komponen yang dinilai






Tabel 13

IDENTIFIKASI PENYIMPANGAN STANDAR PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN PENDIDIKAN KEAKSARAAN



No Standar Kondisi
sekarang Kesesuaian Penilaian Kesesuaian
Ya Tidak SK K C B SB
1 2 3 4 5 6
1 Pendidik (tutor)
1 2 3 4 5
2 Memiliki kelayakan fisik dan mental (sehat jasmani dan rohani) 1 2 3 4 5
3 Berpendidikan minimal SLTA, diprioritaskan dengan latar belakang pendidik 1 2 3 4 5
4 Seseorang yang tidak memiliki ijazah dari pendidikan formal tetapi memiliki kemampuan khusus yang diakui dan diperlukan dapat menjadi tutor setelah melalui uji kelayakan dan kesetaraan. 1 2 3 4 5
5 Diutamakan bertempat tinggal di lokasi kegiatan belajar yang dilaksanakan (berasal dari daerah setempat) 1 2 3 4 5
6 Mampu melaksanakan tutorial 1 2 3 4 5
Mampu mengelola proses pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan belajar warga belajar dan menguasai substansi materi yang akan diajarkan 1 2 3 4 5
7 Mampu mengembangkan metode pembelajaran partisipatif yang mengacu kepada SKK dengan melibatkan peserta didik. 1 2 3 4 5
8 Mampu memfasilitasi kelompok belajar untuk mengadakan jaringan kerja lokal dengan berbagai instansi terkait dan lembaga mitra 1 2 3 4 5
9 Memiliki komitmen tinggi terhadap tugas dan kewajibannya sebagai tutor. 1 2 3 4 5
10 Telah mengikuti pelatihan tutor 1 2 3 4 5
11 Jumlah 1 orang 1 2 3 4 5
12 Tenaga Kependidikan (penyelenggara) 1 2 3 4 5
13 Perorangan 1 2 3 4 5
14 Pendidikan pengelola minimal SLTA/sederajat 1 2 3 4 5
15 Memiliki pengalaman dalam kegiatan pendidikan minimal 2 tahun 1 2 3 4 5
16 Berasal dari LSM/organisasi masyarakat 1 2 3 4 5
17 Mampu melaksanakan tugas administrasi 1 2 3 4 5
18 Mampu menyediakan sarana dan prasarana 1 2 3 4 5
19 Tidak terlibat tindakan kriminal 1 2 3 4 5
20 Menyelenggarakan program pembelajaran secara berkelompok, setiap kelompok minimal 10 orang peserta didik. 1 2 3 4 5
21 Jumlah 1 orang untuk penyelenggara 1 2 3 4 5
22 Menjalin kerja sama dengan lembaga kemitraan yang terkait. 1 2 3 4 5
23 Lembaga 1 2 3 4 5
24 Memiliki akte/badan hukum/anggaran dasar dan anggaran rumah tangga 1 2 3 4 5
25 Memiliki pengalaman mengelola kegiatan pendidikan minimal 3 tahun 1 2 3 4 5
26 Memiliki data warga masyarakat yang buta aksara 1 2 3 4 5
27 Memiliki sarana dan prasarana belajar 1 2 3 4 5
28 Memiliki tenaga tutor dan tenaga administrasi 1 2 3 4 5
29 Memiliki jaringan kerja dengan lembaga lain 1 2 3 4 5
30 Menyelenggarakan program pembelajaran secara berkelompok, setiap kelompok minimal 10 orang peserta didik. 1 2 3 4 5
31 Jumlah 1 orang untuk penyelenggara 1 2 3 4 5


Nilai Total
Jumlah rata-rata standar PTK : _________________________ =
Jumlah komponen yang dinil
Tabel 14

IDENTIFIKASI PENYIMPANGAN SARANA DAN PRASARANA
PENDIDIKAN KEAKSARAAN

No Standar Kondisi
sekarang Kesesuaian Penilaian Kesesuaian
Ya Tidak SK K C B SB
1 2 3 4 5 6
1. Lokasi mudah dijangkau 1 2 3 4 5
2. Memiliki tempat/ruang belajar yang cukup untuk menunjang proses belajar yang teratur dan berkelanjutan sesuai dengan jumlah warga belajar dan kesepakatan warga belajar. 1 2 3 4 5
3. a. Memiliki papan tulis
b. alat-alat tulis
c. papan nama kelompok belajar
d. Meja kursi lengkap 1 2 3 4 5
4. Memiliki sarana administrasi meliputi:
a. daftar hadir warga belajar
b. daftar hadir tutor
c. buku tamu
d. Buku induk warga belajar
e. Buku rencana pembelajaran
f. Jadwal belajar/pertemuan
g. buku laporan kemajuan warga belajar
h. Daftar inventaris barang kelompok belajar
i. Buku harian untuk konsultasi antara peserta didik dan tutor
j. Buku harian untuk menulis laporan kemajuan peserta didik 1 2 3 4 5
5.
Ada buku pedoman tutor 1 2 3 4 5
6. Bahan belajar
a. Terdapat bahan belajar pokok dengan ratio peserta didik:modul =1:1 set
b. Minimal ada 2 bahan belajar pelengkap yang dibuat oleh tutor dan peserta didik 1 2 3 4 5
7. Minimal ada 1 set bahan/alat keterampilan 1 2 3 4 5


Nilai Total
Jumlah rata-rata standar Saspras : _________________________ =
Jumlah komponen yang dinilai

Tabel 15
IDENTIFIKASI PENYIMPANGAN STANDAR PENGELOLAAN
PENDIDIKAN KEAKSARAAN

No Standar Kondisi
sekarang Kesesuaian Penilaian kesesuaian
Ya Tidak SK K C B SB
1 2 3 4 5 6
1. Merumuskan dan menetapkan visi yang mudah dipahami dan disosialisasikan 1 2 3 4 5
2. Merumuskan dan menetapkan misi yang mudah dipahami dan disosialisasikan 1 2 3 4 5
3. Merumuskan dan menetapkan tujuan yang mudah dipahami dan disosialisasikan 1 2 3 4 5
4. Memiliki rencana kerja tahunan, triwulan dan bulanan 1 2 3 4 5
5. Memiliki pedoman yang mengatur berbagai aspek pengelolaan secara tertulis 1 2 3 4 5
6. Memiliki struktur organisasi dengan kejelasan uraian tugas 1 2 3 4 5
7. Melaksanakan kegiatan sesuai dengan rencana kerja yang dibuktikan dengan laporan. 1 2 3 4 5
8. Kriteria penyelenggara telah sesuai dengan ketentuan 1 2 3 4 5
9. Melaksanakan pendayagunaan pendidik 1 2 3 4 5
10. Mengelola sarana dan prasarana pembelajaran 1 2 3 4 5
11. Mengelola pembiayaan pendidikan 1 2 3 4 5
12. Menciptakan suasana, iklim dan lingkungan pembelajaran yang kondusif 1 2 3 4 5
13. Melibatkan masyarakat dan membangun kemitraan dengan lembaga lain 1 2 3 4 5
14. Memiliki program pengawasan yang disosialisasikan 1 2 3 4 5
15. Melaksanakan kegiatan evaluasi diri 1 2 3 4 5
16. Melaksanakan evaluasi kinerja PTK 1 2 3 4 5
17. Memiliki sistem informasi manajemen untuk mendukung administrasi pendidikan. 1 2 3 4 5



Nilai Total
Jumlah rata-rata standar pengelolaan : _________________________ =
Jumlah komponen yang dinilai



Tabel 16

IDENTIFIKASI PENYIMPANGAN PENGELOLAAN
PENDIDIKAN KEAKSARAAN

No Standar Kondisi
sekarang Kesesuaian Penilaian Kesesuaian
Ya Tidak SK K C B SB
1 2 3 4 5 6
1. Memiliki RAB untuk satu kegiatan 1 2 3 4 5
2. Penggunaan dana penyelenggaraan sesuai alokasi dan RAB 1 2 3 4 5
3. Dana transpor tutor diterima utuh setiap bulan 1 2 3 4 5
4. Dana keterampilan sesuai kebutuhan, diberikan pada bulan ketiga 1 2 3 4 5
5. Ada dana yang bersumber dari luar 1 2 3 4 5
6. Memiliki dokumen pembukuan yang lengkap 1 2 3 4 5
7. Semua penggunaan dana tercatat dengan jelas dan tertib. 1 2 3 4 5
8. Segala bentuk transaksi keuangan dapat dipertanggung jawabkan secara transparan. 1 2 3 4 5


Nilai Total
Jumlah rata-rata standar pengelolaan : _________________________ =
Jumlah komponen yang dinilai



Tabel 17

IDENTIFIKASI PENYIMPANGAN STANDAR PENILAIAN
PENDIDIKAN KEAKSARAAN

No Standar Kondisi
Sekarang Kesesuaian Penilaian Kesesuaian
Ya Tidak SK K C B SB
1 2 3 4 5 6
1. Rancangan dan kriteria penilaian disusun dan disepakati bersama oleh tutor dan peserta didik. 1 2 3 4 5
2. Melaksanakan penilaian awal sebelum pembelajaran 1 2 3 4 5
3. Melaksanakan penilaian selama proses pembelajaran 1 2 3 4 5
4. Melaksanakan penilaian akhir pembelajaran 1 2 3 4 5
5. Melaksanakan penilaian fungsionalisasi hasil belajar yang meliputi Kemampuan fungsional untuk keperluan individu, Kemampuan fungsional untuk membantu anak-anaknya, Kemampuan fungsional untuk aktualisasi diri, Kemampuan fungsional berkaitan dengan pekerjaan, Kemampuan fungsional berkaitan dengan sosial kemasyarakatan, Kemampuan fungsional berkaitan dengan pendidikan, Kemampuan fungsional berkaitan dengan pengelolaan kelompok 1 2 3 4 5
6. Melakukan fariasi metode dalam penilaian 1 2 3 4 5
7. Memanfaatkan hasil penilaian untuk perbaikan pembelajaran 1 2 3 4 5
8. Mengkoordinasikan hasil penilaian dengan peserta didik 1 2 3 4 5
9. Penilaian yang bersifat nasional untuk mengukur pencapaian SKK merupakan uji kompetensi keaksaraan bagi peserta didik untuk mendapatkan SUKMA, sebagai penganti ijazah sekolah bagi penduduk buta aksara yang sudah melek aksara (SUKMA)
a. 1 2 3 4 5
10. Penyerahan SUKMA kepada peserta didik 1 2 3 4 5
11. Minimal 80% peserta didik dinyatakan bebas buta aksara dan menerima SUKMA 1 2 3 4 5
12. Minimal 75% peserta didik memiliki keterampilan usaha 1 2 3 4 5
13. Minimal 25% peserta didik berusaha mandiri atau secara kelompok 1 2 3 4 5
14. Memberikan penghargaan bagi peserta didik yang berprestasi 1 2 3 4 5
15. Ikut lomba-lomba kelompok belajar 1 2 3 4 5


Nilai Total
Jumlah rata-rata standar penilaian : _________________________ =
Jumlah komponen yang dinilai



Tabel 18
IDENTIFIKASI PENYIMPANGAN PESERTA DIDIK
PENDIDIKAN KEAKSARAAN

No Standar
Kondisi sekarang Kesesuaian Penilaian Kesesuain
Ya Tidak SK K C B SB
1 1. 2 3 4 5 6

1. Petunjuk pelaksanaan operasional proses penerimaan peserta didik memuat:
Usia:
a. usia 15-24 ( prioritas I).
b. Usia 25-44 (prioritas II).
c. Usia > 45 keatas (prioritas III)

Pendidikan:
a. Tidak pernah sekolah / buta huruf murni minimal 70%
b. drop out SD kelas I,II dan III.

2. Penerimaan peserta didik dilakukan secara objektif, transparan, tanpa diskriminasi jender, agama, etnis, status sosial, kemampuan ekonomi
3. Jumlah peserta didik rata-rata 10 orang perkelompok
4. Minimal 80% selesai sampai akhir



Nilai Total
Jumlah rata-rata standar peserta didik : _________________________ =
Jumlah komponen yang dinilai










b. Analisis data dapat dilakukan dengan menganalisis data setiap standar pendidikan keaksaraan dilakukan dengan langkah-langkah:
1) Memeriksa kelengkapan data pengisian atas butir-butir penilaian terhadap standar berdasarkan format instrumen standar pendidikan keaksaraan
2) Menghitung skor setiap subbutir penilaian untuk mendapatkan rata-rata standar isi pada setiap butir penilaian
3) Membuat tabulasi data, yaitu penyusunan dan pengelompokan data secara teliti dan teratur dalam bentuk tabel berdasarkan butir dan subbutir penilaian pada setiap variabel penilaian.
4) Melakukan analisis data dengan cara untuk menentukan penilaian setiap standar berdasarkan tingkat pencapaian bobot dari butir-butir penilaian yang ada dalam instrumen penilaian. Kriteria standar pendidikan keaksaraan adalah sebagai berikut:
(a) 90% - 100% sangat baik
(b) 76% - 89% baik
(c) 60% - 75% cukup
(d) 40% - 59% kurang
(e) < 40% sangat kurang 5) Melakukan pembahasan hasil analisis data setiap standar 6) Menyimpulkan hasil penilaian setiap standar Untuk proses identifikasi kelemahan yang terdapat pada setiap aspek dalam kegiatan yang sedang berjalan diperlukan upaya pemberdayaan semua unsur yang terlibat dalam pelaksanaan program, hal ini dilakukan karena pada dasarnya peserta didik, pendidik dan penyelenggaralah yang merasakan adanya perbedaan yang terjadi. Untuk itu dalam mengidentifikasi penilik harus mampu memandu dan membantu untuk dapat mengungkapkan permasalahan yang ada dan tidak sesuai dengan standar yang telah ditetapkan sehingga terciptanya tanggungjawab bersama. Dalam hal pemberdayaan ini penilik harus: 1) Pengkodisian dialog dengan secara kekeluargaan dengan semua unsur yang terlibat aktif dalam kelompok belajar (peserta didik, tutor dan penyelenggara) untuk dapat mengungkapkan sesuatu yang terjadi dalam proses pelaksanaan. 2) Meminta pendapat dengan mengunakan teknik brainstorming, teknik ini bisa meningkatkan kreatifitas dan mengembangkan ide-ide baru atau isu-isu secara cepat dan terbebas dari segala bentuk tekanan. 3) Mencatat dan merumuskan hasil pengukuran kondisi yang terjadi sekarang dengan perbandingan standar yang ada Sementara untuk melakukan analisis data penilaian kesesuaian, Penilik merumuskan hasil penilaian sesuai dengan langkah-langkah sebelumnya dengan melibatkan penyelenggara dan tutor, hal ini dilakukan sebagai langkah awal secara tidak langsung sebagai peringatan awal kepada tutor dan penyelenggara. b. Memberi peringatan dini Setelah kegiatan identifikasi dan diketahui penyimpangan yang terjadi aspek-aspek dalam tiap program secara bersama-sama, maka secara otomatis pengendali mutu secara tidak langsung telah memberikan peringatan dini kepada setiap pihak yang terkait agar tidak terjadi kesalahan lebih lanjut. Kebersamaan dalam mengidentifikasi penyimpangan merupakan suatu penghargaan terutama bagi peserta didik yang dapat menciptakan kondisi sadar mutu bagi setiap individu. Untuk memberikan peringatan dini penilik harus memberikan kesimpulan awal atau pandangan awal terhadap pelaksanaan program. Dan bisa dilanjutkan dengan tukar pendapat dengan penyelenggara tutor dan peserta didik sesuai dengan situasi dan kondisi. c. Menganalisa Penyimpangan yang terjadi pada tiap variabel pada aspek-aspek dari pendidikan keaksaraan yang sedang berjalan. Setelah melakukan peringatan dini sebagai antisipasi agar penyimpangan tidak jauh maka dari hasil penilaian kesesuaian perlu dianalisa dapat diketahui permasalahan dan memperkirakan penyebab masalah serta memikirkan rekomendasi dengan menggunakan format: Tabel 19 ANALISIS MASALAH DAN PEMECAHAN MASALAH No Aspek Uraian Masalah Penyebab masalah Rekomendasi 1. 2. 3. 4. 5. 1. Standar isi 2. Standar Proses 3. Standar Kompetensi Lulusan 4. Standar Pendidik 5. Standar Sarana dan Prasarana 6. Standar Pengelolaan 7. Standar Pembiayaan 8. Standar Penilaian 9. Standar Peserta Didik 1) Mengukur sejauh mana penyimpangan Adalah menilai masalah (penyimpangan) yang meliputi kegawatan, mendesak atau tidaknya, kemudahan memecahkan dan dampaknya dengan mengunakan format sebagai berikut: Tabel 20 Mengukur Penyimpangan No Nilai Masalah Kriteria Skor Gawat Mendesak Kemudahan memecahkan Dampak Nilai: Angka 5 menyatakan sangat gawat/sangat mendesak/sangat sulit/sangat kuat Angka 4 menyatakan gawat/mendesak/sulit/kuat Angka 3 menyatakan cukup/cukup mendesak/cukup sulit/cukup kuat Angka 2 menyatakan kurang gawat/kurang mendesak/kurang sulit/kurang kuat Angka 1 menyatakan sangat kurang/sangat kurang mendesak/sangat kurang sulit/sangat kuat 2) Mencari penyebab timbulnya penyimpangan Menyimpulkan sebab-sebab masalah (penyimpangan) berarti merencanakan dan mempelajari apa-apa yang sudah terjadi sebelumnya sehingga timbul masalah itu. 3) Mencari hubungan sebab akibat dari aspek yang menyimpang Mengumpulkan fakta penyebab penyimpangan dan akibat yang ditimbulkan oleh fakta penyebab tersebut pada suatu pelaksana program. Penilik melakukan penelusuran dari semua aspek dan mencatat hasil penelusuran yang berisi data tentang penyebab terjadinya penyimpangan. Kemudian diupayakan memilih alternatif tindakan dengan mengunakan format berikut: Tabel 21 Penyebab Penyimpangan dan Alternatif No Penyebab masalah Alternatif tindakan 1. 2. Dalam menganalisa masalah khusus yang non kebijakan dalam pendidikan merupakan lanjutan dari identifikasi, dalam hal ini juga perlu dilakukan suatu analisa masalah secara bersama, ada pun langkah-langkah yang dapat dilakukan adalah: a) Mengambarkan atau melakukan pemetaan masalah. b) Menjelaskan setiap permasalahan c) Melakukan braistorming penyebab masalah d) Melakukan brainstorming alternatif pemecahan masalah e) Merumuskan prioritas masalah d. Melaksanakan tindakan pengendalian mutu program 1) Menentukan prioritas aspek-aspek yang harus segera ditangani 2) Memberikan bimbingan kepada penyelenggara/pengelola tentang cara penyelenggaraan yang benar. 3) Menunjukkan aspek-aspek yang perlu diperbaiki dalam satuan program kegiatan yang sedang berjalan, kepada pelaksana program. 4) Melatih para pelaksana program tentang berbagai teknik dan cara memperbaiki kesalahan-kesalahan yang terjadi dilapangan. D. Tindak lanjut 1. Menilai hasil pengendalian mutu a. Menilai kemajuan (perbaikan) dari tiap aspek yang menyimpang setelah diperbaiki b. Memperkirakan hasil pengendalian mutu c. Jika memperkirakan hasil akhir pengendalian tidak dapat mencapai standar mutu yang telah ditetapkan, maka perlu segera memperbaiki cara melaksanakan pengendalian mutu. d. Jika hasil pengendalian mutu telah mencapai mutu yang telah ditetapkan, maka cara pengendalian mutu ditingkatkan terus sampai melebihi standar nasional pendidikan 2. Menilai proses pengendalian a. Membandingkan antara dana dan daya yang dikeluarkan untuk pengendalian mutu, dengan meningkatnya mutu program yang dikendalikan b. Membandingkan kurangnya penyimpangan tiap variabel pada aspek dalam suatu kegiatan, dengan peningkatan kemampuan pada pelaksana program Jika poin a dana dan daya yang dikeluarkan lebih besar dari meningkatnya mutu suatu program, sedangkan poin b berkurangnya penyimpangan tidak seimbang dengan peningkatan kemampuan pelaksana program, maka cara pengendalian harus diperbaiki dan ditingkatkan. 3. Mencegah timbulnya masalah baru a. Memantau terus menerus proses kegiatan program, sejak tahap persiapan, pelaksanaan sampai tahap tindak lanjut b. Segera melakukan koreksi setiap ditemukan penyimpangan pada saat program sedang berjalan. b. Memotivasi tenaga yang terlibat dalam proses pelaksanaan program agar terus-menerus meningkatkan suatu program. 4. Meningkatkan kemampuan tim kendali mutu terpadu. a. Meninjau masalah yang belum terpecahkan, masalah yang belum dipecahkan diteliti kembali penyebabnya dan dengan analisis yang lebih matang dapat ditentukan cara pemecahan yang lebih tepat b. Jika pelaksanaan pengendalian mutu program berhasil maka pengalaman keberhasilan disampaikan pada pertemuan-pertemuan tim kendali mutu terpadu. b. Tim kendali mutu harus mengadakan pertemuan sesuai kebutuhan untuk membahas masalah yang ditemui. d. Hasil temuan pada pelaksanaan pengendalian mutu digunakan sebagai bahan untuk merumuskan kegiatan pengendalian berikutnya BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan uraian-uraian yang telah dipaparkan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Pengendalian mutu pendidikan keaksaraan preventif yaitu usaha pencegahan sebelum kegiatan dimulai dengan cara: a. ”Pembanjiran” Informasi Seluas-Luasnya Kepada Seluruh Masyarakat dalam rangka perluasan jangkauan kemitraan. b. Keluarga Sebagai Inti Penggerakan Peran Serta Masyarakat b. Sosialisasi standar pendidikan keaksaraan untuk mengkumunikasikan komitmen bersama. 2. Pengendalian Pelaksanaan Program yaitu pengendalian yang dilakukan saat program berjalan yang dilakukan dengan semua unsur yang terkait dalam kelompok belajar (penyelenggara, pendidik dan peserta didik), yang meliputi kegiatan: a. Mengidentifikasi dan mengukur kelemahan yang terdapat pada setiap aspek dalam kegiatan yang sedang berjalan. b. Memberikan peringatan dini c. Menganalisis permasalahan d. Melaksanakan pengendalian mutu 3. Tindak lanjut pengendalian mutu meliputi kegiatan: a. Menilai hasil pengendalian mutu b. Menilai proses pengendalian c. Mencegah timbulnya masalah baru d. Meningkatkan kemampuan tim kendali mutu terpadu B. Saran-Saran Agar pengendalian mutu pendidikan keaksaraan dapat berjalan dengan baik, maka dikemukakan saran-saran sebagai berikut: 1. Tim pengendali mutu harus menetapkan standar yang mudah dipahami dan disosialisasikan kepada semua unsur yang terkait dalam proses pembelajaran yang penyusunannya didasarkan pada standar nasional pendidikan dengan penyesuaian terhadap kondisi masyarakat setempat. 2. Penilik selaku penjamin mutu harus dapat melakukan kerja sama dengan semua unsur dalam dalam upaya pengendalian mutu yang efektif. 3. Dinas pendidikan harus memberikan dukungan penuh dalam upaya pengendalian mutu pendidikan sehingga tercipta kondisi sadar mutu pada setiap lini program DAFTAR PUSTAKA Gaspersz,Vincent (2005) Total Quality Management,Jakarta:Gramedia Hasibuan,Malayu.S.P (2009) Manajemen. Dasar, Pengertian dan Masalah, Jakarta:Bumi Aksara. Hadis,Abdul dan Nurhayati (2010) Manajemen Mutu Pendidikan,Bandung:Alfabeta. Juran,M.J. (1995) Kepemimpinan Mutu.Jakarta:Pustaka Binaman Pressindo Kusnadi. (2005). Pendidikan Keaksaraan Filosofi, Strategi, Implementasi, Jakarta:Depdiknas Dirjen PLS Sallis,Edward (2010) Manajemen Mutu Terpadu Pendidikan.Jogjakarta:IRCiSo Sukmadinata,Nana Syaodih (2006) Pengendalian Mutu Sekolah Menengah, Bandung:Refika Aditama) Sihombing, U (2001). Pendidikan Luar Sekolah : Masalah, Tantangan dan Peluang, Jakarta : CV. Wirakarsa Umar, Husein (2009) Studi Kelayakan Bisnis, Jakarta:PT Gramedia Pustaka Umum. Wahid,S. (2006) Pendidikan Keaksaraan Fungsional: Kompetensi Tutor Berbasis Konsep, Pendekatan, dan Strategi Pembelajaran Orang Dewasa (makalah), Padang: UNP/BPKB Sumbar _______________ (2011). Peraturan Bersama Menteri Pendidikan Nasional dan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 02/III/PB/2011-Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional Penilik dan Angka Kreditnya, Jakarta:Kemendiknas. ________________.(2005). Penyelenggaraan Program Keaksaraan Fungsional. Jakarta: Depdiknas Dirjen PLS ________________.(2005). Pedoman Tutor Kelompok Belajar Program Keaksaraan Fungsional. Jakarta :Depdiknas Dirjen PLS ________________.(2004). Pedoman Penilaian Kemajuan dan Hasil Belajar Pendidikan Keaksaraan. Jakarta :Depdiknas Dirjen PLS ________________.(2006). Acuan Penyelenggaraan Program Pendidikan Keaksaraan (Evaluasi Pembelajaran). Jakarta :Depdiknas Dirjen PLS ________________.(2009) Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 63 tahun 2009 tentang Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan. Jakarta: Depdiknas ________________. (2006). Instruksi Presiden No 5 Tahun 2006 tentang Gerakan Nasional Pendidikan Dasar Sembilan Tahun dan Pemberantasan Buta Aksara (GNP-PWB/PBA). Jakarta: Depdiknas ________________. (2006). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 35 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Gerakan Nasional Percepatan Penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun dan Pemberantasan Buta Aksara. Jakarta: Depdiknas. ________________. (1997). Pedoman Pelaksanaan Pengendalian Mutu Program diklusepora. Jakarta:Depdikbud ________________. (2006) BP-PLSP Regional I , 2006 Buku Saku Tutor Pendidikan Keaksaraan. Medan:BP-PLSP ________________. (2006)Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan.Jakarta:Depdiknas ________________. (2006)Undang-Undang RI No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.Jakarta:Depdiknas DESAIN PENGENDALIAN MUTU PROGRAM PENDIDIKAN KEAKSARAAN Oleh: Sofyeni,S.Pd BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Menyadari arti penting pemberantasan buta aksara di Indonesia, semenjak awal kemerdekaan telah berbagai upaya dilakukan membuat masyarakat melek huruf. Pengembangan program ini dilandasi oleh kesadaran bahwa setiap warga negara mempunyai hak yang sama atas pendidikan dan pengajaran. Upaya tersebut sekarang ini, terus berlanjut dan ditingkatkan dengan dasar Instruksi Presiden No 5 Tahun 2006 tentang Gerakan Nasional Pendidikan Dasar Sembilan Tahun dan Pemberantasan Buta Aksara (GNP-PWB/PBA). Gerakan nasional pemberantasan buta aksara menginstruksikan untuk menurunkan persentase penduduk buta aksara usia 15 tahun ke atas, sekurang-kurangnya menjadi 5% pada akhir tahun 2009. Dengan landasan hukum ini, pemerintah telah menetapkan kebijakan penuntasan buta aksara sebagai salah satu prioritas pembangunan pendidikan, yaitu mempercepat peningkatan angka melek aksara penduduk 15 tahun ke atas yang berdasarkan proyensi Dikmas kemdiknas penduduk buta aksara 15 tahun ke atas tahun 2009 masih 5,30% dari jumlah penduduk atau sekitar 8.7 juta jiwa. Perlu juga diketahui bahwa Indek Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Developmen Indekx (HDI) Indonesia pada tahun 2010 berada diperingkat 108 dari 169 negara. Dilandasi oleh pertimbangan bahwa angka buta aksara merupakan salah satu komponen IPM, maka upaya penyelenggaraan pendidikan keaksaraan perlu dilakukan secara intensif. Berpijak dari pencapaian target dan kenyataan tersebut di atas, perlu adanya upaya pengendalian mutu pendidikan keaksaraan yang bertujuan untuk memastikan bahwa program yang dilaksanakan telah sesuai dengan standar yang telah ditetapkan yaitu ”membelajarkan warga masyarakat buta aksara supaya mampu membaca, menulis dan berhitung serta mampu berbahasa indonesia, memiliki kemampuan dasar yang dapat meningkatkan mutu dan taraf hidupnya” (BP-PLSP, 2006: 5). Lebih dari yang diungkapkan diatas, pendidikan keaksaraan juga bertujuan meningkatkan kualitas mereka yang sudah melek aksara untuk dapat meningkatkan taraf hidup dan kehidupannya. Permasalahan mendasar yang masih ditemui, hasil belajar yang diperoleh oleh warga belajar pendidikan keaksaraan baru sebatas pada kemampuan membaca, tulis, dan hitung semata, belum sepenuhnya memberikan makna terhadap kehidupannya atau kurang fungsional (Sihombing, 2001: 79). Hal ini sejalan dengan Merfield (Wahid, 2006:2) berpendapat, ”melalui berbagai upaya dilakukan untuk memelekhurufkan warga masyarakat, ternyata melek huruf saja tidak berarti banyak bagi warga masyarakat, bahkan tidak sedikit di antara mereka yang kembali buta huruf karena tidak ada kepastian kesinambungan program yang dapat melanggengkan dan pemeliharaan tingkat keaksaraan warga belajar yang memiliki kebermaknaan pada dampak dari pengunaan aksara yang mengarah kepada perbaikan taraf hidup masyarakat” Selanjutnya, Sihombing (2001:79) menjelaskan; banyak kejadian yang menghambat kinerja program, antara lain adalah: (1) Kesalahan regruimen warga belajar, sebagian warga belajar program keaksaraan bukan berasal dari buta huruf murni. Pengelola di lapangan sering melakukan kesalahan, yakni meregrut siapa yang mau menjadi warga belajar, bukan meregrur siapa yang harus menjadi warga belajar. (2) Proses/program pembelajaran belum menggunakan pola interaktif, kenyataan dilapangan tidak jarang terjadi tutor, nara sumber teknis atau sumber belajar ”mengajar” dalam arti mengurui warga belajar tanpa mempertimbangkan bahwa warga belajar dewasa sarat dengan pengalaman dan ilmu kehidupan yang tentu tidak dimiliki oleh tutor yang lebih muda. (3) Hasil belajar yang diperoleh warga belajar baru terbatas pada kemampuan baca, tulis, hitung semata (itupun sangat terbatas), tetapi belum sepenuhnya dapat memberikan makna terhadap kehidupannya. Seiring dengan itu, BP-PLSP (2006:6) menjelaskan permasalahan pendidikan keaksaraan, ialah: (1) Warga belajar yang dinyatakan bebas buta aksara sebenarnya belum mencapai standar kompetensi keaksaraan yang diharapkan. (2) Warga belajar belum mampu memanfaatkan keaksaraannya setelah program pembelajaran selesai, sehingga ada kecendrungan mereka menjadi buta aksara kembali. (3) Pemeliharaan tingkat keaksaraan warga belajar belum optimal dilaksanakan karena keterbatasan dana, sarana, dan prasarana. Berdasarkan laporan monitoring penilik PLS Kota Padang Panjang terhadap program keaksaraan, permasalahan yang telah dikemukakan pada uraian tersebut di atas memang terbukti, dimana penyelenggaran pendidikan keaksaraan yang dilaksanakan secara konvensional, belum memberikan hasil maksimal dan belum dapat mencapai visi dan misi pendidikan keaksaraan. Kendala-kendala yang muncul dalam pelaksanaan program pemberantasan buta aksara tersebut perlu segera diatasi. Jika tidak, dikhawatirkan program keaksaraan tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan dan pada akhirnya target penduduk Indonesia bebas buta aksara tidak dapat dicapai. Fenomena di atas, menantang untuk menyelenggarakan pendidikan keaksaraan yang dapat mengakomodasi serta melayani seluruh masyarakat, yang masih buta aksara dengan segala keterbatasan. Sehingga memberi dampak kebermaknaan terhadap kehidupan dengan peningkatan mutu dan taraf hidupnya. Untuk itu, upaya Pengendalian mutu yang merupakan suatu kegiatan untuk menjaga agar mutu atau kualitas program yang diselenggarakan berjalan sesuai dengan perencanaan yang telah ditentukan mutlak harus dilaksanakan sesegera mungkin sehingga penjaminan mutu pendidikan keaksaraan dapat tercapai sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, Pasal 91 ayat (1) menyatakan, ”Setiap satuan pendidikan pada jalur formal dan nonformal wajib melakukan penjaminan mutu pendidikan”. Selanjutnya, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 63 tahun 2009 tentang Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan pada pasal 13 ayat (1) menjelaskan, ”Standar Nasional Pendidikan bagi satuan atau program pendidikan nonformal dirumuskan sedemikian rupa sehingga tidak menghilangkan atau mengurangi keluwesan dan kelenturan pendidikan nonformal dalam melayani pembelajaran peserta didik sesuai dengan kebutuhan, kondisi, problematika yang dihadapi masing-masing peserta didik”. Dalam rangka pencapaian tujuan pendidikan keaksaraan tersebut dibutuhkan adanya pendidik dan tenaga kependidikan yang bergerak di bidang pendidikan nonformal, salah satu tenaga kependidikan yang bergerak di bidang pendidikan nonformal adalah Penilik pendidikan nonformal yang berdasarkan tugasnya terdiri dari penilik PAUD, Penilik pendidikan kesetaraan dan keaksaraan, serta Penilik Kursus. Berdasarkan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi nomor 14 tahun 2010 tentang jabatan Fungsional Penilik dan Angka kreditnya, dijelaskan bahwa penilik memiliki tugas utama melakukan kegiatan pengendalian mutu dan evaluasi dampak program pendidikan anak usia dini (PAUD), pendidikan kesetaraan dan keaksaraan, serta kursus pada jalur Pendidikan Nonformal dan Informal (PNFI). Berdasarkan ketentuan tersebut tugas penilik harus mampu memotret mutu satuan pendidikan nonformal dan informal dan bahkan mampu melakukan pengendalian mutu yang dilakukan dengan cara (1) perencanaan program pengendalian mutu PNFI; (2) pelaksanaan pemantauan program PNFI; (3) pelaksanaan penilaian program PNFI; (4) pelaksanaan pembimbingan dan pembinaan kepada pendidik dan tenaga kependidikan pada satuan PNFI; dan (5) penyusunan laporan hasil pengendalian mutu PNFI. Tugas-tugas tersebut menuntut kompetensi penilik sebagai seorang evaluator sekaligus supervisor. Untuk melaksanakan Tugas dan tangung jawab tersebut tantangan yang utama bagi Penilik sekarang ini adalah bagaimana menunjukkan kinerja dalam melakukan kepenilikan satuan pendidikan nonformal, salah satunya pengendalian mutu pendidikan keaksaraan 2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang, rumusan permasalahan dalam karya tulis ini adalah: Bagaimanakah menyusun desain pengendalian mutu untuk pendidikan keaksaraan yang mengacu pada delapan standar pendidikan nasional? 3. Tujuan Penulisan Berdasarkan rumusan masalah, tujuan penulisan karya tulis ini adalah untuk menghasilkan sebuah desain pengendalian mutu pendidikan keaksaraan yang mengacu pada delapan standar pendidikan nasional. 4. Manfaat Manfaat penulisan karya tulis ini, diharapkan dapat memberi informasi tentang pengendalian mutu pendidikan keaksaraan kepada pihak-pihak sebagai berikut: 1. Bagi Penyelengara, Tutor, Pencipta model PNF, Penilik dan Dinas/Instansi terkait Semoga gagasan/ide tentang desain program pengendalian mutu pendidikan keaksaraan dapat dijadikan acuan, rujukan dan pemecahan masalah dilapangan. 2. Bagi penulis Berguna untuk mengembangkan kemampuan penalaran ilmiah, meningkatkan pengetahuan, keterampilan serta pengalaman dalam penulisan karya tulis BAB II KAJIAN TEORI A. Pentingnya Pengendalian Mutu Pendidikan Keaksaraan Pembahasan tentang pengendalian mutu pendidikan keaksaraan sebagai salah satu program pada pendidikan nonformal tidak terlepas dari pengendalian dalam bidang bisnis, hal ini disebabkan pengendalian mutu banyak dikembangkan dan banyak diterapkan dalam bidang bisnis sampai batas tertentu. Ada beberapa persamaan antara pendidikan termasuk pendidikan keaksaraan dengan industri. Suatu industri memproduksi suatu barang, sedangkan pendidikan memproduksi lulusan. Jenis dan kualitas barang yang diproduksi industri harus memenuhi standar mutu agar diterima dan mampu bersaing dipasaran, demikian juga dengan pendidikan, macam dan kualitas lulusan harus sesuai dan memenuhi tuntutan penguna. Industri mengunakan karyawan sebagai operator untuk menjalankan mesin-mesin produksi yang bekerja secara mekanistis, tetapi pendidikan tidak memperlakukan pendidik/tutor sebagai operator, melainkan sebagai perencana, pendorong, motivator serta nara sumber dalam memberikan didikan, bimbingan, asuhan, pengajaran dan pelatihan yang bersifat dinamis. Dengan kata lain pengendalian mutu program pendidikan keaksaraan merupakan suatu keharusan yang harus dipahami oleh semua pihak, karena pengendalian mutu akan berkaitan dengan kepuasan dari pengguna. Agar proses pendidikan keaksaraan dapat berjalan dengan efektif dan efesien, maka diperlukan manajemen. Tidak semua konsep dan prinsip manajemen yang berlaku di dunia industri dapat langsung diterapkan dalam bidang pendidikan, tetapi membutuhkan seleksi dan penyesuaian. Salah satu fungsi manajemen adalah pengendalian atau control. Lantas timbul pertanyaan apa sebenarnya yang dinamakan pengendalian mutu pendidikan keaksaraan, untuk menjawab pertanyaan tersebut, ada tiga kata yang perlu dipahami bersama. 1. Pengendalian Pengendalian merupakan bagian integral dari suatu proses manajemen, yang dilakukan untuk memonitor secara teratur hasil dari bandingan rencana. Proses pengendalian harus diarahkan agar menemukan penyimpangan sedini mungkin dan penyesuaian dapat dilakukan tepat waktu hingga efektif yang dapat digambarkan sebagai berikut: Konsep pengendalian adalah salah satu “pemilikan status quo”: menjaga proses terencana pada keadaan yang terencana sehingga tetap dapat memenuhi tujuan operasi. Suatu proses yang dirancang untuk memenuhi tujuan operasi tidak selalu berada dalam keadaan demikian. Berbagai peristiwa dapat menghalangi sehingga merusak kemampuan proses itu untuk memenuhi tujuan. Juran (1995:165 Pendapat ahli manajemen lain yang dikutip oleh Hasibuan (2009:241) pengendalian (controlling) didefinisikan sebagai berikut. Earl.P.Strong “Controlling is the process of regulating the various factors in an enterprise according to the requirement of its plans” artinya pengendalian adalah proses pengaturan berbagai faktor dalam suatu perusahaan, agar pelaksanaan sesuai dengan ketetapan-ketetapan dalam rencana. Harold Koontz ”Control is the measurement ang correction of the performance of subordinates in order to make sure that enterprise objectives and the plans devised to attain then are accomplished”. Artinya pengedalian adalah pengukuran dan perbaikan terhadap pelaksanaan kerja bawahan, agar rencana-rencana yang telah dibuat untuk mencapai tujuan-tujuan perusahaan dapat terselenggara. G.R.Terry “ Controlling can be defined as the process of determining what is to be accomplished, that is the standard; what is being accomplished, that is the performance, evaluating the performance and if necessary applying corrective measure so that performance takes place according to plans, that is, in conformity with the standard” artinya pengendalian dapat didefinisikan sebagai proses penentuan, apa yang harus dicapai yaitu standar, apa yang sedang dilakukan yaitu pelaksanaan, menilai pelaksanaan dan apabila perlu melakukan perbaikan-perbaikan, sehingga pelaksanaan sesuai. Dari beberapa pendapat ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa pengendalian adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara berkala dan berkelanjutan untuk memastikan suatu program/kegiatan yang dilakukan memenuhi standar/ ketentuan yang telah ditetapkan. Penilik sebagai pengendali mutu program pendidikan nonformal, salah satunya pendidikan keaksaraan harus dapat melakukan pengendalian mutu secara berkala dan berkelanjutan sesuai dengan karakteristik dan tujuan program. 2. Konsep Mutu Sallis (2010:51-57) Menjelaskan Konsep mutu dalam manajemen mutu atau quality dapat ditinjau dari dua perspektif konsep, yaitu mutu yang bersifat absolut atau mutlak dan konsep yang bersifat relatif. Dalam konsep absolut mutu menunjukkan kepada sifat yang menggambarkan derajat “baik” nya suatu barang dan jasa yang diproduksi atau dipasok oleh suatu lembaga tertentu, sebagai lawan dari konsep absolut adalah konsep mutu yang bersifat relatif. Dalam konsep mutu absolut derajat baiknya produk, barang dan jasa, mencerminkan tingginya harga barang dan jasa itu, dan tingginya standar atau tingginya penilaian lembaga yang memproduksi atau pemasok terhadap barang tersebut. Sedangkan dalam konsep mutu yang bersifat relatif derajat mutu itu bergantung kepada penilaian pelangan atau yang memanfaatkan barang atau jasa tersebut. Pandangan tentang mutu yang bersifat absolut membawa implikasi bahwa dalam memproduksi barang dan jasa digunakan kriteria untuk menilai mutu dan kinerja itu ditentukan oleh produsen atau pemasok barang. Atas dasar kriteria itu produsen menentukan mutu barang atau jasa yang diproduksinya. Oleh karena itu dalam manajemen produksi agar dihasilkan produk yang bermutu di lembaga yang bersangkutan biasanya ada yang menjalankan fungsi pengendalian mutu yaitu suatu divisi, bidang atau staff yang bertugas melakukan penilaian berdasarkan kriteria terhadap barang yang diproduksi sebelum dilempar ke pasar, apakah termasuk kategori tidak bermutu, bermutu atau bermutu tinggi. Lantas bagaimana dengan pendidikan?. Konsep mutu yang bersifat absolute dewasa ini sudah berubah, yang semula pada produsen bergeser pada pelanggang. Mutu suatu produk bukan semata-mata ditentukan oleh produsen melainkan juga ditentukan oleh pelanggan. Keterlibatan pelanggan dalam menentukan mutu suatu produk, baik barang maupun jasa adalah dengan cara produsen mempertimbangkan harapan dan kebutuhan pelanggan terhadap produk-produk yang diasilkan, apakah memuaskan atau memenuhi kebutuhan mereka. Mutu suatu produk itu sendiri adalah paduan sifat-sifat produk yang menyamai atau melebihi kebutuhan dan harapan pelanggannya, baik yang tersirat maupun yang tersurat. Selanjutnya Uraian berikut akan membahas tentang definisi dalam perspektif produk yang dihasilkan oleh suatu perusahaan. Dalam mendefinisikan mutu produk ada lima pakar utama manajemen mutu terpadu yang saling berbeda pendapat tetapi maksudnya sama. Pendapat kelima pakar tersebut tentang kualitas atau mutu dalam Hadis dan Nurhayati (2010:84-86) ialah sebagai berikut: Menurut Juran (1993), mutu produk ialah kecocokan pengguna produk (fitness for use) untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan pelanggan. Kecocokan pengguna produk tersebut didasarkan atas lima cirri utama, yaitu (1) teknologi;yaitu kekuatan; (2) psikologis, yaitu cita rasa atau status; (3) waktu, yaitu kehandalan; (4) kontraktual, yaitu ada jaminan; (5) etika, yaitu sopan santun (Juran, 1993). Kecocokan penggunaan produk tersebut memiliki dua aspek utama, yaitu ciri-ciri produknya memenuhi tuntutan kostumer dan tidak memiliki kelemahan. Adapun ciri-ciri produk yang memenuhi tuntutan pelanggan menurut Juran (1993), yaitu produk tersebut bermutu tinggi dan memiliki ciri khusus yang berbeda dari produk pesaing serta dapat memenuhi harapan sehingga dapat memuaskan pelanggan. Dengan mutu yang lebih tinggi memungkinkan perusahan meningkatkan kepuasan pelanggan, membuat produk laku terjual, dapat bersaing dengan pesaing, meningkatkan pangsa pasar, omset penjualan dan dapat di jual dengan harga yang lebih tinggi. Dengan mutu produk perusahaan yang tinggi menyebabkan perusahaan dapat mengurangi tinggat kesalahan, mengurangi pengerjaan kembali dan pemborosan, mengurangi pembayaran biaya garansi, mengurangi ketidakpuasan pelanggan, mengurangi pengujian, meningkatkan hasil, dan meningkatkan pemanfaatan kapasitas produksi serta memperbaiki kinerja penyampaian produk atau jasa (sallis 2010). Jika hal ini telah dimiliki oeh perusahaan dan institusi pendidikan, kedua lembaga tersebut akan eksis dan solid dalam era global yang syarat dengan muatan kompetisi. Menurut Crosby (1979:58) mutu ialah conformance to requirement, yaitu sesuai dengan yang di syaratkan atau di standarkan. Suatu produk memiliki mutu apabila sesuai dengan standar atau kriteria mutu yang telah di tentukan. Menurut Deming (1982:176) mutu ialah kesesuaian dengan kebutuhan pasar dengan konsumen. Perusahaan yang bermutu ialah perusahaan yang menguasai pangsa pasar karena hasil produksinya sesuai dengan kebutuhan konsumen sehingga menimbulkan kepuasan bagi konsumen. Jika konsumen merasa puas, maka mereka akan setia membeli produk persahaan tersebut baik berua barang maupun jasa. Menurut Feigenbaum (1986:7) mutu adalah kepuasan pelanggan sepenuhnya. Suata produk di anggap bermutu apabila data memberikan kepuasan sepenuhnya kepada konsumen yaitu sesuai dengan harapan konsumen atas produk yang dihasilkan oleh perusahaan. Garvin dan Davis (1994) menyatakan bahwa mutu ialah suatu kondisi dinamik yang berhubungan dengan produk, tenaga kerja, proses, dan tugas serta lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan pelanggan. Dengan perubahan mutu produk tersebut, diperlukan peningkatan atau perubahan keterampilan tenaga kerja, proses produksi, dan tugas, serta perubahan lingkungan perusahaan agar produk dapat memenuhi dan melebihi harapan konsumen. Berdasarkan pendapat beberapa ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa mutu adalah terpenuhinya kebutuhan pelanggan sehingga pelanggan merasa puas sesuai dengan yang di syaratkan atau di standarkan 3. Keaksaraan Fungsional Untuk memahami program keaksaraan fungsional secara utuh. Depdiknas (2005) menjelaskan pengertian yang sangat terkait dengan program keaksaraan fungsional, yaitu : (1) Buta aksara murni adalah penduduk yang sama sekali tidak dapat membaca, menulis dan berhitung dengan sistem aksara apapun juga. (2) Buta aksara untuk konteks Indonesia didefinisikan sebagai buta aksara latin dan angka arab, buta bahasa Indonesia, dan buta pengetahuan dasar. Atau dengan kata lain, buta aksara adalah penduduk yang belum memiliki kemampuan-kemampuan tersebut dan belum memfungsikannya dalam kehidupan sehari-hari. (3) Melek aksara ditafsirkan sebagai melek aksara latin dan angka arab, melek bahasa Indonesia dan pengetahuan dasar. Dengan demikian melek aksara adalah penduduk yang memiliki kemampuan-kemampuan tersebut sehingga dapat meningkatkan mutu dan taraf hidupnya. Kusnadi(2005) menjelaskan keaksaraan fungsional yang terdiri dari dua konsep yaitu ”keaksaraan” dan ”fungsional”. Keaksaraan (literacy) secara sederhana diartikan sebagai ”kemampuan untuk membaca dan menulis”. Keaksaraan didefinisikan secara luas sebagai pengetahuan dasar dan keterampilan yang diperlukan bagi semua warga negara dan salah satu fondasi bagi penguasaan kecakapan-kecakapan hidup yang lain. Sedangkan terminologi (istilah) fungsional dalam keaksaraan, berkaitan erat dengan fungsi dan/atau tujuan dilakukannya pembelajaran di dalam program pendidikan keaksaraan, serta adanya jaminan bahwa hasil belajarnya benar-benar ”bermakna/bermanfaat/berfungsi” atau fungsional bagi ”peningkatan mutu dan taraf hidup” warga belajar dan masyarakatnya. Umberto Sihombing (1999) menyatakan, keaksaraan fungsional adalah pengembangan dari program pemberantasan buta huruf yang bertujuan meningkatkan keaksaraan dasar warga masyarakat buta aksara (warga belajar) sesuai dengan minat dan kebutuhan hidupnya. Depdiknas (2005) menjelaskan tujuan program keaksaraan fungsional adalah dalam rangka memenuhi amanat konstitusi agar semua warga negara buta aksara memiliki kemampuan dasar baca-tulis-hitung, sehingga mampu: a. Membuka wawasan untuk mencari sumber-sumber kehidupannya, b. Melaksanakan kehidupan sehari-hari secara efektif dan efisien. c. mengunjungi dan belajar pada lembaga yang diperlukan. d. memecahkan masalah keaksaraan dalam kehidupannya sehari-hari. e. Menggali, mempelajari pengetahuan, keterampilan dan sikap pembaharuan untuk meningkatkan mutu dan taraf hidupnya serta ikut berpartisipasi dalam pembangunan. Jadi dari pengertian dan tujuan program keaksaraan fungsional dapat disimpulkan bahwa program keaksaraan fungsional adalah salah satu bentuk layanan Pendidikan Luar Sekolah yang ditujukan kepada seluruh warga masyarakat/negara penyandang buta aksara agar memiliki kemampuan dasar diantaranya membaca, menulis, berhitung, kemampuan berbahasa Indonesia dengan baik dan benar yang berorientasi pada kehidupan sehari-hari dengan memanfaatkan potensi yang ada dilingkungan sekitarnya untuk peningkatan mutu dan taraf hidupnya yang pada akhirnya memiliki beberapa kemampuan yang mengarah kepada kemandirian dan penerapan pendidikan sepanjang hayat. Konsep baru keaksaraan menurut Kusnadi dkk. (2005) mengemukakan bahwa pemerintah Indonesia telah berusaha untuk menerapkan berbagai inisiatif, proses-proses, dan hasil-hasil kajian tentang program pemberantasan buta aksara secara lebih proporsional dengan memperhatikan kelemahan dan keberhasilannya, namun angka buta aksara tidak kunjung tuntas sampai milenium ketiga ini. Ada beberapa hal penyebab masalah tersebut. Pertama, adanya perbedaan ukuran tentang kebutaaksaraan. Dulu, seseorang dapat dikatakan bebas dari buta aksara apabila yang bersangkutan telah dapat membaca dan menulis nama dan alamatnya sendiri. Sekarang orientasi tersebut bergeser ke arah yang lebih luas, yakni tidak hanya sekitar mampu membaca dan menulis dan alamat sendiri, tapi lebih luas dari kedua kemampuan tersebut, yakni bebas buta aksara dan angka, bebas buta bahasa Indonesia, bebas buta pengetahuan dan pendidikan dasar. Dalam perkembangan selanjutnya, definisi dan tujuan keaksaraan adalah dalam rangka mengembangkan kemampuan seseorang untuk menguasai dan menggunakan keterampilan baca-tulis-hitung, kemampuan berfikir, kemampuan mengamati dan menganalisis untuk mecahkan berbagai permasalahan kehidupan dengan mendayagunakan potensi yang ada disekitarnya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa seseorang dapat dikatakan bebas buta aksara bila yang bersangkutan sudah dapat memfungsikan keaksaraan yang dikuasainya untuk kemaslahatan hidup sehari-hari bukan hanya sekedar pandai membaca dan menulis. Kedua, adanya perbedaan paradigma tentang istilah keaksaraan dengan program pemberantasan buta aksara. Dewasa ini, keaksaraan diartikan secara luas sebagai pengetahuan dasar dan keterampilan dasar dan keterampilan yang diperlukan oleh semua orang, yakni merupakan sesuatu yang pondasional bagi keterampilan hidup lainnya. Sementara pengertian pemberantasan buta aksara menurut Depdiknas (2005) adalah program layanan PLS untuk mendidik penduduk buta aksara dengan prioritas usia 10-44 tahun, agar dapat membaca aksara dan angka latin serta bahasa Indonesia sederhana yang dapat dijadikan bekal dalam pergaulan sehari-hari, dan melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi bagi yang memenuhi syarat. Ketiga, adanya perbedaan antara tataran konsep dengan tataran operasional. Konsep pemberantasan buta huruf fungsional pada tahun 1972 sebenarnya cukup bagus, tapi jika dilihat dari tujuannya belajar, selain hanya bisa baca tulis hitung ditambah dengan salah satu keterampilan kejuruan yang cenderung diintegrasikan dengan pendidikan dasar mata pencaharian. Begitu pula dengan Program Paket A, program ini konsepnya sangat bagus dan fungsional yakni belajar dari yang terdekat/nyata menuju yang jauh/abstrak. Hanya saja dalam pelaksanaan kegiatan tersebut, warga belajar dianggap homogen, sama dengan siswa di sekolah formal. Sedangkan dalam program keaksaraan fungsional seyogyanya kemampuan, potensi, ide, pengalaman, keterampilan, dan informasi yang dimiliki warga belajar sangat dihargai. Untuk menghindari permasalahan tersebut diatas, pendekatan keaksaraan fungsional diatas haruslah a) Menekankan pada menulis dari pada membaca pasif dari teks yang sudah ada, b) Menekankan pada keterlibatan warga belajar secara aktif dan kreatif, c) Membangun pengetahuan, pengalaman dan memperhatikan tradisi lisan warga belajar dan keaksaraan lainnya, d) Memusatkan pada bahan belajar yang dihasilkan warga belajar sendiri, bukan hanya sekedar buku paket, e) Menjamin bahwa proses belajar responsive dan relevan dengan konteks sosial, dan f) tempat belajar akan lebih baik jika dilingkungan warga belajar dari pada di dalam kelas. Oleh karena istilah fungsional dalam keaksaraan berkaitan dengan minat dan kebutuhan belajar warga belajar, fungsi dan tujuan dilakukannya pembelajaran keaksaraan fungsional, serta adanya jaminan bahwa hasil belajar benar-benar bermakna/bermanfaat (fungsional) bagi peningkatan mutu dan taraf hidup warga belajar dan masyarakatnya, maka warga belajar sebagai sasaran didik perlu memiliki kesempatan dalam kelompok untuk menganalsis dan memecahkan masalah yang dihadapinya. Untuk itu, sumber belajar perlu membantu warga belajar dalam mengembangkan kemampuannya guna dapat memanfaat keaksaraan (hasil belajarnya) dalam kehidupanya sehari-hari. Untuk menjamin agar pengetahuan yang diajarkan dalam kegiatan pembelajaran benar-benar fungsional sesuai dengan kebutuhan warga belajar, perlu diperhatikan kriteria berikut: a) kesadaran warga belajar, baik perorangan maupun kelompok akan keadaan tempat mereka hidup dan bekerja. Mereka perlu dimotivasi untuk membuat suatu analisis tentang faktor-faktor yang berperan pada masalah yang mereka hadapi, didorong untuk memikirkan cara-cara yang mungkin digunakan untuk mengubah hidup mereka kearah yang lebih baik. 2. Fungsionalitas program hendaklah berkaitan secara praktis dengan lingkungan hidup, pekerjaan dan situasi warga belajar. b) fleksibelitas program keaksaraan hendaklah memungkinkan untuk dimodifikasi, ditambah dan dikurangi sehingga menjadi responsif terhadap kebutuhan warga belajar dan persyaratan lingkungan hidup. c) keanekaragaman, hendaknya program keaksaraan cukup beragam untuk dapat menampung minat dan kebutuhan kelompok tertentu, seperti: petani, buruh, pedagang dan lain-lain. d) ketetapan hubungan belajar, pengalaman, kemampuan, potensi, minat, dan kebutuhan warga belajar hendaklah mempengaruhi hubungan tutor dan warga belajar yang dibangun pada hal-hal yang telah diketahui dan dapat dilakukan oleh warga belajar. e) berorientasi pada tindakan, program keaksaraan hendaklah bertujuan untuk memobilitas warga belajar melakukan tindakan untuk memperbaiki kualitas kehidupan mereka. Berdasarkan uraian terdahulu, dapat disimpulkan bahwa konsep baru keaksaraan bukan sekedar membebaskan masyarakat dari buta baca, tulis, hitung belaka. Bukan sekedar mengintegrasikannya dengan salah satu mata pencaharian. Lebih dari itu, warga masyarakat dengan kemampuan baca, tulis, hitung dapat memanfaatkannya dalam menghadapi berbagai masalah kehidupan yang bermuara pada peningkatan kualitas hidup. Intinya, bagaimana kemampuan baca, tulis, hitung berfungsi bagi peningkatan kualitas hidup yang bersangkutan. 4. Pengendalian Mutu Pendidikan Keaksaraan Berdasarkan pada pengertian dari ketiga hal di atas maka pengendalian mutu pendidikan keaksaraan merupakan suatu kegiatan untuk menjaga agar mutu atau kualitas program yang diselenggarakan berjalan sesuai dengan perencanaan yang telah ditentukan, atau proses memonitor melalui penilaian dan perbaikan agar hasilnya melebihi harapan dan memuaskan kebutuhan peserta didik. Kegiatan ini sangat penting dan harus dilaksanakan oleh penilik dengan tujuan agar program-program yang dilakukan oleh lembaga pendidikan nonformal khususnya pendidikan keaksaraan sesuai dengan standar pendidikan nasional pendidikan. B. Tujuan dan Manfaat Pengendalian Mutu Juran (1995:166) menjelaskan tujuan utama pengendalian adalah meminimalkan kerusakan ini, dengan tindakan cepat untuk memulihkan status quo atau, lebih baik lagi, mencegah kerusakan sebelum terjadi. Selanjutnya Hasibuan (2009:242) menjelaskan tiga tujuan pengendalian. Pertama, supaya proses pelaksanaan dilakukan sesuai dengan ketentuan-ketentuan dari rencana. Kedua, melakukan tindakan perbaikan (corrective), jika terdapat penyimpangan-penyimpangan (deviasi). Ketiga, supaya tujuan yang dihasilkan sesuai dengan rencana. Depdikbud (1997:8) mengemukakan pengendalian mutu diperlukan untuk memantau kemajuan dan memperbaiki kesalahan. Memantau perubahan lingkungan dan dampaknya pada kemajuan organisasi. Menanggulangi perubahan (perubahan standar mutu, perubahan kebijakan/peraturan) yang mempengaruhi program. Memantau mutu program, proses pelaksanaan program, dan tanggapan masyarakat terhadap program yang sedang dilaksanakan. Menambah/meningkatkan mutu program. Menyatukan gerak langkah pelaksanaan program yang berlatar belakang pendidikan berbeda.Memudahkan pendelegasian wewenang dan kerja tim. Selanjutnya, Umar (2009:142-143) melengkapi dengan fungsi pokok pengendalian, diantaranya: (1) mencegah terjadinya penyimpangan-penyimpangan atau kesalahan dengan melakukan pengendalian secara rutin disertai adanya ketegasan-ketegasan dalam pengawasan, yakni dengan pemberian sanksi yang semestinya terhadap penyimpangan yang terjadi. (2)Memperbaiki berbagai penyimpangan yang terjadi. Jika penyimpangan telah terjadi, hendaknya pengawasan/pengendalian dapat mengusahakan cara-cara perbaikan. (3) Mendinamisasikan organisasi. Dengan adanya pengawasan diharapkan sedin mungkin dapat dicegah terjadinya penyimpangan-penyimpangan, sehingga setiap unit organisasi selalu dalam keadaan bekerja secara efektif dan efisien. (4) Mempertebal rasa tanggung jawab. Dengan adanya pengendalian/pengawasan yang rutin, setiap unit organisasi berikut karyawannya dapat selalu megerjakan semua tugas yang diberikan dengan benar sehingga, kesalahan dalam pelaksanaan tugas akan kecil kemungkinannya akan muncul. Jika tindakan yang salah tidak dapat di hindari, laporan tertulis mengenai penyimpanan itu wajib diberikan. Dengan cara-cara seperti ini, diharapkan tanggung jawab terhadap pekerjaan makin lama main tebal. Selanjutnya Umar (2009) menjelaskan agar fungsi pengendalian dapat berjalan dengan baik, perlu diperhatikan prinsip- prinsipnya yang di antaranya adalah sebagai berikut: (1) Pengendalian hendaknya direncanakan dengan baik agar paling tidak dapat mengukur apakah proses pengendalian yang dlakukan berhasil atau tidak. (2) Dapat merefleksikan sifat pengawasan yang unik dari bidang-bidang yang diawasi.(3) Pelaporan penyimpangan dilakukan dengan segera.(4) Pengawasan harus bersifat fleksibel, diamis, dan ekonomis. (5) Dapat merefleksikan pola kerja unit organisasi, misalnya mengenai standar biaya. Jika suatu kegiatan telah menghabiskan biaya melebihi biaya standar maka pola kerja unit ini sudah tidak wajar.(6) Dapat menjamin diperlakukannya tindakan korektif, yaitu segera diketahui apa yang salah, dimana terjadinya kesalahan itu, dan siapa yang bertanggung jawab. Dengan demikian dapat dijelaskan tujuan pengendalian mutu pendidikan keaksaraan adalah: 1. Mempertahankan dan meningkatkan mutu pendidikan keaksaraan dengan menggunakan cara pengendalian mutu yang teratur untuk mendeteksi keadaan yang tidak wajar, bagaimana menangani situasi yang menyimpang, bagaimana menciptakan standar, kriteria dan peraturan dan bagaimana memutukan butir-butir pengendalian. 2. Memperbaiki mutu pendidikan keaksaraan dengan usaha memperbaiki kekurangan dan kelemahan yang ditemukan dalam suatu program kegiatan, sehingga mutu program tersebut dapat sesuai dengan standar mutu yang diinginkan/ditetapkan. 3. Mengembangkan mutu pendidikan keaksaraan secara bertahap sehingga pengendalian mutu akan mendorong menigkatkan serta menjaga program agar lebih bermutu. Jadi pengendalian bukan hanya untuk mencari kesalahan-kesalahan, tetapi berusaha untuk menghindari terjadinya kesalahan-kesalahan serta memperbaikinya jika terdapat kesalahan-kesalahan. Jadi pengendalian dilakukan sebelum, saat proses, dan setelah proses, yakni hingga hasil akhir diketahui. Berdasarkan paparan tentang tujuan dari pengendalian mutu , dapat dilihat dari manfaatnya pengendalian mutu pendidikan keaksaraan sangat banyak, sebagaimana telah diuraikan dalam paparan sebelumnya, dapat disimpulkan pengendalian mutu pendidikan keaksaraan bermanfaat untuk mencegah terjadinya kesalahan dalam melaksanakan program dengan cara mengusahakan setiap langkah yang dilaksanakan, setiap sumber daya yang digunakan dan setiap aspek yang terlibat dalam proses pembelajaran dievaluasi secara terus-menerus untuk mencegah terjadinya kesalahan dan juga memperbaiki kesalahan dan kekeliruan. C. Jenis-Jenis Metode Pengendalian Mutu Depdikbud (1997:9) menjelaskan empat jenis metode pengendalian, diantaranya (1) Pengendalian Pra Tindakan (Pre Action Control) adalah pengendalian yang dilakukan terhadap sumber daya manusia, alat/bahan belajar dan dana belajar sebelum proses pelaksanaan program dilaksanakan.(2) Pengendalian Kemudi (Steering Control) adalah pengendalian yang dirancang untuk mendeteksi penyimpangan dari standar yang ditetapkan dan memungkinkan tindakan perbaikan diambil sebelum suatu urutan kegiatan tertentu diselesaikan.(3) Pengendalian Penyimpangan atau ya/tidak adalah suatu proses penyaringan aspek dari suatu prosedur yang harus disetujui sebelum kegiatan dapat dilanjutkan.(4) Pengendalian Purna Tindakan (post action control) adalah mengukur hasil-hasil dari suatu tindakan/kegiatan yang telah diselesaikan. Selanjutnya Hasibuan (2009:242) menjelaskan enam sifat dan waktu pengendalian yang dapat dibedakan atas: (a) Preventive control, adalah pengendalian yang dilakukan sebelum kegiatan dilakukan untuk menghindari terjadinya penyimpangan-penyimpangan dalam pelaksanaannya.(b) Repressive control, adalah pengendalian yang dilakukan setelah terjadi kesalahan dalam pelaksanaannya, dengan maksud agar tidak terjadi pengulangan kesalahan, sehingga hasilnya sesuai dengan yang diinginkan.(c) Pengendalian saat proses dilaksanakan, jika terjadi kesalahan segera diperbaiki. (d) Pengendalian berkala, adalah pengendalian yang dilakukan secara berkala, misalnya perbulan, per semester, dan lain-lain. (e) Pengendalian mendadak (sidak), adalah pengawasan yang dilakukan secara mendadak untuk mengetahui apa pelaksanaan atau peraturan-peraturan yang ada dilaksanakan atau tidak dilaksanakan dengan baik. Pengendaaliaan mendadak ini ini sekali-sekali perlu dilakukan, supaya kedisiplinan karyaawan tetap terjaga baik. (f) Pengamatan melekat (waskat) adalah pengawasan/pengendalian yang dilakukan secara integrative mulai dari sebelum, pada saat, dan sesudah kegiatan dilakukan. D. Prosedur Pengendalian Mutu Ada empat langkah proses pengendalian menurut Sukmadinata (2006:45-46), meliputi:(1) Perencanaan, yaitu menyusun tujuan dan standar-standar performansi. Tujuan kegiatan dirumuskan dalam bentuk performansi yang mengandung standar pengukuran untuk menentukan sampai sejauh mana performasi dapat dicapai.(2) Pengukuran performansi nyata. Tugas yang harus dilakukan disini adalah mengukur secara akurat performan nyata yang dicapai. Pengukuran ini harus akurat sehingga dapat diketahui perbedaan antara apa yang akan dicapai dan apa yang diharapkan dapat dicapai atau ideal.(3) Membandingkan performansi hasil pengukuran dengan performansi standar sehingga diperoleh persamaan pengendalian yaitu: kebutuhan akan perbaikan = performansi ideal – performansi actual.(4) Perbaikan, yaitu memperbaiki performansi dan situasi yang dihadap. Ada dua macam situasi yang dihadapi, yaitu situasi problematik karena performansi yang diharapkan berada dibawah yang diinginkan. Situasi kedua adalah situasi oportuniti, yaitu performansi yang dicapai melebihi atau berada diatas standar. Tindakan yang harus diambil adalah mencari penyebab terjadinya situasi yang demikian. Situasi oportuniti berupa tindakanan menjaga atau memelihara agar situasi demikian dapat dipertahankan pada masa yang akan datang. Selanjutnya Hasibuan (2006:245) menjelaskan proses pengendalian dilakukan secara bertahap melalui langkah-langkah sebagai berikut:(a) Menentukan standar-standar yang akan digunakan sebagai dasar pengendalian.(b) Mengukur pelaksanaan atau hasil yang telah dicapai.(c) Membandingkan pelaksanaan atau hasil dengan standar dan menentukan penyimpangan yang ada.(d) Melakukan tindakan perbaikan, jika terdapat penyimpangan agar pelaksanaan dan tujuan sesuai dengan rencana. Rencana juga perlu dinilai ulang dan dianalisis kembali, apakah sudah benar-benar realistik atau tidak. Jika belum benar atau realistik maka rencana itu harus diperbaiki. Selanjutnya Hasibuan (2006:245) menjelaskan cara-cara pengendalian dapat dilakukan sebagai berikut:(a) Pengawasan langsung (b) Pengawasan tidak langsung. (c) Pengawasan berdasarkan kekecualian Depdikbud (1997:10-17) menyempurnakan langkah-langkah pengendalian dengan urutan: (a) Persiapan, dengan membentuk dan melatih gugus kendali mutu (b) Pelaksanaan yang meliputi anggota gugus kendali mutu mempelajari standar mutu program yang ditetapkan secara nasional, membuat dan menguasai standar mutu untuk masing-masing program disesuaikan dengan kondisi wilayah kemampuan dana dan sumber daya manusia. Standar ini merupakan standar mutu yang harus dicapai dalam waktu tertentu, mempelajari dan menguasai prosedur pembuatan percontohan, mengidentifikasi kelemahan yang terdapat pada setiap aspek dalam kegiatan yang sedang berjalan,melaksanakan tindakan pengendalian.(c) Tindak Lanjut, yang meliputi menilai hasil pengendalian, menilai proses pengendalian, mencegah timbulnya kesalahan baru, meningkatkan kemampuan gugus kendali mutu. E. Efektifitas Pengendalian Mutu Agar pengendalian mutu pendidikan keaksaraan dapat efektif, maka strategi yang harus digunakan sistem pengendalian yang dapat diandalkan dan efektif mempunyai karakteristik tertentu yang sifatnya relatif. Akan tetapi, sebagian besar dari sistem pengendalian diperkuat oleh ciri-ciri seperti berikut: Pertama, teliti (accurate), informasi yang dihasilkan system pengendalian harus benar. Kedua, berkala (timely), informasi harus diperoleh secara berkala sehingga usaha perbaikan dapat diberikan secara berkala pula. Ketiga, objektif dan komprehensif (objective and comprehensible), sistem pengendalian harus dapat dipahami oleh semua orang yang terlibat dalam sistem ini. Keempat, terfokus pada titik-titik pengendalian yang strategis (focused on strategic control paints), system pengendalian harus difokuskan pada titik-titik sehingga penyimpangan dari standar dapat segera diketahui. Kelima, realistik (economically and organizationally realistic), sistem pengendalian mudah dilakukan sehingga biaya rendah. Keenam, fleksibel (flexible), sistem pengendalian cukup lentur dalam menghadapi hal-hal yang tidak biasa atau menghadapi peristiwa yang tidak diharapkan/diduga. Ketujuh, Preskriptif dan operasional (prescriptive and operational), apabila standar performansi tidak ditemukan, sistem pengendalian akan menunjukkan tindakan apa yang harus dilakukan. Kedelapan, diterima oleh anggota organisasi (acceptable to organizational members), sistem pengendalian harus dapat diterima oleh seluruh staf organisasi. Umar (2009:144-145) dan sukmadinata (2006:45-46) Sejalan dengan pendapat di atas Depdikdud (1997:4-7) mengemukakan prinsip-prinsip pengendalian, diantaranya. (a) Berkesinambungan yaitu pelaksanaan program berjalan secara berkesinambungan, proses pelaksanaan program dilakukan bertahap, pengendalian mutu tahap pertama menjadi bahan acun untuk tahap berikutnya. (b) Menyeluruh yaitu bagian pengendalian mutu secara menyeluruh, yaitu seluruh program diklusepora meliputi program dikmas, binmud dan keolahragaan, pelaksanaan program tersebut dikaitkan dengan indikator yang ada pada 10 patokan diklusepora.(c) Terpadu yaitu kegiatan pengendalian mutu menjadi tanggungjawab bersama kepala SKB, Pamong Belajar dan kaur Tata Usaha atau unsur lain yang terlibat, kegiatan pengendalian mutu merupakan kegiatan kelompok yang tidak dilakukan oleh perseorangan, keberhasilan pengendalian mutu harus terlihat ada kerjasama dari semua pelaksana yang terlibat, dalam pengendalian mutu prinsip manajemen perlu diterapkan dan harus siap menerima saran dan kritik dari orang lain untuk perbaikan. (d) Memperbaiki dan mengembangkan yaitu bila hasil temuan pengendalian mutu pada tahap persiapan, pelaksanaan dan tindak lanjut, tidak mencapai target maka perlu diperbaikinya sampai tindak lanjut, bila pelaksanaan kegiatan pengendalian mutu pada tahun yang sedang berjalan belum selesai, tetapi dianggap perlu untuk dikembangkan, maka diprogramkan pelaksanaannya pada tahun berikut.(e) Kesesuaian dengan kebutuhan yaitu dalam pengendalian mutu perlu diperhatikan kesesuaian program dengan kebutuhnan warga belajar. F. Standar Nasional Pendidikan Pengendalian mutu bertujuan untuk menyakinkan bahwa pelaksanaan program keaksaraan telah memiliki kualitas yang memenuhi/melebihi standar minimal yang telah ditentukan. Untuk melaksanakannya berpedoman kepada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Selanjutnya Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 63 tahun 2009 Tentang Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan pada pasal 13 ayat (1) menjelaskan bahwa Standar Nasional Pendidikan bagi satuan atau program pendidikan nonformal dirumuskan sedemikian rupa sehingga tidak menghilangkan atau mengurangi keluwesan dan kelenturan pendidikan nonformal dalam melayani pembelajaran peserta didik sesuai dengan kebutuhan, kondisi, problematika yang dihadapi masing-masing peserta didik. Dan peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 49 Tahun 2007 Tentang Standar Pengelolaan Pendidikan Oleh Satuan Pendidikan Nonformal. Oleh sebab itu disamping 8 (delapan) standar minimum yang ditetapkan pemerintah melalui PP. No.19 Tahun 2005, maka untuk pendidikan keaksaraan penulis menambahkan 1 (satu) standar tambahan yang dapat diuraikan sebagai berikut: (1) Standar isi Standar isi pendidikan keaksaraan adalah ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi yang dituangkan dalam kriteria tentang kompetensi tamatan, kompetensi bahan kajian, kompetensi mata pelajaran, dan satuan kompetensi keaksaraan yang harus dipenuhi yang harus dipenuhi atau dikuasai oleh peserta didik. 2) Standar Proses Standar proses pendidikan keaksaraan adalah yang berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran pada kelompok belajar untuk pencapaian standar kompetensi tamatan (proses interaksi peserta didik dengan pendidik) 3) Standar Kompetensi Lulusan Standar kompetensi lulusan pendidikan keaksaraan adalah kualifikasi kemampuan lulusan pendidikan keaksaraan yang mencakup sikap, pengetahuan dan keterampilan. 4) Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan Standar pendidik pendidikan keaksaraan adalah kriteria orang yang akan membelajarkan atau orang yang akan memfasilitasi proses belajar serta orang yang akan mengelola/menyelenggarakan kelompok belajar. 5) Standar Sarana dan Prasarana Standar Sarana dan Prasarana pendidikan keaksaraan adalah standar yang berkaitan dengan fasilitas fisik yang diperlukan untuk penyelenggaraan layanan proses pembelajaran dalam kelompok belajar. 6) Standar Pengelolaan Standar pengelolaan pendidikan keaksaraan adalah yang berkaitan dengan sistem pengelolaan dan penyelenggaraan pada tingkat satuan kelompok belajar, kabupaten/kota, provinsi, atau nasional yang berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan agar tercapai efisiensi dan efektifitas penyelenggaraan pendidikan. 7) Standar Pembiayaan Standar pembiayaan pendidikan keaksaraan adalah standar yang mengatur komponen dan besarnya biaya operasi satuan pendidikan yang berlaku selama enam bulan. 8) Standar Penilaian Standar penilaian pendidikan keaksaraan adalah standar yang berkaitan dengan mekanisme, prosedur, instrumen penilaian, dan hasil belajar peserta didik. 9) Standar Peserta Didik/Warga Belajar Standar peserta didik pendidikan keaksaraan adalah standar yang berkaitan dengan kriteria calon peserta didik atau sasaran program. BAB III PEMBAHASAN A. Persiapan Pengendalian mutu pendidikan keaksaraan merupakan suatu kegiatan untuk menjaga agar mutu atau kualitas program pendidikan keaksaraan yang diselenggarakan berjalan sesuai dengan perencanaan yang telah ditentukan. Kegiatan ini sangat penting dan harus dilaksanakan oleh setiap pengelola suatu program kegiatan pelayanan masyarakat yang didalamnya melibatkan unsur-unsur manajemen dengan tujuan untuk peningkatan hasil atau produk. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penyelenggaraan suatu program dimana pengelolaannya secara team work yang terstruktur dalam suatu organisasi, maka mutu atau kualitas yang dihasilkan setiap orang akan menjadi hasil dari kelompok atau organisasi, sehingga adanya kerja kelompok yang melibatkan semua orang dengan tugas dan fungsi masing-masing untuk menciptakan sadar mutu dan hasil yang bermutu menjadi tanggung jawab seluruh anggota yang berada dalam organisasi tersebut. Berdasarkan hal tersebut di atas, penilik yang diberi tugas sebagai pengendali mutu yang bertanggung jawab mempertahankan mutu, memberikan peringatan seawal mungkin bila terjadi penyimpangan, memperbaiki kekurangan-kekurangan/kesalahan-kesalahan, dan mengembangkan mutu program pendidikan keaksaraan tidak akan dapat berjalan sendiri dan sangat dibutuhkan team work yang dapat bekerja sama sehingga pengendalian mutu yang dilakukan dapat dilakukan dengan hasil yang maksimal. Jadi sebelum pengendalian mutu dilaksanakan kegiatan yang harus dilakukan adalah: Pertama Pembentukan tim pengendali mutu terpadu yang terdiri dari kepala dinas pendidikan, kepala bidang PLS, Penilik, Kepala UPTD SKB, kepala seksi PLS, TLD/FDI dan Staf bidang PLS yang wajib menyelenggarakan pertemuan koordinasi setiap satu bulan sekali. Tanpa adanya dukungan akan pengendalian mutu dari unsur pimpinan maka akan sulit mewujudkan kondisi sadar mutu pada personil program yang ada di lapangan. Kedua Melatih penilik tentang kendali mutu dengan cara mengunjungi instansi-instansi yang sudah melaksanakan kegiatan kendali mutu untuk membuka wawasan, menghadiri pertemuan-pertemuan yang membicarakan masalah pengendalian mutu, mempelajari standar nasional pendidikan, mengikuti pelatihan-pelatihan tentang pengendalian mutu, agar terampil melaksanakan tugas yang menjadi tanggung jawabnya B. Perencanaan Pengendalian Mutu Perencanaan pengendalian mutu diawali dengan menyusun standar yang berpatokan pada kebijakan pemerintah standar nasional pendidikan dengan mempertimbangkan kondisi masyarakat setempat yang bertujuan untuk memudahkan pengukuran, sehingga kegiatan ini nantinya dapat lebih terarah, teratur dan serta menjadi tujuan yang ditetapkan yaitu menentukan sampai sejauh mana standar dapat dicapai. Contoh sebagaimana yang diuraikan dalam matrik berikut: 1. Standar isi Standar isi pendidikan keaksaraan adalah ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi yang dituangkan dalam kriteria tentang kompetensi bahan kajian pendidikan keaksaraan yang harus dipenuhi dan dikuasai oleh peserta didik Tabel 1 RANCANGAN STANDAR ISI PENGENDALIAN MUTU PENDIDIKAN KEAKSARAAN No Variabel Indikator Bukti 1. 2. 3. Kurikulum Jadwal Belajar Program 1. Mempedomani Standar Kompetensi Keaksaraan/SKK (tingkat dasar, lanjut dan mandiri 2. Dilakukan pengembangan kurikulum dengan melibatkan peserta didik berdasarkan kebutuhan dan minat peserta didik 3. Bahan belajar berdasarkan konteks lokal 4. Pembelajaran dengan desain lokal 5. Penyusunan kurikulum fungsionalisasi hasil belajar berdasarkan kebutuhan peserta didik 1. Jadwal belajar disusun berdasarkan kesepakatan peserta didik 2. Tatap muka minimal 6 (enam) jam perminggu 3. 1 (satu) jam 60 (enam puluh) menit 4. Frekuwensi pertemuan tatap muka minimal 2 (dua) kali seminggu 5. Memiliki kalender pendidikan yang disosialisasikan 1. Kompetensi membaca berdasarkan kebutuhan dan kemampuan peserta didik 2. Kompetensi menulis berdasarkan kebutuhan dan kemampuan peserta didik 3. Kompetensi berhitung berdasarkan kebutuhan dan kemampuan peserta didik 4. Kompetensi komunikasi bahasa indonesia berdasarkan kebutuhan dan kemampuan peserta didik 5. Standar kompetensi terintegrasi dengan fungsionalisasi hasil belajar 1. Adanya SKK untuk tiga tingkatan 2. Ada hasil pengembangan kurilkulun yang dilengkapi dengan tanda tangan peserta didik 3. Ada materi dengan kontek lokal 4. Ada rancangan pembelajaran 5. Ada kurikulum fungsionalisasi yang di tanda tangani peserta didik 1. Ada jadwal yang ditanda tangani Peserta didik 2. Ada daftar hadir peserta didik 3. Ada daftar hadir tutor 4. Ada daftar hadir penyelenggara 5. Ada kalender pendidikan selama Satu tahap program. 1. Ada hasil penilaian kemampuan membaca dan yang ditanda tangani oleh peserta didik 2. Ada hasil penilaian kemampuan membaca dan yang ditanda tangani oleh peserta didik 3. Ada hasil penilaian kemampuan membaca dan yang ditanda tangani oleh peserta didik 4. Ada hasil penilaian kemampuan membaca dan yang ditanda tangani oleh peserta didik 5. Ada rancangan pembelajaran berdasarkan hasil analisis kemampuan peserta didik yang terintegrasi dengan fungsionalisasi hasil belajar. 2. Standar Proses Standar proses pendidikan keaksaraan adalah yang berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran pada kelompok belajar untuk pencapaian standar kompetensi tamatan (proses interaksi peserta didik dengan pendidik) Tabel 2 RANCANGAN STANDAR PROSES PENGENDALIAN MUTU PENDIDIKAN KEAKSARAAN No Variabel Indikator Bukti 1. 2. 3. 4. 5. Perencanaan Pembelajaran Pelaksanaan Pembelajaran 3. Penilaian Pengawasan Pelaporan 1. Melaksanakan pengalian minat dan kebutuhan peserta didik 2. Melibatkan peserta didik dalam penyusunan rencana 3. Menjelaskan strategi pembelajaran 4. Kesepakatan pembelajaran 5. Penyusunan rencana secara bersama-sama 1. Penataan ruang belajar yang menyenangkan 2. Diskusi awal untuk membuka pikiran Peserta didik 3 Pembelajaran menulis berkelompok 4. Pembelajaran membaca 5. Pembelajaran berhitung 6. Pembelajaran berkomunikasi bahasa Indonesia 7. Pembelajaran terintegrasi Keterampilan fungsional 8. Mengikuti kaidah-kaidah andragogi 1. Melaksanakan penilaian awal kemampuan membaca 2. Melaksanakan penilaian awal kemampuan menulis 3. Melaksanakan penilaian awal kemampuan berhitung 4. Melaksanakan penilaian proses kemajuan belajar 5. Melaksanakan penilaian akhir 1. Melakukan supervisi 2. Melakukan pengawasan 1. Laporan pelaksanaan pembelajaran 2. Laporan akhir pembelajaran 3. Laporan pelaksanaan program 4. Laporan akhir pelaksanaanprogram 5. Laporan supervisi dan evaluasi 1. Ada daftar minat peserta didik yang Telah ditandatangani 2. Ada daftar hadir penyusunan rencana pembelajaran 3. Ada surat peryataan kesepakatan Belajar oleh peserta didik 1. Adanya ruangan yang tertata 2. Ada hasil diskusi 3. Ada pembagian kelompok 4. Ada data hasil menulis 5. Ada data hasil membaca 6. Ada data hasil berhitung 7. Ada panduan berbahasa dan hasil 8. Ada hasil pengintegrasian 1. Ada instrumen dan hasil penilaian awal membaca, menulis, berhitung dan berbahasa 2. Ada instrumen dan hasil penilaian proses 3. Ada instrumen dan hasil penilaian akhir 4. Ada jadwal supervisi suvervisi Bukti suverpisi 5. Ada Jadwal dan hasil pengawasan 6. Ada laporan proses pembelajaran 7. Ada laporan akhir pembelajaran 8. Ada laporan pelaksanaan program 9. Ada laporan akhir program 10. Ada laporan suvervisi dan pengawasan 3. Standar Kompetensi Lulusan Standar kompetensi lulusan pendidikan keaksaraan adalah kualifikasi kemampuan lulusan pendidikan keaksaraan yang mencakup sikap, pengetahuan dan keterampilan. Tabel 3 RANCANGAN STANDAR KOMPETENSI LULUSAN PENGENDALIAN MUTU PENDIDIKAN KEAKSARAAN No Variabel Indikator Bukti 1. 2. Dasar Fungsional 1. Kemampuan membaca 2. Kemampuan menulis 3. Kemampuan berhitung 4. kemampuan berbahasa indonesia 1.Kemampuan Aktualisasi diri 2. kemampuan bersosialisasi 3.Kemampuan peningkatan kualitas diri 4. Kewirausahaan 1. Ada dokumen kriteria ketuntasan 2. Ada laporan realisasi rencana belajar 3. Ada data minimal 80% peserta didik dinyatakan bebas buta aksara 2. Ada data minimal 75% peserta didik memiliki keterampilan usaha 3. Ada data minimal 25% peserta didik berusaha mandiri atau kelompok. 4. Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan Standar pendidik pendidikan keaksaraan adalah kriteria orang yang akan membelajarkan atau orang yang akan memfasilitasi proses belajar serta orang yang akan mengelola/menyelenggarakan kelompok belajar. Tabel 4 RANCANGAN STANDAR PENDIDIK DAN KEPENDIDIKAN PENGENDALIAN MUTU PENDIDIKAN KEAKSARAAN No Variabel Indikator Bukti 1. 2. a. b. Pendidik Tenaga Kependidikan Perorangan Lembaga 1. Sehat jasmani dan rohani 2. Minimal kualifikasi SMA 3. Minimal kualifikasi SMA + keguruan 4. Non sekolah formal +keahlian istimewa 5. Dekat dengan lokasi kejar 6. Mampu melaksanakan tutorial 7. Mampu mengelola proses 8. Mampu menerapkan metode Partisipatif 9. Mampu menjalin kemitraan 10. Memiliki komitmen terhadap tugas 11. Telah mengikuti pelatihan tutor 12. Jumlah 1 orang 1. Pendidikan minimal SLTA 2. Pengalaman minimal 2 tahun 3. Aktif di LSM/organisassi masyarakat 4. Mampu dalam pengadministrasian 5. Mampu menyediakan sarpras 6. Tidak terlibat tindakan kriminal 7. Mampu mengelola kelompok dengan jumlah minimal 10 orang 8. Jumlah 1 orang 9. memiliki jaringan kerja dan kemitraan 1. Memiliki akte/badan hukum/AD- ART 2. Pengalaman minimal 3 tahun 3. Memiliki data sasaran 4. Memiliki sarana dan prasarana 5. Memiliki tenaga tutor dan administrasi 6. Memilliki jaringan kerja/kemitraan 7. Mampu mengelola secara kelompok Dengan jumlah minimal 10 orang 1. Dapat menunjukkan sikap yang wajar/normal 2. Ada dokumen tentang pendidikan (ijazah) dan sertifikat pendukung. 3. Mendapat pengakuan kemampuan memiliki kemampuan khusus dari lingkungan. 4. Ada foto copi ktp 5. Ada jadwal tutorial 6. Ada perencanaan pembelajaran 7. Ada rancangan metode partisipatif 8. daftar hadir lengkap 8. Memiliki SK keaktifan di LSM 9. Ada data lembaga kerja sama 10. Ada sertifikat pelatihan tutor 1. Ada dokumen tentang pendidikan Berupa ijazah dan sertifikat 2. Laporan sukses strory 3. Memiliki peta sasaran program dan Lokasi belajar 4. Ada sarana dan prasarana 5. Ada kelengkapan Administrasi 6. Buku induk terisi lengkap 7. Ada laporan program yang meliputi 8. standar nasional pendidikan 1. Dapat menunjukkan Akte notaris, Dan ad-art 2. Ada laporan sukses story 3. Ada peta dan data sasaran 4. Tersedia saspras 5. Ada daftar hadir tutor dan admnya 6. Ada akad kerja sama dengan mitra 7. Ada buku induk 5. Standar Sarana dan Prasarana Standar Sarana dan Prasarana pendidikan keaksaraan adalah standar yang berkaitan dengan fasilitas fisik yang diperlukan untuk penyelenggaraan layanan proses pembelajaran dalam kelompok belajar. Tabel 5 RANCANGAN STANDAR SARANA DAN PRASARANA PENGENDALIAN MUTU PENDIDIKAN KEAKSARAAN No Indikator Bukti Bukti 1. 2. 3. 4. 5. Tempat Alat dan Kelengkapan Administrasi bahan 1. Lokasi mudah dijangkau 2. Ruangan belajar sesuai kebutuhan 1. Tersedia papan tulis 2. Tersedia alat tulis 3. Tersedia papan nama kelompok 4. Meja kursi lengkap 5. Kelengkapan administrasi peserta didik 2. Kelengkapan administrasi tutor 3. Kelengkapan administrasi kelompok 1. Ratio modul 1:1 2. Minimal ada 2 jenis bahan belajar Yang dibuat oleh peserta didik 3. Minimal ada satu set alat keterampilan 1. Ada peta lokasi 2. Ada alamat lengkap 3. Ada ruang belajar 4. Ada daftar peralatan, mobiler dan Kelengkapannya. 5. Ada buku administrasi lengkap 6. Ada buku panduan tutor 7. terpenuhi kebutuhan modul 8. Ada bahan pelengkap 9. Ada alat praktek keterampilan 6. Standar Pengelolaan Standar pengelolaan pendidikan keaksaraan adalah yang berkaitan dengan sistem pengelolaan dan penyelenggaraan pada tingkat satuan kelompok belajar, kabupaten/kota, provinsi, atau nasional yang berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan agar tercapai efisiensi dan efektifitas penyelenggaraan pendidikan. Tabel 6 RANCANGAN STANDAR PENGELOLAAN PENGENDALIAN MUTU PENDIDIKAN KEAKSARAAN No Variabel Indikator Bukti 1. 2. 3. 4. Perencanaan Pelaksanaan rencana kerja Kepemimpinan Sistem informasi Dan manajemen 1. adanya visi dan misi yang mudah dipahami dan disosialisasikan 2. adanya tujuan yang mudah dipahami dan disosialisasikan. 3. Memiliki rencana kerja 1. Memiliki pedoman yang mengatur Pengelolaan 2. Melaksanakan kegiatan sesuai Perencanaan 3. melaksanakan pendayagunaan pendidik 4. Mengelola sarana dan prasarana 5. Menciptakan suasana yang kondusif 6. Melibatkan masyarakat dan kemitraan 7. Memiliki program pengawasan 8. Melakukan evaluasi diri 9. Melakukan evaluasi kinerja 1. ada kriteria untuk jadi pengelola 2. Ada struktur organisasi dan pembagian tugas yang jelas 1. Memililiki sistem informasi 2. Memiliki alat pendukung administrasi 1. Ada dokumen tertulis visi, misi, tujian dan rencana kerja 2. Dipampang jelas dan mudah dibaca 3. Adanya pedoman pengelolaam yang meliputi SKK, kalender akademik, stuktur organisasi, pendayaagunaan pendidik, peraturan akademik, tata tertib, kode etik, biaya operasionaal. 4. Adanya bagan struktur organisasi 5. Ada dokumen laporan evaluasi Diri lembaga dan kinerja pendidik 5. Ada persyaratan pengelola 6. Ada bagan organisasi yaang dipampangkan dengan jelas 7. Ada layanan informasi 8. Ada perangkaat komputer 7. Standar Pembiayaan Standar pembiayaan pendidikan keaksaraan adalah standar yang mengatur komponen dan besarnya biaya operasi satuan pendidikan yang berlaku selama enam bulan. Tabel 7 RANCANGAN STANDAR PEMBIAYAAN PENGENDALIAN MUTU PENDIDIKAN KEAKSARAAN No Variabel Indikator Bukti 1. 2. 3. 4. Rencana Sumber Penerimaan akuntabilitas Pertanggung jawaban Memiliki RAB untuk satu kegiatan Mengoptimalkan sumber penerimaan 1. Memilki dokumen pembukuan lengkap 2. Mengelola keuangan berdasarkan Ketentuan Setiap transaksi dapat dipertanggung jawabkan 1. Ada RAB yang dipedomani 2. Ada data tetang sumber dana 3. Ada pembukuan keuangan 4. Ada data rincian pengunaan dana 5. Ada data penerimaan tutor 6. Ada kwitansi pembayaran 7. Ada laporan keuangan 8. Standar Penilaian Standar penilaian pendidikan keaksaraan adalah standar yang berkaitan dengan mekanisme, prosedur, instrumen penilaian, dan hasil belajar peserta didik. Tabel 8 RANCANGAN STANDAR PENILAIAN PENGENDALIAN MUTU PENDIDIKAN KEAKSARAAN No Variabel Indikator Bukti 1. 2. 3. 4. 5. Rancangan Jadwal penilaian Metode Laporan Penilaian Penghargaan Disusun dengan melibatkan peserta Didik Penilaian dilakukan dari awal sampai Akhir 1. Fariasi metode penilaian 2. Penilaian untuk perbaikan 3. Penilaian dilakukan secara menyelu- Ruh, objektif dan berkelanjutan. 1. Ada laporan penilaiaan 2. Pemberikan SUKMA kepada peserta Yang telah memenuhi standar kompetensi 1. Penghargaan bagi yang berprestasi 2. Mengikuti ajang kompetisi 1. Ada rancangan penilaian yang ditanda tangani peserta didik 2. Ada jadwal penilaian 3. Ada hasil penilaian 4. Ada jadwal remedial 1. Ada laporan penilaian 2. Ada tanda terima SUKMA 1. Ada data peserta didik yang berprestasi 2. Ada sertifikat mengikuti lomba 9. Standar Peserta Didik/Warga Belajar Standar peserta didik pendidikan keaksaraan adalah standar yang berkaitan dengan kriteria calon peserta didik atau sasaran program. Tabel 9 RANCANGAN STANDAR PESERTA DIDIK PENGENDALIAN MUTU PENDIDIKAN KEAKSARAAN No Variabel Indikator Bukti 1. 2. 3. Usia Pendidikan Regrutmen 1. Usia 15 -24 tahun prioritas 1 2. Usia 25-44 tahun prioritas II 3. Usia > 45 tahun keatas prioritas III

1. Buta huruf murni minimal 70%
2.D.O. SD kelas I.II dan III

Penerimaan peserta didik dilakukan secara objektif, transparan, tanpa diskriminasiGender, agama, etnis, status sosial, kemampuan ekonomi. 1. Ada dokumen data/daftar warga belajar lengkap dengan biodata diri, ada foto, alamat dan foto copy ktp
2. Ada surat pernyataan kesediaan mengikuti program yang ditanda tangaani atau cap jari.











C. Pelaksanaan Pengendalian Mutu Pendidikan Keaksaraan
1. Pengendalian sebelum pelaksanaan program
Sebelum dilaksanakan program pendidikan keaksaraan, sangat dibutuhkan pengendalian yang dilakukan sebelum kegiatan dilakukan untuk menghindari terjadinya penyimpangan-penyimpangan dalam pelaksanaannya. Berdasarkan hasil analisis terhadap program pendidikan keaksaraan selama ini, pendidikan keaksaraan berpotensi terjadi penyimpangan sebelum program dilaksanakan, yaitu sulitnya mendapatkan data buta aksara yang akurat sehingga akan member peluang bagi penyelenggara untuk meakukan kesalahan regruitmen peserta didik, kesalahan persepsi tujuan pendidikan keaksaraan dan permasalahan kultur lokal masyarakat.
Berbagai pertimbangan mengenai respon masyarakat kita terhadap pendidikan keaksaraan, peran serta masyarakat merupakan pendukung utama dalam penyelenggaraan pendidikan keaksaraan. Hal ini mengandung pengertian upaya terus mengoptimalkan peran serta masyarakat dalam mengembangkan segala potensi yang dimilki oleh masyarakat yang didukung keterlibatan penuh masyarakat dalam pengambilan keputusan.
Masalah pengerakan peran serta masyarakat sebenarnya bukan merupakan masalah yang mudah, apalagi ditunjang dengan tingkat kesadaran sebagian masyarakat akan pentingnya kemelekaksaraan masih rendah. Peningkatan pengerakan peran serta masyarakat harus dilakukan dengan tepat melalui sosialisasi yang tepat pula.
Untuk itu, kiranya dapat dipahami bahwa pemerintah (dinas pendidikan) harus menjadi penendang bola pertama dalam program pemberantasan buta aksara. Tindakan pertama adalah mengkodisikan pendidikan keaksaraan dengan kegiatan yang sederhana namun efektif, kedua adalah mengubah sikap masyarakat terhadap pendidikan keaksaraan yang kurang menguntungkan. Ketiga adalah mengugah kesadaran masyarakat, dari kekurangtahuan dan kekurangpedulian terhadap pemberantasan buta aksara melalui pendidikan keaksaraan menjadi pemahaman tentang seluk beluk, penyelenggaraan dan tindaklanjutnya; kesadaran tentang dampak buta aksara yang perlu dituntaskan, serta kepedulian bahwa pemberantasan buta aksara adalah suatu masalah yang memerlukan tanggung jawab dan tindakan bersama. Prakondisi ini harus terlebih dahulu diciptakan sebelum terwujud kondisi dimana masyarakat ikut terlibat aktif dalam kegiatan pendidikan keaksaraan.
Upaya penggerakan peran serta masyarakat perlu diawali dengan penggalangan komitmen bersama tentang pemberantasan buta aksara sebagai masalah bersama antara pemerintah dan lembaga-lembaga yang ada di masyarakat serta tokoh-tokoh masyarakat, mulai dari pimpinan kelurahan/nagari, KAN. MUI, PKK, Bundo kanduang, tokoh-tokoh agama, pemuka masyarakat, intelektual, pemilik media massa/pengelola akses informasi, pekerja sosial, pengusaha, atau tokoh-tokoh masyarakat lain yang dapat diharapkan keterlibatannya sebagai inti pengerakan peran serta masyarakat.
Di dalam sistem pendidikan nasional tegas dinyatakan bahwa masyarakat berkewajiban memberikan dukungan sumber daya dalam penyelenggaraan pendidikan. Sementara masyarakat disini dapat berperan sebagai referensi mengenai komunitas-komunitas tertutup yang kadang-kadang tidak diketahui oleh pemerintah. Untuk itu pilihan strategi yang dapat dilakukan, diantaranya:
a. ”Pembanjiran” Informasi Seluas-Luasnya Kepada Seluruh Masyarakat dalam rangka perluasan jangkauan kemitraan.
Kita menyadari bahwa salah satu titik lemah pendidikan keaksaraan adalah kurangnya informasi yang diterima oleh masyarakat. Karena itu penyebaran informasi mengenai pendidikan keaksaraan seluas-luasnya dan seefektif mungkin untuk mengubah persepsi dan perilaku masyarakat merupakan hal pertama yang harus dikerjakan. Seluruh kutup informasi harus dibuka lebar kepada masyarakat, baik melalui penyuluhan khusus atau ditumpangkan pada penyuluhan lainnya dan media cetak maupun elektronik. Tentu saja perlu dipikirkan metode dan strategi komunikasi massa yang efektif agar ’social marketing” mengenai pemberantasan buta aksara ini dapat menembus semua strata sosial.
Informasi yang diberikan kepada masyarakat dapat disesuaikan dengan ”selera” masyarakat setempat, tidak kaku, transparan serta menggunakan bahasa masyarakat tersebut. Informasi penting tentang pendidikan keaksaraan yang perlu diketahui masyarakat adalah:
1) Program pendidikan keaksaraan dalam upaya penuntasan buta aksara merupakan tanggung jawab bersama
2) Pengertian pendidikan keaksaraan itu sendiri, sasaran, tujuan dan tindak lanjutnya.
Fokus informasi pendidikan keaksaraan dapat dipusatkan pada informasi tentang sasaran pendidikan keaksaraan, dimana sulitnya mendapatkan data yang akurat tentang masyarakat buta aksara dan sulitnya melakukan pendataan terhadap masyarakat buta aksara.
Masih ada anggapan di kalangan sebagian masyarakat kita, terutama pada strata sosial ekonomi menegah ke bawah, bahwa buta aksara bukan suatu penyakit atau beban bagi pribadi dan keluarga serta lingkungan, merasa malu mengakui buta huruf, dan tidak siap di cap ”bodoh” oleh lingkungan.
”Pembanjiran” informasi pendidikan keaksaraan ini harus dilakukan secara periodik, sampai kita yakin bahwa mata masyarakat sudah terbuka lebar.
b. Keluarga Sebagai Inti Penggerakan Peran Serta Masyarakat
Taktik ”pembanjiran” informasi masyarakat dengan informasi pendidikan keaksaraan ini diharapkan dapat menciptakan pra kondisi masyarakat yang sadar akan pentingnya arti keaksaraan. Tahap berikutnya, kita dapat menjadikan setiap keluarga menjadi tulang punggung dalam upaya penggerakan peran serta masyarakat terutama dalam upaya pemunculan sasaran yang berasal dari masing-masing keluarga yang dapat dijadikan basis pendataan dan pemotivasian sasaran dapat lahir dengan sendirinya di tengah masyarakat.
Selanjutnya memberikan dukungan kepada keluarga yang memiliki sasaran anggota buta aksara dengan cara mengunjungi rumah mereka, kemudian memberikan informasi kepada anggota keluarga yang melak aksara melalui institusi masyarakat, menggunakan jalur media massa maupun media alternatif lainnya untuk mengkomuikasikan pentingnya pemberantasan buta aksara.
c. Sosialisasi standar pendidikan keaksaraan untuk menbuat komitmen bersama
Sosialisasi standar dilakukan untuk membantu penyelenggara, pendidik dan peserta didik memahami dan menyesuaikan diri serta mengetahui tanggungjawab dan peran mereka masing-masing dalam kelompok sekaligus untuk menekankan keikutsertaan masing-masingnya dalam proses pembelajaran.
Proses sosialisasi ini disadari atau tidak akan memberi manfaat besar dalam proses belajar bersama dalam kelompok. Apabila hal ini tidak dilakukan maka yang akan terjadi adalah keragu-raguan dalam bertindak dan kurangnya kerjasama dan partisipasi aktif terutama dari peserta didik.
Sosialisasi ini juga diberikan kepada masyarakat dan keluarga sasaran, karena pencapaian standar juga perlu dukungan masyarakat dan keluarga sehingga program pendidikan keaksaraan diharapkan dapat menjadi sebuah kebutuhan esensial, yang akhirnya dapat menjadi sebuah gerakan masyarakat yang bersifat nasional. Dan yang terpenting adalah menjaga keberlangsungan program pendidikan keaksaraan, sehingga tidak hanya menjadi ”pilot Project” atau sekedar program selesai dapat selesai tepat waktu program. Ini merupakan tantangan bagi masyarakat dan pemerintah setempat.
3. Pengendalian Pelaksanaan Program
a. Mengidentifikasi dan mengukur kelemahan yang terdapat pada setiap aspek dalam kegiatan yang sedang berjalan.
Kegiatan ini dilakukan dengan memonitor dan mencatat semua variabel dari aspek pendidikan keaksaraan dan selanjutnya membandingkan kondisi variabel-variabel yang ada sekarang dengan standar mutu yang telah dibuat sendiri oleh tim kendali mutu dengan cara menggunakan format sebagai berikut:
Petunjuk pengisian:
1. Kolom 1 diisi dengan nomor urutan
2. Kolom 2 diisi dengan standar yang telah ditetapkan
3. Kolom 3 diisi dengan hasil temuan nyata di lapangan
4. Kolom 4 diisi dengan tanda cek (V) jika hasil pengendalian ada kesesuaian dengan standar kegiatan tersebut
5. Kolom 5 diisi dengan tanda cek (V) jika hasil pengendalian tidak ada kesesuaian dengan standar kegiatan tersebut.
6. Kolom 6 Penilaian kesesuaian : Bubuhkanlah tanda silang pada kolom nilai 1,2,3, 4 dan 5 sesuai dengan keadaan kelompok belajar yang sedang dimonitoring, ketentuan nilai adalah sebagai berikut :
Nilai 1 = Sangat kurang
Nilai 2 = Kurang
Nilai 3 = Cukup
Nilai 4 = Baik
Nilai 5 = Sangat baik


Tabel 10

IDENTIFIKASI PENYIMPANGAN STANDAR ISI
PENDIDIKAN KEAKSARAAN

No Standar
Kondisi Sekarang
Kesesuaian Penilaian kesesuaian
Ya Tidak KS K C B BS
1 2 3 4 5 6
1. Kurikulum mencakup lingkup materi yang mengacu kepada Standar Kompetensi keaksaraan (SKK) dan dikembangkan berdasarkan tingkat keaksaraan dasar, lanjut dan mandiri 1 2 3 4 5
2. Pengembangan kurikulum melibatkan peserta didik sesuai dengan kebutuhan yang dialikasikan dalam membuat rencana belajar berdasarkan minat peserta didik 1 2 3 4 5
3. Konteks lokal, mengembangkan program pembelajaran yang bermutu dan relevan dengan mengali bahan belajar dari konteks lokal yang bermanfaat bagi kehidupan peserta didik sehari-hari. 1 2 3 4 5
4. Desain lokal, unsur-unsur pokok penyajian pembelajaran dirancang sesuai dengan situasi, kondisi, dan potensi lokal 1 2 3 4 5
5. Penyusunan kurikulum fungsionalisasi hasil belajar, 1 2 3 4 5
6. Merancang jadwal pertemuan secara berdiversifikasi. 1 2 3 4 5
7. Melaksanakan pertemuan Tatap muka minimal 6(enam) jam perminggu
1 2 3 4 5
8. Alokasi waktu 1 (satu) jam tatap muka 60 menit 1 2 3 4 5
9. Memiliki kalender pendidikan selama 6 bulan yang disosialisasikan kepada semua peserta didik 1 2 3 4 5
10. Melaksanakan pertemuan tatap muka minimal 2 (dua) kali seminggu 1 2 3 4 5
11. Standar kompetensi membaca ditetapkan berdasarkan pertimbangan kebutuhan peserta didik dan taraf hidupnya. 1 2 3 4 5
12. Standar kompetensi menulis ditetapkan berdasarkan pertimbangan kebutuhan peserta didik. 1 2 3 4 5
13. Standar kompetensi berhitung ditetapkan berdasarkan pertimbangan kebutuhan peserta didik 1 2 3 4 5
14. Standar kompetensi berkomunikasi mengunakan bahasa indonesia ditetapkan berdasarkan pertimbangan kebutuhan warga belajar 1 2 3 4 5
15. Aplikasi fungsionalisasi hasil belajar pada setiap standar kompetensi 1 2 3 4 5




Nilai Total
Jumlah rata-rata standar isi : _________________________ =
Jumlah komponen yang dinilai




Tabel 11

IDENTIFIKASI PENYIMPANGAN STANDAR PROSES
PENDIDIKAN KEAKSARAAN



No Standar Kondisi
sekarang Kesesuaian Penilaian Kesesuaian
Ya Tidak KS K C B BS
1 2 3 4 5 6
A. Penyusunan rencana pembelajaran 1 2 3 4 5
1. Sebelum membuat rencana pembelajaran, tutor mengali minat dan kebutuhan peserta didik. 1 2 3 4 5
2. Membantu peserta didik untuk menyusun rencana pembelajaran 1 2 3 4 5
3. Menjelaskan strategi kegiatan pembelajaran 1 2 3 4 5
4. Membuat kesepakatan pembelajaran 1 2 3 4 5
5. Menyusun rencana pembelajaran dengan lengkap secara bersama-sama 1 2 3 4 5
6. Pelaksanaan kegiatan pembelajaran 1 2 3 4 5
7. Pendidik melakukan penataan ruang belajar 1 2 3 4 5
8. Kegiatan diskusi untuk membuka pikiran 1 2 3 4 5
9. Pembelajaran menulis dengan pembentukan kelompok menulis 1 2 3 4 5
10. Pembelajaran membaca kepada peserta didik disesuaikan dengan tingkat kemampuan 1 2 3 4 5
11. Pembelajaran berhitung dengan mengamati kegiatan berhitung yang ada dan digunakan oleh masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. 1 2 3 4 5
12. Setiap pembelajaran disamping pengunaan bahasa ibu dilengkapi dengan kemampuan pengunaan bahasa indonesia 1 2 3 4 5
13. Pembelajaran keterampilan fungsional diarahkan pada pemberian keterampilan yang bersifat ekonomi produktif dan keterampilan sosial. 1 2 3 4 5
14. Mengikuti kaidah-kaidah pendidikan orang dewasa
a. Pembelajaran harus berorientasi pada pemecahan masalah lingkungan
b. Pembelajaran harus berbasis pada pengalaman pribadi warga belajar
c. Pembelajaran harus memberikan pengalaman yang bermakna bagi warga relajar agar lebih diminati
d. Metode pembelajaran perlu mempertimbangkan mental dan karakteristik fisik warga belajar.
e. Penguatan harus bersifat positif dan meningkatkan motivasi relajar bagi warga relajar
f. Warga belajar harus mendapat umpan balik terhadap dirinya tentang pencapaian hasil relajar masing-masing individu.
g. Tujuan pembelajaran harus ditetapkan dan disetujui oleh warga belajar melalui kontrak belajar.
h. Proses pembelajaran harus memperhatikan latar belakang pendidikan, keragaman, dan perbedaan karakter dari tiap-tiap warga belajar. 1 2 3 4 5
B Penilaian 1 2 3 4 5
1. Penilaian kemampuan awal menulis 1 2 3 4 5
2. Penilaian kemampuan awal membaca 1 2 3 4 5
3. Penilaian kemampuan awal berhitung 1 2 3 4 5
4. Menilai proses kemajuan belajar 1 2 3 4 5
5. Penilaian akhir 1 2 3 4 5
6. Pengawasan 1 2 3 4 5
7. Pihak terkait melakukan supervisi 1 2 3 4 5
8. Pihak terkait melakukan evaluasi 1 2 3 4 5
9. Laporan 1 2 3 4 5
10. Tutor memberikan laporan pelaksanaan kegiatan pembelajaran 1 2 3 4 5
11. Tutor memberikan laporan akhir kegiatan pembelajaran 1 2 3 4 5
12. Penyelenggara memberikan laporan pelaksanaan program kepada pihak terkait. 1 2 3 4 5
13. Penyelenggara memberikan laporan akhir pelaksanaan program kepada pihak terkait. 1 2 3 4 5
14. Ada jadwal supervisi
Ada hasil evaluasi 1 2 3 4 5




Nilai Total
Jumlah rata-rata standar proses : _________________________ =
Jumlah komponen yang dinilai




















Tabel 12

IDENTIFIKASI PENYIMPANGAN STANDAR KOMPETENSI LULUSAN
PENDIDIKAN KEAKSARAAN

Indikator Kondisi
sekarang Kesesuaian Penilaian Kesesuaian
Ya Tidak KS K C B BS
1 2 3 4 5 6
1. Memiliki kemampuan baca-tulis-hitung dan berbahasa indonesia dan mengembangkan kemampuan fungsional yang dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari. 1 2 3 4 5
2. Kemampuan fungsional untuk membantu anak-anaknya 1 2 3 4 5
3. Kemampuan fungsional untuk aktualisasi diri seperti membaca buku hiburan sederhana (jenis: petualangan, misteri, roman, sejarah, buku-buku tentang masyarakat), membaca buku-buku untuk mendapatkan informasi (kisah nyata, pekerjaan, anak-anak, kesehatan, agama, hobby, hiburan, dan lain-lain), dan menulis untuk keperluan diri sendiri (catatan harian, pengalaman diri, nasehat, pendapat, laporan, riwayat hidup, cerita, sajak, syair lagu, dan lain-lain)
1 2 3 4 5
4. Kemampuan fungsional berkaitan dengan pekerjaan warga belajar seperti memanfaatkan bahan bacaan untuk menemukan pekerjaan yang diminati, memanfaatkan bahan bacaan untuk meningkatkan pekerjaannya, atau untuk membuka usaha, membaca dan menulis catatan-catatan atau surat dari dan atau kerelasi kerja secara sederhana dan membaca atau menulis hal-hal tentang pekerjaannya. 1 2 3 4 5
5. Kemampuan fungsional berkaitan dengan sosial kemasyarakatan seperti membuat permohonan KTP, membaca persetujuan/kontrak, permohonan kartu perpustakaan, ikut serta dalam pertemuan masyarakat/pertemuan agama, ikut serta dalam kelompok untuk memecahkan masalah, membuat pengumuman/undangan/selebaran, mengikuti pemilu. 1 2 3 4 5
6. Kemampuan fungsional berkaitan dengan pendidikan seperti menghadiri penyuluhan, menghadiri pertemuan guna mempelajari sesuatu yang baru (hobby, peningkatan diri), dan mengikuti pertemuan sehubungan dengan pekerjaan. 1 2 3 4 5
7. Kemampuan fungsional berkaitan dengan pengelolaan kelompok belajar seperti membuat rencana dan kesepakatan belajar, menulis catatan harian tentang kegiatan yang dilakukan, membuat pembukuan dan mengelola dana belajar, membaca bahan bacaan lain yang diperlukan, menulis laporan sederhana, membuat rencana dan melaksanakan kegiatan belajar bersama, mengikuti program KBU/Life skill, membaca buku-buku yang tersedia di TBM, menulis usulan sederhana untuk memperoleh dana, bahan atau sumber dari instansi, menulis berbagai formulir sederhana seperti membuka rekening dibank, mengirim uang melalui kantor pos dan melaksanakan kegiatan-kegiatan usaha sederhana. 1 2 3 4 5
8. Kemampuan berhitung minimal yang harus dikuasai seperti menghitung pengeluaran sehari-hari, mengenal symbol tanda hitung (+, - , : , dan x), menghitung dengan simbol (+, -), mengenal dan mengunakan symbol (x, :), mengenal ukuran berat dan panjang. 1 2 3 4 5
9. Kemampuan berhitung fungsional berkaitan dengan kehidupan sehari-hari seperti mengisi kuitansi, membuat daftar belanja, membuat daftar harga, menghitung keuntungan, membuat pembukuan sederhana, mengukur takaran minyak, beras dan sebagainya, mengukur panjang kayu, meja, lebar pintu dan sebagainya, menimbang barang dagangan, membuat pembukuan kegiatan kelompok, membuat pembukuan usahanya sendiri dan menghitung bunga bank. 1 2 3 4 5
10. Kemampuan kewirausahaan 1 2 3 4 5





Nilai Total
Jumlah rata-rata standar kompetensi lulusan : _________________________ =
Jumlah komponen yang dinilai






Tabel 13

IDENTIFIKASI PENYIMPANGAN STANDAR PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN PENDIDIKAN KEAKSARAAN



No Standar Kondisi
sekarang Kesesuaian Penilaian Kesesuaian
Ya Tidak SK K C B SB
1 2 3 4 5 6
1 Pendidik (tutor)
1 2 3 4 5
2 Memiliki kelayakan fisik dan mental (sehat jasmani dan rohani) 1 2 3 4 5
3 Berpendidikan minimal SLTA, diprioritaskan dengan latar belakang pendidik 1 2 3 4 5
4 Seseorang yang tidak memiliki ijazah dari pendidikan formal tetapi memiliki kemampuan khusus yang diakui dan diperlukan dapat menjadi tutor setelah melalui uji kelayakan dan kesetaraan. 1 2 3 4 5
5 Diutamakan bertempat tinggal di lokasi kegiatan belajar yang dilaksanakan (berasal dari daerah setempat) 1 2 3 4 5
6 Mampu melaksanakan tutorial 1 2 3 4 5
Mampu mengelola proses pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan belajar warga belajar dan menguasai substansi materi yang akan diajarkan 1 2 3 4 5
7 Mampu mengembangkan metode pembelajaran partisipatif yang mengacu kepada SKK dengan melibatkan peserta didik. 1 2 3 4 5
8 Mampu memfasilitasi kelompok belajar untuk mengadakan jaringan kerja lokal dengan berbagai instansi terkait dan lembaga mitra 1 2 3 4 5
9 Memiliki komitmen tinggi terhadap tugas dan kewajibannya sebagai tutor. 1 2 3 4 5
10 Telah mengikuti pelatihan tutor 1 2 3 4 5
11 Jumlah 1 orang 1 2 3 4 5
12 Tenaga Kependidikan (penyelenggara) 1 2 3 4 5
13 Perorangan 1 2 3 4 5
14 Pendidikan pengelola minimal SLTA/sederajat 1 2 3 4 5
15 Memiliki pengalaman dalam kegiatan pendidikan minimal 2 tahun 1 2 3 4 5
16 Berasal dari LSM/organisasi masyarakat 1 2 3 4 5
17 Mampu melaksanakan tugas administrasi 1 2 3 4 5
18 Mampu menyediakan sarana dan prasarana 1 2 3 4 5
19 Tidak terlibat tindakan kriminal 1 2 3 4 5
20 Menyelenggarakan program pembelajaran secara berkelompok, setiap kelompok minimal 10 orang peserta didik. 1 2 3 4 5
21 Jumlah 1 orang untuk penyelenggara 1 2 3 4 5
22 Menjalin kerja sama dengan lembaga kemitraan yang terkait. 1 2 3 4 5
23 Lembaga 1 2 3 4 5
24 Memiliki akte/badan hukum/anggaran dasar dan anggaran rumah tangga 1 2 3 4 5
25 Memiliki pengalaman mengelola kegiatan pendidikan minimal 3 tahun 1 2 3 4 5
26 Memiliki data warga masyarakat yang buta aksara 1 2 3 4 5
27 Memiliki sarana dan prasarana belajar 1 2 3 4 5
28 Memiliki tenaga tutor dan tenaga administrasi 1 2 3 4 5
29 Memiliki jaringan kerja dengan lembaga lain 1 2 3 4 5
30 Menyelenggarakan program pembelajaran secara berkelompok, setiap kelompok minimal 10 orang peserta didik. 1 2 3 4 5
31 Jumlah 1 orang untuk penyelenggara 1 2 3 4 5


Nilai Total
Jumlah rata-rata standar PTK : _________________________ =
Jumlah komponen yang dinil
Tabel 14

IDENTIFIKASI PENYIMPANGAN SARANA DAN PRASARANA
PENDIDIKAN KEAKSARAAN

No Standar Kondisi
sekarang Kesesuaian Penilaian Kesesuaian
Ya Tidak SK K C B SB
1 2 3 4 5 6
1. Lokasi mudah dijangkau 1 2 3 4 5
2. Memiliki tempat/ruang belajar yang cukup untuk menunjang proses belajar yang teratur dan berkelanjutan sesuai dengan jumlah warga belajar dan kesepakatan warga belajar. 1 2 3 4 5
3. a. Memiliki papan tulis
b. alat-alat tulis
c. papan nama kelompok belajar
d. Meja kursi lengkap 1 2 3 4 5
4. Memiliki sarana administrasi meliputi:
a. daftar hadir warga belajar
b. daftar hadir tutor
c. buku tamu
d. Buku induk warga belajar
e. Buku rencana pembelajaran
f. Jadwal belajar/pertemuan
g. buku laporan kemajuan warga belajar
h. Daftar inventaris barang kelompok belajar
i. Buku harian untuk konsultasi antara peserta didik dan tutor
j. Buku harian untuk menulis laporan kemajuan peserta didik 1 2 3 4 5
5.
Ada buku pedoman tutor 1 2 3 4 5
6. Bahan belajar
a. Terdapat bahan belajar pokok dengan ratio peserta didik:modul =1:1 set
b. Minimal ada 2 bahan belajar pelengkap yang dibuat oleh tutor dan peserta didik 1 2 3 4 5
7. Minimal ada 1 set bahan/alat keterampilan 1 2 3 4 5


Nilai Total
Jumlah rata-rata standar Saspras : _________________________ =
Jumlah komponen yang dinilai

Tabel 15
IDENTIFIKASI PENYIMPANGAN STANDAR PENGELOLAAN
PENDIDIKAN KEAKSARAAN

No Standar Kondisi
sekarang Kesesuaian Penilaian kesesuaian
Ya Tidak SK K C B SB
1 2 3 4 5 6
1. Merumuskan dan menetapkan visi yang mudah dipahami dan disosialisasikan 1 2 3 4 5
2. Merumuskan dan menetapkan misi yang mudah dipahami dan disosialisasikan 1 2 3 4 5
3. Merumuskan dan menetapkan tujuan yang mudah dipahami dan disosialisasikan 1 2 3 4 5
4. Memiliki rencana kerja tahunan, triwulan dan bulanan 1 2 3 4 5
5. Memiliki pedoman yang mengatur berbagai aspek pengelolaan secara tertulis 1 2 3 4 5
6. Memiliki struktur organisasi dengan kejelasan uraian tugas 1 2 3 4 5
7. Melaksanakan kegiatan sesuai dengan rencana kerja yang dibuktikan dengan laporan. 1 2 3 4 5
8. Kriteria penyelenggara telah sesuai dengan ketentuan 1 2 3 4 5
9. Melaksanakan pendayagunaan pendidik 1 2 3 4 5
10. Mengelola sarana dan prasarana pembelajaran 1 2 3 4 5
11. Mengelola pembiayaan pendidikan 1 2 3 4 5
12. Menciptakan suasana, iklim dan lingkungan pembelajaran yang kondusif 1 2 3 4 5
13. Melibatkan masyarakat dan membangun kemitraan dengan lembaga lain 1 2 3 4 5
14. Memiliki program pengawasan yang disosialisasikan 1 2 3 4 5
15. Melaksanakan kegiatan evaluasi diri 1 2 3 4 5
16. Melaksanakan evaluasi kinerja PTK 1 2 3 4 5
17. Memiliki sistem informasi manajemen untuk mendukung administrasi pendidikan. 1 2 3 4 5



Nilai Total
Jumlah rata-rata standar pengelolaan : _________________________ =
Jumlah komponen yang dinilai



Tabel 16

IDENTIFIKASI PENYIMPANGAN PENGELOLAAN
PENDIDIKAN KEAKSARAAN

No Standar Kondisi
sekarang Kesesuaian Penilaian Kesesuaian
Ya Tidak SK K C B SB
1 2 3 4 5 6
1. Memiliki RAB untuk satu kegiatan 1 2 3 4 5
2. Penggunaan dana penyelenggaraan sesuai alokasi dan RAB 1 2 3 4 5
3. Dana transpor tutor diterima utuh setiap bulan 1 2 3 4 5
4. Dana keterampilan sesuai kebutuhan, diberikan pada bulan ketiga 1 2 3 4 5
5. Ada dana yang bersumber dari luar 1 2 3 4 5
6. Memiliki dokumen pembukuan yang lengkap 1 2 3 4 5
7. Semua penggunaan dana tercatat dengan jelas dan tertib. 1 2 3 4 5
8. Segala bentuk transaksi keuangan dapat dipertanggung jawabkan secara transparan. 1 2 3 4 5


Nilai Total
Jumlah rata-rata standar pengelolaan : _________________________ =
Jumlah komponen yang dinilai



Tabel 17

IDENTIFIKASI PENYIMPANGAN STANDAR PENILAIAN
PENDIDIKAN KEAKSARAAN

No Standar Kondisi
Sekarang Kesesuaian Penilaian Kesesuaian
Ya Tidak SK K C B SB
1 2 3 4 5 6
1. Rancangan dan kriteria penilaian disusun dan disepakati bersama oleh tutor dan peserta didik. 1 2 3 4 5
2. Melaksanakan penilaian awal sebelum pembelajaran 1 2 3 4 5
3. Melaksanakan penilaian selama proses pembelajaran 1 2 3 4 5
4. Melaksanakan penilaian akhir pembelajaran 1 2 3 4 5
5. Melaksanakan penilaian fungsionalisasi hasil belajar yang meliputi Kemampuan fungsional untuk keperluan individu, Kemampuan fungsional untuk membantu anak-anaknya, Kemampuan fungsional untuk aktualisasi diri, Kemampuan fungsional berkaitan dengan pekerjaan, Kemampuan fungsional berkaitan dengan sosial kemasyarakatan, Kemampuan fungsional berkaitan dengan pendidikan, Kemampuan fungsional berkaitan dengan pengelolaan kelompok 1 2 3 4 5
6. Melakukan fariasi metode dalam penilaian 1 2 3 4 5
7. Memanfaatkan hasil penilaian untuk perbaikan pembelajaran 1 2 3 4 5
8. Mengkoordinasikan hasil penilaian dengan peserta didik 1 2 3 4 5
9. Penilaian yang bersifat nasional untuk mengukur pencapaian SKK merupakan uji kompetensi keaksaraan bagi peserta didik untuk mendapatkan SUKMA, sebagai penganti ijazah sekolah bagi penduduk buta aksara yang sudah melek aksara (SUKMA)
a. 1 2 3 4 5
10. Penyerahan SUKMA kepada peserta didik 1 2 3 4 5
11. Minimal 80% peserta didik dinyatakan bebas buta aksara dan menerima SUKMA 1 2 3 4 5
12. Minimal 75% peserta didik memiliki keterampilan usaha 1 2 3 4 5
13. Minimal 25% peserta didik berusaha mandiri atau secara kelompok 1 2 3 4 5
14. Memberikan penghargaan bagi peserta didik yang berprestasi 1 2 3 4 5
15. Ikut lomba-lomba kelompok belajar 1 2 3 4 5


Nilai Total
Jumlah rata-rata standar penilaian : _________________________ =
Jumlah komponen yang dinilai



Tabel 18
IDENTIFIKASI PENYIMPANGAN PESERTA DIDIK
PENDIDIKAN KEAKSARAAN

No Standar
Kondisi sekarang Kesesuaian Penilaian Kesesuain
Ya Tidak SK K C B SB
1 1. 2 3 4 5 6

1. Petunjuk pelaksanaan operasional proses penerimaan peserta didik memuat:
Usia:
a. usia 15-24 ( prioritas I).
b. Usia 25-44 (prioritas II).
c. Usia > 45 keatas (prioritas III)

Pendidikan:
a. Tidak pernah sekolah / buta huruf murni minimal 70%
b. drop out SD kelas I,II dan III.

2. Penerimaan peserta didik dilakukan secara objektif, transparan, tanpa diskriminasi jender, agama, etnis, status sosial, kemampuan ekonomi
3. Jumlah peserta didik rata-rata 10 orang perkelompok
4. Minimal 80% selesai sampai akhir



Nilai Total
Jumlah rata-rata standar peserta didik : _________________________ =
Jumlah komponen yang dinilai










b. Analisis data dapat dilakukan dengan menganalisis data setiap standar pendidikan keaksaraan dilakukan dengan langkah-langkah:
1) Memeriksa kelengkapan data pengisian atas butir-butir penilaian terhadap standar berdasarkan format instrumen standar pendidikan keaksaraan
2) Menghitung skor setiap subbutir penilaian untuk mendapatkan rata-rata standar isi pada setiap butir penilaian
3) Membuat tabulasi data, yaitu penyusunan dan pengelompokan data secara teliti dan teratur dalam bentuk tabel berdasarkan butir dan subbutir penilaian pada setiap variabel penilaian.
4) Melakukan analisis data dengan cara untuk menentukan penilaian setiap standar berdasarkan tingkat pencapaian bobot dari butir-butir penilaian yang ada dalam instrumen penilaian. Kriteria standar pendidikan keaksaraan adalah sebagai berikut:
(a) 90% - 100% sangat baik
(b) 76% - 89% baik
(c) 60% - 75% cukup
(d) 40% - 59% kurang
(e) < 40% sangat kurang
5) Melakukan pembahasan hasil analisis data setiap standar
6) Menyimpulkan hasil penilaian setiap standar
Untuk proses identifikasi kelemahan yang terdapat pada setiap aspek dalam kegiatan yang sedang berjalan diperlukan upaya pemberdayaan semua unsur yang terlibat dalam pelaksanaan program, hal ini dilakukan karena pada dasarnya peserta didik, pendidik dan penyelenggaralah yang merasakan adanya perbedaan yang terjadi. Untuk itu dalam mengidentifikasi penilik harus mampu memandu dan membantu untuk dapat mengungkapkan permasalahan yang ada dan tidak sesuai dengan standar yang telah ditetapkan sehingga terciptanya tanggungjawab bersama. Dalam hal pemberdayaan ini penilik harus:
1) Pengkodisian dialog dengan secara kekeluargaan dengan semua unsur yang terlibat aktif dalam kelompok belajar (peserta didik, tutor dan penyelenggara) untuk dapat mengungkapkan sesuatu yang terjadi dalam proses pelaksanaan.
2) Meminta pendapat dengan mengunakan teknik brainstorming, teknik ini bisa meningkatkan kreatifitas dan mengembangkan ide-ide baru atau isu-isu secara cepat dan terbebas dari segala bentuk tekanan.
3) Mencatat dan merumuskan hasil pengukuran kondisi yang terjadi sekarang dengan perbandingan standar yang ada
Sementara untuk melakukan analisis data penilaian kesesuaian, Penilik merumuskan hasil penilaian sesuai dengan langkah-langkah sebelumnya dengan melibatkan penyelenggara dan tutor, hal ini dilakukan sebagai langkah awal secara tidak langsung sebagai peringatan awal kepada tutor dan penyelenggara.

b. Memberi peringatan dini
Setelah kegiatan identifikasi dan diketahui penyimpangan yang terjadi aspek-aspek dalam tiap program secara bersama-sama, maka secara otomatis pengendali mutu secara tidak langsung telah memberikan peringatan dini kepada setiap pihak yang terkait agar tidak terjadi kesalahan lebih lanjut.
Kebersamaan dalam mengidentifikasi penyimpangan merupakan suatu penghargaan terutama bagi peserta didik yang dapat menciptakan kondisi sadar mutu bagi setiap individu.
Untuk memberikan peringatan dini penilik harus memberikan kesimpulan awal atau pandangan awal terhadap pelaksanaan program. Dan bisa dilanjutkan dengan tukar pendapat dengan penyelenggara tutor dan peserta didik sesuai dengan situasi dan kondisi.
c. Menganalisa Penyimpangan yang terjadi pada tiap variabel pada aspek-aspek dari pendidikan keaksaraan yang sedang berjalan.
Setelah melakukan peringatan dini sebagai antisipasi agar penyimpangan tidak jauh maka dari hasil penilaian kesesuaian perlu dianalisa dapat diketahui permasalahan dan memperkirakan penyebab masalah serta memikirkan rekomendasi dengan menggunakan format:
Tabel 19
ANALISIS MASALAH
DAN PEMECAHAN MASALAH

No Aspek Uraian Masalah Penyebab masalah Rekomendasi
1. 2. 3. 4. 5.
1. Standar isi
2. Standar Proses
3. Standar Kompetensi Lulusan
4. Standar Pendidik
5. Standar Sarana dan Prasarana
6. Standar Pengelolaan
7. Standar Pembiayaan
8. Standar Penilaian
9. Standar Peserta Didik



1) Mengukur sejauh mana penyimpangan
Adalah menilai masalah (penyimpangan) yang meliputi kegawatan, mendesak atau tidaknya, kemudahan memecahkan dan dampaknya dengan mengunakan format sebagai berikut:


Tabel 20
Mengukur Penyimpangan
No Nilai


Masalah Kriteria
Skor
Gawat Mendesak Kemudahan
memecahkan Dampak

Nilai: Angka 5 menyatakan sangat gawat/sangat mendesak/sangat sulit/sangat kuat
Angka 4 menyatakan gawat/mendesak/sulit/kuat
Angka 3 menyatakan cukup/cukup mendesak/cukup sulit/cukup kuat
Angka 2 menyatakan kurang gawat/kurang mendesak/kurang sulit/kurang kuat
Angka 1 menyatakan sangat kurang/sangat kurang mendesak/sangat kurang sulit/sangat kuat

2) Mencari penyebab timbulnya penyimpangan
Menyimpulkan sebab-sebab masalah (penyimpangan) berarti merencanakan dan mempelajari apa-apa yang sudah terjadi sebelumnya sehingga timbul masalah itu.
3) Mencari hubungan sebab akibat dari aspek yang menyimpang
Mengumpulkan fakta penyebab penyimpangan dan akibat yang ditimbulkan oleh fakta penyebab tersebut pada suatu pelaksana program. Penilik melakukan penelusuran dari semua aspek dan mencatat hasil penelusuran yang berisi data tentang penyebab terjadinya penyimpangan. Kemudian diupayakan memilih alternatif tindakan dengan mengunakan format berikut:
Tabel 21
Penyebab Penyimpangan dan Alternatif
No Penyebab masalah Alternatif tindakan
1.
2.

Dalam menganalisa masalah khusus yang non kebijakan dalam pendidikan merupakan lanjutan dari identifikasi, dalam hal ini juga perlu dilakukan suatu analisa masalah secara bersama, ada pun langkah-langkah yang dapat dilakukan adalah:
a) Mengambarkan atau melakukan pemetaan masalah.
b) Menjelaskan setiap permasalahan
c) Melakukan braistorming penyebab masalah
d) Melakukan brainstorming alternatif pemecahan masalah
e) Merumuskan prioritas masalah
d. Melaksanakan tindakan pengendalian mutu program
1) Menentukan prioritas aspek-aspek yang harus segera ditangani
2) Memberikan bimbingan kepada penyelenggara/pengelola tentang cara penyelenggaraan yang benar.
3) Menunjukkan aspek-aspek yang perlu diperbaiki dalam satuan program kegiatan yang sedang berjalan, kepada pelaksana program.
4) Melatih para pelaksana program tentang berbagai teknik dan cara memperbaiki kesalahan-kesalahan yang terjadi dilapangan.
D. Tindak lanjut
1. Menilai hasil pengendalian mutu
a. Menilai kemajuan (perbaikan) dari tiap aspek yang menyimpang setelah diperbaiki
b. Memperkirakan hasil pengendalian mutu
c. Jika memperkirakan hasil akhir pengendalian tidak dapat mencapai standar mutu yang telah ditetapkan, maka perlu segera memperbaiki cara melaksanakan pengendalian mutu.
d. Jika hasil pengendalian mutu telah mencapai mutu yang telah ditetapkan, maka cara pengendalian mutu ditingkatkan terus sampai melebihi standar nasional pendidikan
2. Menilai proses pengendalian
a. Membandingkan antara dana dan daya yang dikeluarkan untuk pengendalian mutu, dengan meningkatnya mutu program yang dikendalikan
b. Membandingkan kurangnya penyimpangan tiap variabel pada aspek dalam suatu kegiatan, dengan peningkatan kemampuan pada pelaksana program
Jika poin a dana dan daya yang dikeluarkan lebih besar dari meningkatnya mutu suatu program, sedangkan poin b berkurangnya penyimpangan tidak seimbang dengan peningkatan kemampuan pelaksana program, maka cara pengendalian harus diperbaiki dan ditingkatkan.
3. Mencegah timbulnya masalah baru
a. Memantau terus menerus proses kegiatan program, sejak tahap persiapan, pelaksanaan sampai tahap tindak lanjut
b. Segera melakukan koreksi setiap ditemukan penyimpangan pada saat program sedang berjalan.
b. Memotivasi tenaga yang terlibat dalam proses pelaksanaan program agar terus-menerus meningkatkan suatu program.
4. Meningkatkan kemampuan tim kendali mutu terpadu.
a. Meninjau masalah yang belum terpecahkan, masalah yang belum dipecahkan diteliti kembali penyebabnya dan dengan analisis yang lebih matang dapat ditentukan cara pemecahan yang lebih tepat
b. Jika pelaksanaan pengendalian mutu program berhasil maka pengalaman keberhasilan disampaikan pada pertemuan-pertemuan tim kendali mutu terpadu.
b. Tim kendali mutu harus mengadakan pertemuan sesuai kebutuhan untuk membahas masalah yang ditemui.
d. Hasil temuan pada pelaksanaan pengendalian mutu digunakan sebagai bahan untuk merumuskan kegiatan pengendalian berikutnya





BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian-uraian yang telah dipaparkan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Pengendalian mutu pendidikan keaksaraan preventif yaitu usaha pencegahan sebelum kegiatan dimulai dengan cara:
a. ”Pembanjiran” Informasi Seluas-Luasnya Kepada Seluruh Masyarakat dalam rangka perluasan jangkauan kemitraan.
b. Keluarga Sebagai Inti Penggerakan Peran Serta Masyarakat
b. Sosialisasi standar pendidikan keaksaraan untuk mengkumunikasikan komitmen bersama.
2. Pengendalian Pelaksanaan Program yaitu pengendalian yang dilakukan saat program berjalan yang dilakukan dengan semua unsur yang terkait dalam kelompok belajar (penyelenggara, pendidik dan peserta didik), yang meliputi kegiatan:
a. Mengidentifikasi dan mengukur kelemahan yang terdapat pada setiap aspek dalam kegiatan yang sedang berjalan.
b. Memberikan peringatan dini
c. Menganalisis permasalahan
d. Melaksanakan pengendalian mutu
3. Tindak lanjut pengendalian mutu meliputi kegiatan:
a. Menilai hasil pengendalian mutu
b. Menilai proses pengendalian
c. Mencegah timbulnya masalah baru
d. Meningkatkan kemampuan tim kendali mutu terpadu
B. Saran-Saran
Agar pengendalian mutu pendidikan keaksaraan dapat berjalan dengan baik, maka dikemukakan saran-saran sebagai berikut:
1. Tim pengendali mutu harus menetapkan standar yang mudah dipahami dan disosialisasikan kepada semua unsur yang terkait dalam proses pembelajaran yang penyusunannya didasarkan pada standar nasional pendidikan dengan penyesuaian terhadap kondisi masyarakat setempat.
2. Penilik selaku penjamin mutu harus dapat melakukan kerja sama dengan semua unsur dalam dalam upaya pengendalian mutu yang efektif.
3. Dinas pendidikan harus memberikan dukungan penuh dalam upaya pengendalian mutu pendidikan sehingga tercipta kondisi sadar mutu pada setiap lini program





DAFTAR PUSTAKA
Gaspersz,Vincent (2005) Total Quality Management,Jakarta:Gramedia
Hasibuan,Malayu.S.P (2009) Manajemen. Dasar, Pengertian dan Masalah, Jakarta:Bumi Aksara.

Hadis,Abdul dan Nurhayati (2010) Manajemen Mutu Pendidikan,Bandung:Alfabeta.

Juran,M.J. (1995) Kepemimpinan Mutu.Jakarta:Pustaka Binaman Pressindo
Kusnadi. (2005). Pendidikan Keaksaraan Filosofi, Strategi, Implementasi, Jakarta:Depdiknas Dirjen PLS
Sallis,Edward (2010) Manajemen Mutu Terpadu Pendidikan.Jogjakarta:IRCiSo

Sukmadinata,Nana Syaodih (2006) Pengendalian Mutu Sekolah Menengah, Bandung:Refika Aditama)
Sihombing, U (2001). Pendidikan Luar Sekolah : Masalah, Tantangan dan Peluang, Jakarta : CV. Wirakarsa

Umar, Husein (2009) Studi Kelayakan Bisnis, Jakarta:PT Gramedia Pustaka Umum.

Wahid,S. (2006) Pendidikan Keaksaraan Fungsional: Kompetensi Tutor Berbasis Konsep, Pendekatan, dan Strategi Pembelajaran Orang Dewasa (makalah), Padang: UNP/BPKB Sumbar

_______________ (2011). Peraturan Bersama Menteri Pendidikan Nasional dan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 02/III/PB/2011-Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional Penilik dan Angka Kreditnya, Jakarta:Kemendiknas.

________________.(2005). Penyelenggaraan Program Keaksaraan Fungsional. Jakarta: Depdiknas Dirjen PLS

________________.(2005). Pedoman Tutor Kelompok Belajar Program Keaksaraan Fungsional. Jakarta :Depdiknas Dirjen PLS

________________.(2004). Pedoman Penilaian Kemajuan dan Hasil Belajar Pendidikan Keaksaraan. Jakarta :Depdiknas Dirjen PLS

________________.(2006). Acuan Penyelenggaraan Program Pendidikan Keaksaraan (Evaluasi Pembelajaran). Jakarta :Depdiknas Dirjen PLS

________________.(2009) Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 63 tahun 2009 tentang Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan. Jakarta: Depdiknas

________________. (2006). Instruksi Presiden No 5 Tahun 2006 tentang Gerakan Nasional Pendidikan Dasar Sembilan Tahun dan Pemberantasan Buta Aksara (GNP-PWB/PBA). Jakarta: Depdiknas

________________. (2006). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 35 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Gerakan Nasional Percepatan Penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun dan Pemberantasan Buta Aksara. Jakarta: Depdiknas.

________________. (1997). Pedoman Pelaksanaan Pengendalian Mutu Program diklusepora. Jakarta:Depdikbud

________________. (2006) BP-PLSP Regional I , 2006 Buku Saku Tutor Pendidikan Keaksaraan. Medan:BP-PLSP

________________. (2006)Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan.Jakarta:Depdiknas

________________. (2006)Undang-Undang RI No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.Jakarta:Depdiknas